- Home>
- RISALAH TAUHID SEMESTER I
Posted by : Unknown
Selasa, 12 Januari 2016
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Inti dari ajaran
agama islam adalah dalam kajian ketauhidan. Karena itu dalam berbagai kitab
maupun buku ditegaskan bahwa kewajiban pertama seorang muslim adalah
mempelajari tauhid. Dari kajian tauhid yang secara mendalam dan dibarengi
dengan dalil naqli serta dalil aqli, maka umat islam diharapkan menjadi semakin
kuat akidahnya.
Agama islam
memerlukan tauhid sebagai dasar keyakinan. Tujuan dibentuknya ilmu tauhid/kalam
adalah usaha pemahaman yang dilakukan para ulama (teolog muslim) tentang akidah
islam yang terkandung dalam dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadits). Dan usaha pemahaman
itu adalah menetapkan, menjelaskan atau membela akidah islam, serta menolak
akidah yang salah dan yang bertentangan dengan akidah islam.
Tauhid, sebagaimana
diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari agama islam. Setiap orang yang
ingin menyelami seluk beluk agama islam secara mendalam, perlu mempelajari
tauhid. Mempelajari tauhid akan memberi seseorang keyakinan – keyakinan
yang berdasarkan pada landasan kuat, yang tidak mudah di ombang – ambing oleh
peredaran zaman.
Tujuan lain dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memberi pandangan lebih dalam terhadap
islam bagi pembaca – pembaca yang biasanya mengetahui dan mengenal islam hanya dari
sudut pandang hukumatau fikih. Oleh karena itu dirasa perlu memperkenalkan
islam secara medalam dari aspek – aspek lain dan karangan ini berusaha memperkenalkan islam dari
tinjauan teologi.
Makalah ini mengandung uraian tentang
pengertian, nama lain dari tauhid, macam-macam ilmu tauhid, dan aliran – aliran
teologi, bukan yang hanya masih ada tetapi juga yang pernah terdapat dalam
islam. Uraian diberikan sedemikian rupa sehingga dalamnya tercakup sejarah
perkembangan dan ajaran – ajaran terpenting dari masing – masing aliran atau golongan.
- Rumusan masalah
A.
Apa makna addin sebenarnya?
B.
Bagaimana sejarah risalah tauhid?
C.
Tujuan
·
Mengetahui makna ad din yang sebenarnya.
·
Mengetahui sejarah risalah tauhid.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AD-DIN
Menurut pendapat Ibn Faris dalam bukunya “Maqayis al Luqhah” perkataan
Ad-Din merupakan perkataan buku yang mempunyai banyak arti diantaranya ialah pasrah,menyerah,
tunduk, perhitungan dan lain-lain. Orang-orang Arab mempergunakannyauntuk
berbagai-bagai maksud dan tujuan. Dalam peristilahan bahasa Melayu perkataan agama boleh diartikan kepada Ad-Din.Perkataan
„Din‟(dalam bentuk nakirah) bererti suatu cara hidup, sedang Ad-Din(dalambentuk
makrifah) bermaksud, cara hidup yang telah ditetapkan oleh Allah s.w.t. merupakan
suatu yang khusus terdapat di dalam Al Quran.
Ad din Istilah Islam yang di dalam bahasa Indonesia berarti
"agama". Dalam KBBI kata Din merupakan kata benda yang berarti
"agama".
Makna kata Ad-Din dalam
al-Qur`an adalah perhitungan (al-hisab), pembangkitan (al-ba`ts),
pembalasan(al-jaza), ketetapan (al-qodho), ganjaran (ats-tsawab), siksaan
(al-iqob), ibadah, doa, tauhid, ketaatan, agama, dan hukum. ketika al-Quran
membicarakan tentang hari qiyamat . sebagaimana terdapat dalam surat al-fatihah
: 4, al-hijr : 35, an-nur : 25, asy-syuara : 82, as-shofat : 20, shod : 78, adz-dzariyat
: 6, 12, al-waqiah : 56, al-maarij : 26, al-mudatsir : 46, al-infithor : 9, 15,
17, 18, al-muthofifin : 11, at-tin : 7 al-maun : 1.
Kata Ad-Din mempunyai makna ibadah, doa,
tauhid, ketaatan ketika al-Quran membahas tentang pemurnian terhadap Allah.
Seperti yang terdapat pada surat al-baqoroh : 193, an-nisa : 146, al-a`raf :
29, al-anfal : 39, yunus : 22, yusuf : 40, an-nahl : 52, al-ankabut : 65,
ar-ruum : 30, luqman : 32, az-zumar : 2, 3, 11, 14, ghofir : 14, 65,
al-bayyinah : 5.
Kata Ad-Din mempunyai arti hukum dan
ketetapan ketika al-Quran membahas mengenai pengambilan hukum yang dilakukan
olehNya maupunyang dilakukanoleh hambaNya seperti dalam surat yusuf : 76,
an-nur : 2.
B.
SEJARAH RISALAH TAUHID
Ada beberapa faktor yang telah melatar
belakangi lahirnya ilmu Tauhid, diantaranya :
a. Faktor Internal
1) Al-Qur’an selain membawa
ajaran untuk meng-Esakan Tuhan dan membenarkan keutusan Nabi Muhammad SAW, di
bagian – bagian lain yang berhubungan dengan bidang akidah. Banyak ayat
Al-Qur’an yang mendorong umat manusia agar dengan akal pikirannya mau
memikirkan nikmat, hikmat dan kesempurnaan segala ciptaan-Nya.
2) Kaum MusliminPada awalnya, pemeluk agama islam menerima secara utuh apa yang
diajarkan agama tanpa harus mengadakan penyelidikan. Sesudah itu datanglah
persoalan agama yang dipicu karena semakin banyaknya orang – orang non
muslim yang masuk islam. Disinilah kaum muslimin mulai memakai filsafat untuk
memperkuat argumen – argumennya. Kemudian datang pula orang – orang yang mengumpulkan ayat – ayat Al-Qur’an. Oleh
karena itu, timbullah perbedaan dan perselisihan paham diantara mereka dan dari
yang demikian inilah yang merupakan faktor bagi timbulnya Ilmu Tauhid.
3) PolitikSejarah
telah mencatat bahwa, ketika Nabi Muhammad SAW wafat tidak ada ketentuan khusus
untuk menetapkan siapa yang akan menggantikannya sebagai “kepala negara”. Persoalan
ini mengakibatkan perdebatan yang sangat tajam, perpecahan serta peperangan
politik yang tercatat dalam sejarah islam.
Terbunuhnya Utsman bin Affan telah menjadi
malapetaka besar atas umat islam, sebab sejak saat itu umat islam mulai
terpecah secara politis menjadi beberapa sekte. Perselisihan dan perpecahan
yang bermula pada masalah politik segera merambat ke bidang akidah.
b. Faktor Eksternal
1) Kepercayaan non Muslim,Problema akidah
merupakan konsekuensi logis dari meluasnya daerah dan kekuasaan islam.
Meluasnya daerah kekuasaan islam ini diikuti pula oleh banyaknya orang – orang non
muslim yang masuk islam. Tidak semua orang yang masuk islam itu dengan keikhlasan
hati, tetapi diantaranya mungkin ada yang karena terpaksa ataupun karena motif – motif lain.
Hal ini terbukti misalnya, setelah Rosulullah SAW wafat dan Abu Bakar baru saja
di bai’at muncullah orang – orang yang murtad dari islam, ada yang mengaku sebagai nabi.
2) Filsafat,Perkembangan ilmu
pengetahuan yang semakin maju mendorong dalam usaha penterjemahan buku – buku
filsafat ke dalam bahasa arab. Dalam usaha penterjemahan itulah diantaranya ada
yang memasukkan dan menyebarkan faham – faham filsafat mereka ke dalam agama islam dengan corak islami.
Orang – orang yahudi dan kristen berusaha menyerang islam dengan senjata
filsafat, bersamaan dengan itu kaum muslimin terdorong untuk mempelajari dan
mempergunakan filsafat di dalam usaha mempertahankan islam, khususnya bidang
akidah.
Filsafat sebagai salah satu faktor yang
turut melahirkan ilmu kalam, sekaligus juga turut membentuk, memberi corak dan
mewarnainya. Sebab di dalam ilmu kalam itu, Islam adalah sendinya, dengan AlQur’an sebagai
dalil Naqli yang pokok dari pada dalil aqli (filsafat). [3]
C.
SEJARAH ILMU TAUHID DARI MASA KE MASA
ü Perkembangan Ilmu Tauhid di Masa Nabi Muhammad
SAW
Masa Rasulullah SAW merupakan periode pembinaan aqidah dan peraturan
– peraturan
dengan
prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala masalah yang kabur
dikembalikan langsung kepada Rasulullah SAW, sehingga beliau berhasil
menghilangkan perpecahan antara umatnya. Masing –masing pihak tentu mempertahankan
kebenaran pendapatnya dengan dalil – dalil, sebagaimana telah terjadi dalam agama –agama sebelum
Islam. Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya
serta menghindari dari perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dalam
segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Allah SWT berfirman dalam QS
al-Anfal ayat 46,
ﻭﺍﻃﻴﻌﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ ﻭﻻ ﺗﻨﺎﺯﻋﻮﺍ
ﻓﺘﻔﺸﻠﻮﺍ ﻭﺗﺬﻫﺐ ﺭﻳﺤﻜﻢ ﻭﺍﺻﺒﺮﻭﺍ ﺍﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻊ ﺍﻟﺼﺎﺑﺮﻳﻦ
Artinya: “Dan taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi
gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar”.
Dengan demikian Tauhid di zaman Rasulullah
SAW tidak sampai kepada perdebatan dan polemik yang berkepanjangan, karena
Rasul sendiri menjadi penengahnya
ü Perkembangan Ilmu Tauhid di Masa Khulafaur
Rasyidin
Setelah
RasulullahSAW wafat, dalam masa khalifah pertama dan kedua, umat islam tidak
sempat membahas dasar– dasar akidah karena mereka sibuk menghadapi musuh dan berusaha
mempertahankan kesatuan dan kesatuan umat. Tidak pernah terjadi perbedaan dalam
bidang akidah. Mereka membaca dan memahamkan al Qur’an tanpa mencari ta’wil dari ayat
yang mereka baca. Mereka mengikuti perintah alqur’an dan mereka menjauhi larangannya.
Mereka mensifatkan Allah SWT dengan apa yang Allah SWT sifatkan sendiri. Dan
mereka mensucikan Allah SWT dari sifat-sifat yang tidak layak bagi keagungan
Allah SWT. Apabila mereka menghadapi ayat – ayat yang mutasyabihah mereka yang mengimaninya dengan menyerahkan penta’wilannya
kepada allah SWT sendiri.
Di masa khalifah ketiga akibat terjadi
kekacauan politik yang diakhiri dengan terbunuhnya khalifah Utsman. Umat Islam
menjadi terpecah menjadi beberapa golongan dan partai, barulah masing-masing
partai dan golongan-golongan itu dengan perkataan dan usaha dan terbukalah
pintu ta’wil bagi nas al Qur’an dan Hadits. Karena itu, pembahasan mengenai akidah mulai subur
dan berkembang, selangkah demi selangkah dan kian hari kian membesar dan
meluas.
ü Sejarah Pertumbuhan Aliran – Aliran Ilmu
Tauhid
Umar bin Khattab adalah sahabat Nabi yang
bergairah kepada Alqur’an dan lebih berpegang teguh kepadanya, yang oleh Nabi semasa
hidupnya pernah disebut sebagai orang yang paling mungkin menjadi utusan Tuhan,
seandainya Nabi sendiri bukan Rasul yang terakhir. Khalifah kedua ini oleh
mayoritas umat islam disepakati sebagai orang beriman yang paling berhasil.
Namun keadaan gemilang masa Umar itu tak berlangsung lama.
Utsman bin Affan, penggantinya selaku
khalifah ketiga, sekalipun banyak mempunyai kelebihan dan jasa di bidang lain,
namun dalam kepemimpinannya dicatat sebagai orang yang lemah. Mulailah
bermunculan berbagai tuduhan yang dialamatkan kepada Utsman sebagai bertindak
kurang adil dan menderita nepotisme. Utsman dihadapkan kepada berbagai gerakan
protes masyarakat, yang umumnya menghendaki turunnya Utsman dari kekhalifahan.
Sekelompok orang – orang dari Mesir datang ke Madinah, dan setelah tidak berhasil
memaksa Utsman turun dari jabatannya, mereka membunuh Khalifah ketiga itu.
Ali bin Abi Thalib terpilih sebagai
pengganti Utsman, tetapi pilihannya tidak mendapat suara bulat, ada kelompok
tertentu yang tidak setuju atas pengangkatan Ali. Kelompok pendukung Ali
dikenal dengan golongan Syi’ah. [4]
Sedangkan golongan yang terang – terangan
menentang Ali adalah kelompok Muawiyah. Sehingga perang pun tak terhindarkan
lagi yang dikenal dengan perang
Shiffin, yang berakhir dengan jalan
kompromi. Peristiwa itu menyebabkan sebagian pendukung Ali keluar dari kelompok
Ali.
Kemudian mereka bertindak sendiri dengan
membentuk golongan
Khawarij. Prinsip utama kaum Khawarij
bahwa, orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari islam atau
tegasnya murtad dan oleh karena itu wajib dibunuh.
Pernyataan itu ditentang oleh suatu
golongan yang dikenal dengan sebutan Murjiah.
Golongan murjiah yang prinsipnya “masih memberi
harapan” memang telah ada sebelum lahirnya Khawarij, tetapi dapat dikenal
setelah Khawarij melontarkan masalah status orang yang berdosa besar. Aliran
murjiah menegaskan bahwa orang yang berbuat besar tetap masih mukmin dan bukan
kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, terserah kepada Allah SWT untuk
mengampuni atau tidak.
Oleh karena itu
muncul berbagai aliran lagi yang menambah
deretan sekte dalam islam yaitu
Qadariyah dan Jabariyah.
Menurut Qadariyah manusia mempunyai
kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Sedangkan jabariyah berpendapat
bahwa manusia tidak mempunyai kehendak dalam perbuatannya. Manusia dalam segala
tingkah lakunya bertindak dengan paksaan dari Tuhan.
Aliran itulah yang menjadi terbentuknya
aliran
Mu’tazilah. Aliran ini tidak sependapat dengan prinsip khawarij dan
murjiah. Menurut aliran mu’tazilah ini orang yang berdosa besar bukan kafir tetapi bukanpula
mikmin. Orang yang serupa dengan ini kata mereka mengambil posisi diantara
kedua posisi mukmin dan kafir yang dalam bahasa arabnya terkenal dengan istilah
al-manzilah bainal manzilataini (posisi diantara dua posisi).
Aliran mu’tazilah pada masa ketika al-Makmun, al-watsiq, dan
al-Mu’tashim menjadi khalifah, umat
islam yang tidak sepaham dengan mu’tazilah
mendapatkan perlakuan yang menyakitkan, yang dikenal dengan mihnah.
Keresahan dan ketakutan masyarakat akibat
mihnah tadi mendorong al-Asy’ari untuk segera bertindak, mengatasi dan mengakhirinya.
Al-Asy’ari menempuh sistem jalan tengah
antara akal dan wahyu. Sikap inilah yang kemudian memberi ciri khusus mazhab
Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Pikiran – pikirannya yang timbul denga jalan tengah dan moderat, maka aliran
ini tumbuh menjadi kekuatan yang paling berpengaruh bagi umat islam diseluruh
dunia hingga saat ini.
Kemudian hampir bersamaan waktunya dengan
Asy’ariyah muncul aliran Maturidiyah, yang dibangun oleh Abu Mansur
Al-Maturidi. Menurutnya semua perbuatan manusia adalah dikehendaki oleh Tuhan.
Dan perbuatan – perbuatan yang jahat tidaklah diiringi oleh ridha tuhan. Sekalipun
aliran Maturidiyah dan aliran Ahlus Sunnah Wal Jamaah nampak ada perbedaan
pandangan, namun keduanya memiliki kesamaan dalam hal membangun teologi yang
benar menurut Al-Qur’an dan Hadits.[6]
PENUTUP
Simpulan
ü Ad din
menurut Ibnu Faris adalah pasrah, menyerah, tunduk,perhitungan.Sedangkan dalam
istilah melayu,(nakirah) suatu cara hidup,(makrifat)cara hidup yang
sudah diterapkan Alloh. Dalam
KBBI kata Din merupakan kata benda yang berarti "agama". Kata Ad-Din
mempunyai arti perhitungan (al-hisab), pembangkitan (al-ba`ts), pembalasan
(al-jaza), ketetapan (al-qodho), ganjaran (ats-tsawab), siksaan (al-iqob).
ü Sejarah
risalah tauhid,awal pertama kali muncul pada masa nabi adam yang mana tauhid
itu sendiri merupakan jalan menuju ke Alloh.
ü Risalah tauhid
dari masa kemasa:
·
Perkembangan
di Masa Nabi Muhammad SAW, periode pembinaan aqidah dan peraturan – peraturan dengan prinsip kesatuan dan kedaulatan islam.
Dengan demikian Tauhid di zaman Rasulullah SAW tidak sampai
kepada perdebatan dan polemik yang berkepanjangan, karena Rasul sendiri menjadi
penengahnya.
·
Perkembangan pada khulafaur rasyiddin,di masa kolifah pertama dan kedua
tidak sempat membahas akidah akidah karena sibuk memerangi musuh dan berusaha
mempertahankan kesatuan islam.Sedangkan pada kholifah ketiga mulai kacau
politik islam dengan terbunuhnya Ustman bin affan Karena itu, pembahasan
mengenai akidah mulai subur dan berkembang, selangkah demi selangkah dan kian
hari kian membesar dan meluas.
ü Faktor
internal risalah tauhid:
Al quran
Kaum muslim
Politik
ü Faktor
eksternal risalah tauhid:
Kepercayaan non muslim
Filsafat
DAFTAR PUSTAKA
Mufid, Fathul, Ilmu Tauhid / Kalam,
(Kudus : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri,
2009).
Hanafi, Ahmad, Pengantar Theology Islam,
(Jakarta : PT. Al Husna Zikra, 1995).
Nasution, Harun, Muhammad Abduh dan Teologi
Rasional Mu’tazilah, (Jakarta : Universitas Indonesia UI-Press, 1987).
Hanafi, Ahmad, Theology Islam (Ilmu kalam),
(Jakarta : Bulan Binta
ng, 1974).
Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran – Aliran Sejarah
Analisa Perbandingan, (Jakarta : Universitas Indonesia UI-Press, 1986).
Rais, Amien, Tauhid Sosial, (Bandung :
Mizan, 1998).
Abduh, Syekh Muhammad, Risalah Tauhid,
(Jakarta : Bulan Bintang, 1974).
[1] Syekh Muhammad Abduh, Risalah Tauhid,
Bulan Bintang, Jakarta, 1974, hal. 4
[2] Fathul Mufid, IlmuTauhid/Kalam, Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri, Kudus, 2009, hal. 3
[3] Fathul Mufid, IlmuTauhid/kalam, Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri, kudus 2009, hal. 6
[4] Fathul Mufid, IlmuTauhid/kalam, Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri, kudus 2009, hal. 12
[5] Harun Nasution, Teologi Islam,
Universitas Indonesia (UI Press),
Jakarta 1986, hal. 7
[6] Fathul Mufid, IlmuTauhid/kalam, Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri, kudus 2009, hal. 14
Sejarah pertumbuhandan perkembangantauhid
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Tauhid adalah permulaan aqidah bagi umat
Islam yang terpenting, yaitu meyakini akan Keesaan Allah SWT. Tauhid adalah
awal dari dakwah Rasul kapada kaumnya, sejak dari nabi pertama Adam as. sampai
nabi terakhir Nabi Muhammad SAW. tauhid adalah sebagai jalan pertama dan tempat
pertama bagi orang yang menuju Allah Ta’ala.
Kita sebagai umat Islam sangatlah perlu
mengetahui berbagai macam ilmu agama, seperti Ilmu Tauhid yang bisa disebut
juga dengan Aqidah, Ilmu Kalam dan Ilmu Ushuluddin. Dan disini kita akan
membahas tentang sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Tauhid dari masa
kemasa, sehingga pemuda Islam dapat mengetahui sejarahnya.
B. Rumusan Masalah.
1. Bagaimanakah sejarah lahirnya
IlmuTauhid?
2. Bagaimanakah sejarah ketauhidan dari
masa kemasa?
3. Apa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
Ilmu Tauhid menjadi Ilmu Kalam?
4. Bagaimanakah sistem mutakallimin dalam
membahas permasalahan-permasalahan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lahirnya Ilmu Tauhid.
Ilmu tauhid berawal dari suatu peristiwa
seperti yang dijelaskan pada hadits berikut ini:
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻣُﺴَﺪَّﺩٌ ﻗَﺎﻝَ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺇِﺳْﻤَﺎﻋِﻴﻞُ
ﺑْﻦُ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﺃَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﺃَﺑُﻮ ﺣَﻴَّﺎﻥَ ﺍﻟﺘَّﻴْﻤِﻲُّ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﺯُﺭْﻋَﺔَ ﻋَﻦْ
ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻗَﺎﻝَ
ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ
ﺑَﺎﺭِﺯًﺍ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻓَﺄَﺗَﺎﻩُ ﺟِﺒْﺮِﻳﻞُ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻣَﺎ ﺍﻟْﺈِﻳﻤَﺎﻥُ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﺈِﻳﻤَﺎﻥُ
ﺃَﻥْ ﺗُﺆْﻣِﻦَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻣَﻠَﺎﺋِﻜَﺘِﻪِ ﻭَﻛُﺘُﺒِﻪِ ﻭَﺑِﻠِﻘَﺎﺋِﻪِ ﻭَﺭُﺳُﻠِﻪِ ﻭَﺗُﺆْﻣِﻦَ
ﺑِﺎﻟْﺒَﻌْﺚِ [1]
Pada suatu hari Nabi SAW muncul atau tampak
dikalangan orang-orang ketika itu datang kepadanya malaikat Jibril menjelma
menjadi seorang laki-laki yang putih bajunya, rambutnya hitam, tak ada
tanda-tanda dia seorang musafir, dan tak ada yang mengenalnya. Lantas duduk
didekat Nabi dan lututnya dekat dengan lutut Nabi, serta tangannya diletakkan
dipaha Nabi SAW, dan bertanya kepada Nabi:”Apakah yang disebut iman?” Maka Nabi
berkata: “Iman adalah percaya kepada Allah dan kepada malaikat-Nya dan kepada
Kitab-kitab-Nya dan kepada Rasul-Rasul-Nya dan percaya kepada kepada Qadar baik
dan buruknya. Dan laki-laki itu berkata: “Benarlah engkau.”[2]
B. Ketauhidan Dari Masa Kemasa.
a) Tauhid pada masa Rasulullah.
Periode pertama ialah periode Makah dimana
Nabi SAW menyeru kepada kaumnya selama tiga tahun secara individu kepada
tauhid. Nabi SAW menghadapkan pandangan kaumnya kepada alam dan Penciptanya.
Sesudah tiga tahun lamanya barulah Nabi SAW mendapat wahyu untuk mendakwahkan
agama secara terang-terangan di hadapan umum. Allah berfirman:
÷íy‰ô¹$$sù $yJÎ/ ã�tB÷sè?
óÚÌ�ôãr&ur Ç`tã
tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÒÍÈ
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (Q.S. Al
Hijr: 94)[3]
Tiga belas tahun lamanya Nabi SAW
menanamkan tauhid dan aqidah ke dalam jiwa umat, karena aqidah adalah dasar
tegaknya bangunan agama. Hanya sedikit saja hukum-hukumyang disyari’atkan dalam
periode Makkah ini. Dan Al Qur’an yang diturunkan dalam periode inipun kurang dari 2/3 jumlah
seluruhnya. Karena itu dalam surat Makkiyah tidak terdapat ayat-ayat hukum
seperti surat Yunus, Ar Ra’du, Ya Sin dan Al Furqan. Kebanyakan ayat-ayat Makkiyah adalah
berisikan hal-hal yang mengenai aqidah kepercayaan, akhlaq dan sejarah.
Pada periode kedua ialah di Madinah, yakni
masa Nabi telah berhijrah ke Madinah, dan Nabi menetap di Madinah selama 10
tahun dari mulai Hijrah sampai wafatnya.
Dalam masa inilah umat Islam berkembang
dengan pesatnya dan pengikutnya terus menerus bertambah. Mulailah Nabi
membentuk suatu masyarakat Islam yang menpunyai souvereignity yang gilang
gemilang. Karena itu timbullah keperluan untuk mengadakan syariat dan
peraturan-peraturan, karena masyarakat membutuhkannya, untuk mengatur
perhubungan antara anggota masyarakat satu dengan lainnya, baik dalam masa
damai atau perang.
Karena itulah surat-surat Madaniyah,
seperti surat Al Baqarah, Ali Imran, An Nisa’, Al Maidah, Al Anfal, At Taubah,
An Nur, Al Ahzab, banyak mengandung ayat-ayat hukum di samping mengandung
ayat-ayat aqidah, akhlak, sejarah dan lain-lain.[4]
b) Tauhid pada masa Khulafa al-Rasyidin.
Upaya Nabi dalam berjihad dan aktif
mengembangkan masyarakat yang baru dibentuknya di pusat kota Madinah diteruskan
oleh para penggantinya, yaitu Khulafa’ al-Rasyidin yang memandang posisi dan jabatan kenegaraan sebagai
medan paling mulia untuk beramal saleh demi kejayaan agama dan umat manusia,
bukan untuk kepentingan pribadi dan golongan ataupun keluarga. Kepentingan
agama dan umat manusia di atas segalanya. Dan lebih utama lagi pada periode Madinah
ini (Nabi dan Khulafa’ al-Rasyidin) dijiwai oleh ajaran Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan
Sunnah, sehingga Al Qur’an dikaji secara langsung dan dihayati, maka pemikiran dan
pengamalan Islam berkembang secara harmonis, yakni terjadinya perkembangan
secara serentak antara iman, Islam dan ihsan. Iman memancarkan cahaya Islam dan
ihsan secara bersama. Pengamalan Islam dilandasi oleh keyaqinan agama dan
pancaran moralitas Islam (ihsan). Namun setelah pemerintahan pindah ke
Damaskus, Cordova, kemudian Bagdad terjadi perkembangan pemikiran Islam yang
berat sebelah, yaitu mulai tumbuh pemikiran murni yang melepaskan diri dari
perasaan keagamaan ke arah pengutamaan legalisme dan formalisme yang
memunculkan Ilmu Kalam dan Fiqh. Sehingga pemahaman agama berubah menjadi “parsial”. Mungkin
orang mengetahui Fiqh, namun tidak mengetahui Ilmu Kalam, Tasawuf, atau
sebaliknya.[5]
c) Tauhid pada masa Bani Umaiyah.
Mulai pemerintahan Mu’awiyah hingga
awal abad kedua hijriyah adalah masa sahabat kecil dan tabi’in besar. Masa
ini dimulai dari tahun jamaah, yakni tahun 41 H yang pada tahun ini umat Islam
bersatu (kecuali Khawarij dan Syi’ah) untuk mengakui khalifah Mu’awiyah, setelah Hasan dengan ikhlas
turun dari pewaris tahta kekhalifahan, dengan demikian tegaklah Daulah Umawiyah,
Bani Umayyah.[6]
Pada masa ini muncul ide untuk membukukan
hadits yang sebenarnya telah menjadi pikiran Umar ibn Khattab diwaktu beliau
memegang kendali khalifah. Akan tetapi beliau tidak melaksanakan ide itu. Pada
masa ini pembukuan hadits oleh Umar ibn Abdul Aziz (101 H) dimulai. Ini
disebabkan karena pada masa beliau ini banyak tersebar hadits-hadits maudlu’ sedang para
sahabat dan para tabiin telah tersebar keberbagai kota Islam. Maka pada masa
akhir pemerintahannya kira-kira 1 tahun sebelum beliau wafat, timbullah ide
mengumpulkanAl Hadits dalam sebuah kitab dan membagi naskah-naskah kitab itu
keberbagai kota Islam, agar dapat dihindari perselisihan atau anggapan
mengecilkannya.
Beliau menyuruh Abu Bakar ibn Ham, gubernur
Madinah untuk melaksanakan cita-citanya itu. Beliau berkata:
ﺍُﻧْﻈُﺮْ ﻣَﺎ ﻛﺎَﻥَ ﻣِﻦْ ﺣَﺪِﻳْﺚِ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ
ﺹ ﻡ ﺃَﻭْ ﺳُﻨَّﺘِﻪِ ﻓَﺎﻛْﺘُﺒْﻪُ ﻓَﺎِﻧِّﻰ ﺧِﻔْﺖُ ﺩُﺭُﻭْﺱَ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﻭَﺫِﻫَﺎﺏَ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ
“ Perhatikan hadits-hadits Rasulullah atau sunnahnya lalu tuliskanlah
karena aku khawatir akan hilangnya ilmu dan meninggalnya para ulama’.”
Akan tetapi sebelum ide ini dapat
dilaksanakan dengan baik, beliau telah kembali ke rahmatullah.
Khalifah-khalifah penggantinya tidak meneruskan ide ini.[7]
Lalu pada masa ini muncul kelompok-kelompok
Islam dan madzhab kalamiyah. Salah satu faktor munculnya kelompok-kelompok
Islam dan madzhab kalamiyah adalah gerakan penerjemahan. Sesungguhnya tarjamah
mempunyai pengaruh yang besar dalam menyebarkan pemikiran filsafat pada
seperempat pemerintahan Islam. Dan dari gerakan tarjamah lalu muncul
kelompok-kelompok Islam yang terpengaruh oleh filsafat yang masuk ke dalam
Islam.
Gerakan tarjamah dimulai pada zaman Raja
Mubakir oleh orang-orang ahli tarjamah dari negara Nasroni yang didatangkan
oleh Kholid ibn Yazid ibn Mu’awiyah yang terjadi pada seperempat kurun pertama hijriyah. Lalu
tarjamah berlangsung dan terus menjadi bentuk yang tidak disusun sampai zaman
Bani Abbasiyah yang mungkinmemperhatikan tarjamah.[8]
d) Tauhid pada masa bani Abbasiyah
Khalifah-khalifah Abbasiyah yang bertindak
atas nama agama dan untuk agama, menganjurkan kepada para ulama’ supaya
menyusun kitab. Karena itu bergeraklah para ulama mengumpulkan hadits, membahas
sanadnya, meneliti riwayat-riwayatnya, sebagaimana mereka berusaha membukukan
fiqh (hukum Islam), ushulnya, tafsir, qira’at, ilmu kalam, ilmu balaghah,
falsafah dan mantiq. Dan pada ketika itu pesatlah usaha terjemah. Bahkan dimasa
itu para ulama mempelajari pula agama-agama lain.[9]
Daulat Abbasiyah mengerti akan jasa-jasa
dan pengorbanan yang diberikan oleh bangsa Persia dalam menegakkan kerajaan
mereka dan menggulingkan kerajaan Bani Umaiyah. Untukitu mereka menyediakan
jabatan-jabatan tinggi bagi orang-orang Persia, di antaranya jabatan Mentri dan
jabatan Wakil Mentri, walaupun kebanyakan orang-orang Persia itu tidak mengerti
masalah-masalah agama. Di antara orang-orang Persia yang diberi kedudukan atau
jabatan-jabatan tinggi itu, terdapat pengikut-pengikut madzhab al-Manawy dan
Yazidiyah, serta orang-orang yang tidak menganut agama sama sekali. Dengan kedudukan
dan jabatan yang mereka pegang, orang-orang Persia itu mendapat kesempatan luas
dan leluasa untuk menghembuskan buah pikiran mereka, baik dangan cara halus
atau terus terang, agar orang tertarik dengan buah pikiran mereka, dan kemudian
mengekor kepadanya. Akibatnya lahirlah kekafiran dan muncullah tokoh-tokoh kaum
zindik (sesat), hingga datang pula Khalifah al-Mansur, yang memerintahkan
supaya menerbitkan buku-buku baru guna membukakan tabir kegelapan itu dan
membatalkan segala pendapat yang diindoktrinasikan selama ini.
Sekitar masa inilah tumbuhlah Ilmu Tauhid,
tetapi belum begitu sempurna berkembang dan belum begitu tinggi mutunya. Dan
mulailah pembicaraan tentang Ilmu Kalam, yakni dengan menghubungkannya dengan
pokok pemikiran tentang kejadian alam, sesuai dengan ketentuan Al Qur’an tentang
hal itu. Kemudian timbullah masalah yang menimbulkan bencana (fitnah), yaitu
masalah tentang kejadian Al Qur’an. Apakah Al Qur’an itu makhluk atau barang yang azali yang tidak ada permulaan.
Pendirian yang pertama dikuatkan oleh
segolongan dari khalifah-khalifah Abbasiyah (Al Makmun dan Muktazilah), sedang
keyakinan yang kedua, yakni yang mengatakan bahwa Al Qur’an itu azali,
dipegang teguh oleh kelompok-kelompok yang bersandar kepada nas-nas Al Qur’an dan Sunnah
Rasul, atau oleh mereka yang menjaga dirinya untuk berbicara tentang hal-hal
yang mugkin membawa bid’ah (termasuk Imam Ahmad Ibn Hambal). Oleh karena perbedaan pendapat
yang seperti itu, mengalir pulalah darah dengan cara yang tidak wajar dan
banyak pulalah ahli-ahli ilmu dan orang-orang yang takwa mendapat bencana.
Begitulah keadaannya, orang-orang melanggar batas-batas agama dengan memakai
nama agama itu sendiri.[10]
e) Tauhid pasca Bani Abbasiyah
Pada khalifah Al Mutawakkil (234 H)
membatalkan pernyataan bahwa Al Qur’an adalah makhluk dan melawan muktazilah. Maka terbebaslah para ahli
Hadits, para ulama dan umat Islam dari penyiksaan yang dilakukan oleh khalifah
Al Makmun dan Muktazilah. Lalu pada tahun 334 H muncullah Aqidah Al Asy’ariyah yang
dipeloori oleh Abu Hasan Al Asy’ari.
Secara historis dapat diketahui bahwa kaum
Hanbaliah merupakan kelompok yang paling keras menolak kehadiran ilmu kalam
(Teologi) dalam sistem ajaran Islam.
Pada umumnya kaum Hanbaliah melihat
problematika ilmu kalam (teologi) yang terpenting adalah terletak pada metode
argumentasinya yang tidak sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan Sunnah karena menggunakan
metode dialektis dan rasional, yang pada dasarnya pinjaman dari luar,
khususnyafilsafat Yunani.
Pandangan ini disanggah oleh kaum
Mutakallimin, terutama oleh Al-Asy’ari. Menurut al-Asy’ari, Nabi Muhamamd memang tidak merumuskan ilmu kalam (teologi),
tetapi dasar-dasar pemikiran dalam ilmu kalam (teologi) yang dikembangkan kaum
Mutakallimin terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah.
Kaum Mutakallimin mempunyai pandangan bahwa
metode dan teori rasional-lah yang dapat menghasilkan pengetahuan yang benar,
oleh karena itu mempelajarinya merupakan suatu keharusan (wajib). Pandangan dan
anggapan inilah, kata Ibnu Taimiyyah yang membuat kaum Mutakallimin mengklaim
bahwa metode kalam yang mereka sodorkan adalah satu-satunya metode yang absah,
tepat untuk menjelaskan ushul al-din, dan oleh karena itu pula mereka
menganggap ilmu kalam (teologi) yang mereka kembangkan menempati posisi penting
dalam sistem ajaran Islam.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Ilmu Tauhid Menjadi Ilmu Kalam.
Ilmu Tauhid dinamakan juga dengan Ilmu
Kalam karena adakalanya masalah yang paling mashur dan banyak menimbulkan
pebedaan pendapat di antara ulama-ulama kurun pertama, yaitu: “apakah Kalam
Allah (wahyu) yang dibacakan itu baru atau
kadim?”. Dan adakalanya karena Ilmu Tauhid
itu dibina oleh dalil akal (rasio), di mana bekasnya nyata kelihatan dari
perkataan setiap para ahli yang turut berbicara tentang ilu itu. Namun begitu
amat sedikit sekali orang yang mendasarkan pendapatnya kepada dalil naqal (Al
Qur’an dan Sunnah Rasul), kecuali setelah ada ketetapan pokok pertama
ilmu itu, kemudian orang berpindah dari sana kepada membicarakan masalah yang
lebih menyerupai cabang (furu’), sekalipun cabang itu oleh orang yang datang kemudian telah
dianggap pula sebagai suatu masalah pokok.
Di samping itu ada pula suatu sebab lain
yang menyebabkan Ilmu Tauhid dinamakan dengan Ilmu Kalam, ialah karena dalam
memberikan dalil tentang pokok (usul) agama lebih menyerupai logika (mantiq),
sebagaimana yang biasa dilalui oleh para ahli pikir dalam menjelaskan seluk
beluk hujjah tentang pendiriannya. Kemudiandiganti orang Mantiq dengan Ilmu
Kalam, karena pada hakikatnya adalah berbeda.[11]
D. Sistem Mutakallimin Dalam Membahas
Permasalahan Islam.
Dalam membahas masalah metode berfikir
keislaman, harus berpangkal dari awal perkembangan Islam itu sendiri, sehingga
dapat memberikan gambaran dibandingkan dengan masa-masa sesudahnya yang senantiasa
timbul permasalahan baru yang belum terdapat masa Nabi Muhammad SAW masihhidup.
Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, jika
timbul permasalahan baik soal ibadah maupun sosial, langsung dapat dinyatakan
kepada Nabi tentang cara mengatasi dan menyelesaikannya. Dalam keadaan demikian
biasanya turun wahyu, jika tidak turun wahyu Nabi menyelesaikannya dengan
pendapatnya, dan kadang dimusyawarahkan dengan para sahabatbya.
Setelah Nabi wafat, jika timbul
permasalahan baru, maka para sahabat yang menjadi panutan umat mencari
penyelesaian dalam Al Qur’an dan Hadits yang memiliki otoritas dan menjadi pegangan kaum
muslimin.
Apabila dalam Al Qur’an ataupun
Hadits tidak ditemukan penyelesaiannya maka maka sahabat melakukan ijtihad.
Ijtihad pada masa Nabi memang belum berkembang, namun Nabi tidak melarang atas
jawaban Mu’adz ibn Jabal ketika akan diutus ke Yaman untuk memberikan hukumyang
mengatakan dengan ijtihad (ajtahidu bi al-ra’yu) jika tidak ditemukan dalam Al
Qur’an maupun Hadits. Hal ini menunjukkan jawaban atas berbagai masalah
yang timbul sesuai dengan kondisi dan situasi yang berkembang merupakan
tuntutan agama, termasuk dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. Bahkan
dalam ayat-ayat Al Qur’an sering menggunakan ungkapan “apakah kamu tidak berfikir?”, “apakah kamu
tidak berakal?”, “apakah kamu tidak memperhatikan?”, dan sebagainya.
Masalah ijtihad, mulai berkembang dan
sangat diperlukan pada masa Khulafa al-Rasyidin, seperti pengangkatan Abu Bakar
sebagai khalifah pertama pengganti Nabi, juga ketika Abu Bakar memutuskan untuk
memerangi umat Islam yang tidak mau membayar zakat, Umar ketika memutuskan
tidak memotong tangan bagi seorang pencuri dan sebagainya. Kemudian pada masa
pemerintahan Bani Umayyah, karena adanya kebutuhan-kebutuhan riil untuk mengatasi
persoalan-persoalan umat makin menyuburkan perkembangan ijtihad dan lebih subur
lagi pada zaman kebesaran Bani Abbasiyah dengan ibu kota kerajaannya di
Baghdad. Bahkan di kerajaan Islam di wilayah barat, yaitu Cordova juga menjadi
pusat munculnya ulama mujtahid sebagaimana di Baghdad.
Maka apabila timbul permasalahan di
kalangan kaum muslimin, baik permasalahan ibadah maupun sosial, mereka
menyelesaikannya berdasarkan Al Qur’an dan Hadits. Tetapi apabila penyelesaiannya tidak terdapat pada
kedua sumber itu, maka mereka menggunakanra’yu (ijtihad).[12]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.
Sejarah lahirnya Ilmu Tauhid dari zaman
Nabi Adam as. sampai pada Nabi Muhammad adalah ilmu yang berisi tentang keesaan
Allah SWT. Ilmu Tauhid bersumber dari Al Qur’an dan Hadits sebagai rujukan bila
terjadi permasalahan terjadi persoalan pada umat Islam.
Dalam mempelajari sejarah Ilmu Tauhid ini
kita tidak hanya membahas Ilmu Tauhid saja, karena sesungguhnya Ilmu Tauhid
adalah cabang ilmu dari Syara’, yang mencakup Aqidah, Ahkam dan Akhlaq. Maka untuk mengetahui
perkembangan IlmuTauhid kita juga harus mempelajari sejarah perkembangan Syara’ agar tidak
menemui sejarah yang buntu.
DAFTAR PUSTAKA
H. Ghazali Munir M.A. Dr., Ilmu Kalam
Pemikirandan Kehidupan, Semarang: Rasail, 2008.
Syekh Muhammad Abduh, terjemah K.H. Firdaus
A.N., Risalah Tauhid, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
M. hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar IlmuFiqh,
Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
……, Al ‘Aqidah Wal Akhlaq 3, Departemen Agama RI, 1998-1999.
Syekh Imam Khafid Abu Abdillah Muhammad ibn
Isma’il ibn Ibrahim ibn Al Mughirah Al Bukhari, Fathul Bari Li Ibn Hajar
(Maktabah Syamilah).
H. Abu Bakar J. Seluk Beluk Agama 1, Medan:
Saiful, 1971
[1] Syekh Imam Khafid Abu Abdillah Muhammad
ibn Isma’il ibn Ibrahim ibn Al Mughirah Al Bukhari, Fathul Bari Li Ibn Hajar,
hlm. 87.
[2] H. Abu Bakar J. Seluk Beluk Agama
1,(Medan: Saiful, 1971), hlm. 7.
[3] M. hasbi Ash Shiddieqy,
Pengantar Ilmu Fiqh (Jakarta: Bulan
Bintang, 1987), hlm. 39.
[4] M. hasbi Ash Shiddieqy,
Pengantar Ilmu Fiqh (Jakarta: Bulan
Bintang, 1987), hlm. 34-35.
[5] Dr. H. Ghazali Munir M.A.,
IlmuKalam Pemikirandan Kehidupan (Semarang:
Rasail, 2008), hlm. 8.
[6] Ibid, hlm.53.
[7] M. hasbi Ash Shiddieqy,
Pengantar Ilmu Fiqh (Jakarta: Bulan
Bintang, 1987), hlm. 140-141
[8] ……, Al ‘Aqidah Wal Akhlaq 3 (Departemen
Agama RI, 1998-1999), hlm. 18.
[9] ibid, hlm. 141.
[10] Syekh Muhammad Abduh, terjemah K.H.
Firdaus A.N.,
Risalah Tauhid (Jakarta: Bulan Bintang,
1992), hlm. 11-12.
[11] Syekh Muhammad Abduh, terjemah K.H.
Firdaus A.N., Risalah Tauhid (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 3-4.
[12] Dr. H. Ghazali Munir M.A., Ilmu Kalam
Pemikiran dan Kehidupan (Semarang: Rasail, 2008), hlm. 8.
A. Lahirnya Tauhid
Secara etimologis, tauhid berarti Keesaan.
Maksudnya, ittikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa, Tunggal, Satu.
Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yanag digunakan dalam bahasa
Indonesia, yakni “keesaan Tuhan”; mentauhidkan berarti mengakuikeesaan Allah SWT.
Sejarah menunjukkan bahwa pengertian
manusia terhadap tauhid itu sudah tua sekali, yaitu seajk diutusnya Nabi Adam
a. s. Adam mengajarkan tauhid kepada anak cucunya. Mereka taat dan tunduk
kepada ajaran Adam yang mengesakan Allah. Tegasnya sejak permulaan menusia
mendiami bumi ini, sejaknitu telah diketahui dan diyakini adanya dan Esanya
Allah pencipta alam. Hal ini seperti firman Allah dalam Q.S: Al-Anbiya’:25 ; “Dan tidaklah
kami mengutus sebelum engkau seorang Rasulpun mekainkan kami wahyukan kepadanya
: bahwasanya tiada Tuhan yang sebenarnya disembah melainkan Aku, maka sembahlah
Aku.”
Semua Nabi mulai nabi Adam sampai nabi
Muhammad mengajar dan memimpin umat untuk meyakinkan bahwa yang menjadikan alan
semesta ini adalah Tunggal, Esa, yaitu Allah SWT. Demikianlah adanya garis
lurus sejak nabi Adam sampai kepada nabi Muhammad yang meyakini dan mempercayai
suatu keyakinan dan kepercayaan yang tunggal tentang sifat dan dzat pencipta
alam yaitu Allah SWT.
Sumber :
http//memetkoplak.wordpress.com/2012/04/21/sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan-ilmu-tauhid/
Sejarah Ketauhidan Sejak Nabi Adam a.s
Adam adalah nenek moyang manusia yang
pertama. Sejarah tentang Tauhid dimulai sejak diutusnya nabi adan a.s oleh
Allah untuk mengajarkan ketauhidan yang murni kepada anak dan cucunya. Ajaran
adan tentang tauhid yaitu tentang keesaan Allah SWt. Emenjak itulahmanusia
telah mengetahui dan meyakinitentang adanya keesaan Allah sebagai pencipta alam
semesta ini. Umat manusia yang telah dibuka hatinya oleh Allah menerima hakikat
hidup itu, menerima dan mematuhiajaran nabi adam.
Akan tetapisetelah nabi Adam wafat, umatpun
kehilangan pembimbing. Merekapun mulai menyimpang dari ajaran semula dan
meninggalkan sedikit demi sedikit ajarannya sehingga tersesat dari jalan lurus
dan kehidupan merekapun menjadi kacau.
Untukitu Allah mengutus para nabi dan rasul
untuk memberikan petunjuk kepada umat manusia. Nabi Nuh seorang bapak atau
nenek moyang umat manusia yang kedua. Diutus sebagai pemimpin dan pengatur
manusia yang kacau porak poranda setelah ditinggalkan oleh nabi Adam. Sebelum
nabi Nuh pun telah diutus nabi-nabi yang ditugaskan untuk mneruskan ajaran nabi
adam. Setelah nabi Nuh wafat manusia kembali kehilangan pmimpin dan
pengatuturnya menjadi kacau balau sampai diutusnya Nabi Ibrahim oleh Allah.
Selain mengajarkan Tauhid dan kepemimpinan beliaulah yang mula-mula membawa dan
mengajarkan syari’at.
Periode antara nabi Ibrahim dan nabi
Muhammad masih banyak lagi nabi yang diutus oleh Allah untuk menjaga ketauhidan
dikalangan umat manusia, agar tidak terkikis dari sanubari manusia. Diantara
nabi-nabi itu ialah nabi Luth, nabi Ismail, nabi Ishaq, nabi Ya’qub, nabi
nabi Yusuf, nabi Musa, nabi Harun, nabi Yusa’, nabi daud, nabi sulaiman, nabi
Hud, nabi Saleh, nabi Syu”aib, nabi zakariya, nabi Yahya, nabi ayub, nabi Zulkifli, nabi isa
dan nabi Muhammad SAW.
Diantara nabi yang dua puluh lima itu ada
lima nabi yang dijuluki Ulul Azmi yaitu nabi Nuh, nabi Ibrahim, nabi Musa, nabi
Isa dan nabi Muhammad. Semua nabi-nabi itu mengajarkan kepada umatnya untuk
mentauhidkan dan meyakini bahwa yang menjadikan alam semesta ini adalah Allah
SWT.
Nabi Musa diutus Allah untuk mengajarkan
ketauhidan. Allah menurunkan kitab taurot secara sekaligus kepada nabi Musa.
Taurat mengandung syariat atau peraturan-peraturan Allah yang diturunkan kepada
nabi Musa untuk diamalkan dan berpegang teguh padanya. Syariat itu telah
dijalankan oleh umat nabi Musa semasa nabi Musa masih hidup. Akan tetapi
setelah nabi Musa wafat orang Yahudi lama kelamaan menyimpang dari kitab taurat
sehingga menyebabkan kerusakan.pada masa bani israil ditinggalkan nabi Musa ada
perselisihan dan perubahab-perubahan dan penyimpangan-peyimpanganyang dilakukan
oleh sebagian mereka. Nabi isapun diutus oleh Allah seabgai pendamai dan
mengembalikan pada ajaran yang semula, yaitu keesaan Allah.
Nabi isa mengajarkan ketauhidan dengan
berdasarkan pada kitab yang telah diturunkan kepadanya yaitu kitab injil. Dalam
kitab injil terkandung nasihat-nasihat petunjuk-petunjuk terhadap orang-orang
yang mengimaninya. Nabi Isa secara terus menerus menyiarkan agama tauhid serta
mendamaikan umat-umatnya walaupun mendapat rintangan-rintangan dari bani
israil. Dengan kebencian-kebencian umat Yahudi mereka berniat membunuh Nabi
Isa. Akan tetapi Allah menyelamatkan nabi Isa dengan menyamarkan orang Yahudi.
Orang yahudi menangkap salah seorang dari mereka yang telah diubah wajahnya
mirip dengan Nabi Isa. Nabi isapun diangkat oleh Allah
Setelah ditinggalkan nabi Isa (menurut
kepercayaan orang-orang Nasrani),sedikit demi sedikit mulai berubah
ketauhidannya sehingga umat menyimpang dari ajaran semuladan terlepas dari
dasar-dasar ketuhidan yang murni. Adapun operubahan yang terjadi :
1. Segolongan orang Nasrani yang diketahui
oleh Paulus sebagai kepala agama di intokia (syiria) memegang sungguh-sungguh
ketauhidan yang murni. Mereka berpendapat bahwa Isa itu seorang hamba dan
pesuruh Allah sebagai juga rasul yang lain.
2. Golongan Arius, yaitu golongan Nasrani
pengikut aliran “arius” seorang pendeta di Iskandariah. Ia masih berpegang teguh pada
ketauhidan yang sebenarnya. Ia berpendapat bahwa isa hamba Allah. Akan tatapi
ia menambahi bahwa Isa “kalimah Allah” dari situlah mulai ada bayangan yang mengarahkan Isa itu Tuhan.
3. Golongan parpani. Golongan ini
berpendapat bahwa Isa dan ibunya adalah Tuhan. Demikian inilah keadaan nasarani
yang dating kemudian. Mereka menganggap bahwa Tuhan itu menjadi tiga. Dan
hamper semua orang mempercayai bahwa Tuhan itu terdiri dari 3 oknum . ketiga
oknum itu sebenarnya satu juga yaitu Bapa, anak dan Ruhul kudus. Tiga adalah
satu, satu adalah tiga.
C. Sejarah Ketauhidan masa RosulullohSAW
Masa Rasululloh SAW merupakan periode
pembinaan aqidah dan peraturan-peraturan dengan prinsip kwesatuan umat dan
kedaulatan Islam. Segala masalah yang kabur dikembalikan langsung kepada
Rasulullah sehingga beliau berhasil menghilangkan perselisihan antara umatnya.
Masing;masing pihak tertentu mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan
dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi dalam agama-agama sebelum Islam.
Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati ASllah SWT dan RasulNya serta
menghindari dari perpecahan yang menyababkan tombulnya kelemahan dalam segala
bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Allah berfirman dalam Q.S Al-Anfal:46
yang artinya :
“Dan taatlah kepada Allah dan RasulNya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu
dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Dan surat Al-Maidah: 15 yang artinya :
“Hai orang-oarang yang beriman. Apabila kamu brtemu dengan
orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu
membelaknganya (mundur)”.
Perbedaan pendapat memeang dibolehkan
teatpui jangan sampai pada pertengkaran, terutama masalah aqidah. Demikian pula
dalam menghadapi agama lain, kaum muslim harus bersikap tidak membenarkan apa
yang mereka sampaikan dan tidak puka mendustainya. Yang harus dikaya adalah
kaum muslimin beriman kepada Allah dan wahyuNya yang telah diturunkan kepada
kaum muslimin dan juga mereka. Tuhan Islam dan Tuhan mereka adalah satu (Esa).
Bila terjadi perdebatan haruslah dihadapi
dengan nasihat dan peringatan. Berdebat dengan baik dan dapat menghasilkan
tujuan dari perdebatan sehingga terhindar dari pertengkaran. Alloh swt
berfirman dalam Q.S An-Nahl : 125 yang artinya :
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlahmereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Dengan demikian tauhid di zaman Rasulullah
tidak sampai pada perdebatan dan polemic yang berkepanjangan, karena Rasul
sendiri menjadi penengahnya.
Hanya 23 tahun rasulullah berdakwah
memperjuangkan Islam. Dan dalam waktu sesingkat itu seluruh semenanjung arab
telah berhasil diIslamkan oleh beliau. Hal ini disebabkan tidak hanya karena
factor Nabi Muhammad, tapi keimanan dan kesetiaan yang tinggipara sahabat
berp[engaruh besardalam sejarah penyebaran islam awal dan para sahabat masih
berakiidah murni. Para sahabat tidak pernah menanyakan segala hal yang
berhubungan dengan dzat dan hakikat sifat-sifat Allah. Mereka telah mengerti
makna yang terkandung dalam sifat-sifat tersebut. Jkarena itulah mereka tidak
pernah menanyakan selain karean Rasulullah melarang memikirkan dan
memperdebatkan masalah itu.
Pada masa Rasululloh persoalan-persoalan
yang berhubungan dengan akidah justru muncul dari kaum musyrikin dan munafiqun.
Kaum musyrikin mengangkat permasalahan qadar tujuannyaadalah untuk membenarkan
perbuatan jahat dan dosa ysng mereka kerjakan yaitu menisbatkan perbuatan
mereka kepada kehendak Allah. Dengan demikian perbuatan mereka seakan-akan
direstui Allah. Sedangkan kaum munafiqun mengeluarkan komentar-komentar yang
mengindikasikan qodariyah. Tidak lain maksudnya adalah untuk mematahkan
semangat Islam dalam perang uhud yang berpangkaldari kedengkian dan iri hati
mereka terhadap rasulullah.
Namun para sahabat tidak terpengaruholeh
iomongan mereka yang menyesatkan dan menggoyahkan aqidah itu. Para sahabat
mengambil aqidah dari Al- Qur’an dan petunjuk Rasulullah. Fokus para sahabat saat itu adalah
membela sekuat tenag perjuangan nabi Muhammad menyiarkan agam Islam dan
melindungi beliau dari serangan-serangan dan tipu daya kaum musyrikin, yahudi,
nasrani dan munafiaqin.
Melihat sejarah kehiduoan Rasulullah
penolakan kaum musyrikin, yahudi Nasrani atas ajaran Islam yang bersumber dari
kitab suci, melainkan lebih dikarenakan oleh factor hawa nafsu . hawa nafsu
telahmemalingkan hati dan pikiran mereka dari jalan yang benar.
Kaum musyrikin mekah menolak ajaran
Muhammad karena fanatisme terhadap ajaran nenek moyang, ambisi kekuasaan,
egoisme kesukuan dan keuntungan dari sisi peradagangan. Kaum yahudi menolak
ajaran Muhammad karena rasa dengki dan kebencian yang meluap-luap kepada beliau
dan bangsa arab. Orang yahudi menganggao bahwa diri mereka sebagai bangsa
terbaik dan pilihan tuhan karena hamper seluruh nabi diturunkan dari bangsa
mereka. Jadi untuk apa mereka tunduk kepada nabi Muhammad SAW.
Sedang kaum Nasrani menolak ajaran Muhammad
SAW karena takut kehilagan kedudukn dan harta yang telah mereka berikan
penguasa Romawi tarhadap mereka. Kalau mereka masuk Islam tentu saja semua itu
akan hilang. Ahlu kitab terutama yahudi selamanya tidak akan terima dengan
agama Islam sejak zaman Rosulullah hingga masa kini. Dari perdebatan mereka
dengan
rasulullah adalah untuk memurtadkanumat
Islam. Dan yang lebih bahaya lagi adalah kaum munafiqun yang membantah,
perintah, larangan serta keputusan Rasulullah SAW.
Pada masa Rasulullohpendekatan nalar untuk
memperkokoh keimanan adalah sesuatu yang baik. Rosululloh dsn Al-Qur’an sendiri
telah memberikan contoh yang baik tentang perdebatan logis dan argumentative
untuk memperteguh iman . bahwa tauhid adlah aqidah yang benar karena bisa
dibuktikan kebenaranya dengan rasio. Dari sini dapat diketahui bahwa ilmu
kalamsudah ada sejak masa Rosululloh SAW. Namun belum ada prumusan secara
konkrit seperti zaman sekarang. Dan penggunaan nalar dalam permasalahan aqidah
hanyalah berfungsi untuk memperkokoh akidah dan keimanan serta untuk menopang
dalil naqli.
http://almasakbar45.blogspot.com/2011/01/sejarah-perkembangan-tauhid. html
D. Agama masyarakat Mekkah
Masyarakat Mekkah jahiliyyah dulu menyembah
patung (berhala). Tiga patung Tuhan yang terkenal di Mekkah
adalah Manat, al-lat dan al Uzza. Tor
Andrea berkata, “ Persembahan buat ketiganya sudah berlangsung lama. Dengan menilik
namanya, Manat, yangdipuja oleh suku Hudhail yang suka perang dan mengarang
puisi yang tinggal di Selatan Mekkah nampaknya menjadi model Dewa Perempuan
yang menentukan nasib dan keberuntungan. Ia menyerupai dewa Yunani Tyehe
Soteria, yaitu salah sdatu anak perempuan Zeus. Pembebas dan penolong manusia
di laut dalam peperangan dan dalam pertemuan umum.1 Patung Tuhan lain, Al- Lat
telah dikenal pada masa Heroditas , yang menamainya Alilat. Sebenarnya Al-Lat
bermakna “Dewi”. Dalam prasasti Nabatean, “ibu dari para dewa “ juga disebut Al-Lat. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa dalam
sejarah Arab Al-Lat mempunyai kedudukan sebagai dewi Semit dari garis ibu,
Kesuburan dan langit terutama di kawasan Semit Barat.
Jadi, jelas bahwa Tuhan-tuhan initidalk
mungkin berasal dari Mekkah tetapi impor dari Utara. Patung Tuhan yang ketiga,
Al-Uzza pada masa Nabi adalah yang paling sering disembah diantara ketiganya.
Nama “Uzza” berarti “perkasa” atau “ terhormat”. Tempat pemujaan Al-Uzza berada di Nakla,beberapa mil disebelah
utara Mekkah. Waqidi menceritakan kepada kita bahwa pada tahun kedelapan
setelah Hijrah, MUHAMMAD mengutus Khalid sang pemberani dengan diiringi
30 pasukan berkuda untuk menghancurkan
tempat tersebut. Ketika ia sedang menebang pohon aksia yang menutupi patung
itu, seorang wanita kulit hitam tanpa busana dengan rambut tergulung
mendekatinya, dan pendetanya yang berada didekatnya berteriak “Jangan takut
Uzza pertahankan dirimu”. Pertama-tama Khalid merasa takut tetapi kemudian ia memberanikan
diri dan dengan sekali tebaasan pandangnya ia memenggal kepala Uzza.2
Dari penjelasan di atas kita ketahui bahwa
ketiga Tuhan itu adalah perempuan dan ketiganya dikaitkan denngan ritus
kesuburan tanah atau pemujaa ibuyang berasal dari wilayah Utara atau
negara-negra Mediterranian, sementara di Mekah sebagaimana yang kita ketahui
sistem Patriarki lebih menonjol sehingga sistem matrinial secara stuktural tidak
menjadi bagian dari masyarakat. Al quran mengakui adanya sistem patriarki
tersebut dan mengkritik tuhan-tuahn perepuan “ bagaimana mereka bisa mengatakan
Dia mempunyai anak DAN allah itu perempuan?
Sunggguh itu adalah perkataan yang keliru “. Sebagaimana yang telah kita lihat
di mekkah sistem patriarki lebih menonjol dan hal ini telah berlangsung sejak
dulu. Dalam masyarakatseperti ini dimana superioritas laki-laki telah
berlangsung lama. Tuhan-tuahn ini tak mungkin dipuja dalam upacara meminta
kesuburan. Satu-satunya kesimpulan yang bisa dikemukakan adalah bahwa
tuhan-tuhan itu berasal dari daerah yang disitu pertanian menonjol yaitu
kawasan subur di Utara.
1 Tor Andrea, Mohammad, the Man and His
Faith, hlm. 17-18
2 Ibid, hlm. 17-18
DAFTAR PUSTAKA
Ashgar Ali Engineer. Asal-usul dan
Perkembangan Islam. 1999. Yogyakarta
Tor Andrea, Mohammad, the Man and His
Faith. 1956. London
A. PENDAHULUAN
Sebagaimana kita ketahui, bahwa Islam
datang dengan seperangkat ajaran yang berisikan tata norma dan tata aturan yang
penuh dengan hikmah-hikmah terpendam. Islam dibawa oleh RasulullahSAW mempunyai
tiga pondasi yang harus dimilikioleh seseorang untuk menjadi seorang mukmin
yang kaffah.
Tauhid atau iman, yang kemudian oleh para
ulama dijadikan munculnya IlmuTauhid atau yang akhirnya dikenal dengan Rukun
Iman Islam terangkum dalam Lima Rukun Islam yang akhirnya berkembang menjadi
ilmu fiqih. Dan Ihsan adalah sebuah kajian yang menjadi awal mula munculnya
ilmu tasawuf.
Tauhid (akidah) adalah ajaran dasar agama
Islam dan hukum mempelajarinya adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim. Tauhid
dalam sejarah pemikiran Islam secara teologis merupakan bagian dari ilmu yang
berdiri sendiri yang selama ini kurang mendalam, kurang rasional dan filosofis.
Dalam perkembangannya, tauhid melakukan pembahasan sepihak karena tidak
mengemukakan pandangan aliran-aliran teologi Islam.
Mempelajariilmu tauhid menurut satu aliran
saja menimbulkanwawasan yang sempit dalam beragama atau berteologi Islam.
Wawasan yang sempit tersebut membuat orang bersifat fanatik, lemah iman,
kesulitan dalam mempertahankan serta membela kepercayaan Islam.
Untukmendapatkan wawasan yang luas, dari
sebuah kajian ilmu tersebut diperlukan sikap toleran yang tinggi dengan
memiliki akidah yang kuat dalam beragama dan perlu mengetahui berbagai ajaran
tauhid dalam berbagai macam aliran teologi Islam dan sejarahnya. Mempelajari
ilmu kalam atau tauhid bertujuan meningkatkanwawasan, keyakinan dan dasar yang
kuat sehingga dalam menjalankan apa yang menjadi ketentuan islam tidak terombang
- ambing oleh isu-isu yang muncul di setiap zaman dari pemikiran dan gagasan
manusia.
Tauhid sebagai pondasi juga harus
dimilikioleh seseorang sebagai pondasi awal untuk menuju pada pondasi
selanjutnya yaitu Islam dan Ihsan. Iman merupakan bagian terpenting dalam
kehidupan manusia sebagai bentuk percaya dan yakin akan adanya wujudAllah Tuhan
Sang Maha Kuasa dan bentuk keyakinan bahwa tidak ada sesuatu apapun di dunia
ini yang menyekutukanNya.
Tauhid menjadi suatu cabang keilmuanyang
memiliki pembahasan khusus yaitu tentang sifat ketuhanan, kekuasaanNya, surga,
neraka, kufur, murtad, mukmin dan taqdir Allah SWT. Tauhid menjadi ilmu yang
cemerlang dan sempat menghebohkan peradaban Islam pada abad 4-5 Hijriyah,
dimana tauhid menjadi ilmu yang favorit dan banyak diminati oleh para santri
waktu itu.
Dengan mengetahui ilmu tauhid dan latar
belakang sejarahnya seseorang akan bertambah keyakinanya terhadap ke Esaan
Allah yang dapat menjadi sebuah barometer keimanan seseorang. Sebuah ideologi
dan kepercayaan perlu ditanamkan kepada setiap orang muslim yang bertujuan agar
membentukkepribadian dan sikap yang bertaqwa.
B. RUMUSAN MASALAH
Dengan tema yang berkaitan di atas yaitu
mengenai Ilmu Tauhid dalam bab
Sejarah Pertumbuhan Ilmu Tauhid, maka kami
membuat rumusan masalah bertujuan supaya dalam pembahasan makalah yang akan
kami sajikansesuai dengan konteks yang ditentukan dan menjadi pokok bahasan.
sehingga terjadinya hasil yang positif dari makalah tersebut. Maka rumusan
masalah yang kami sajikanadalah sebagai berikut:
A. Munculnya sebuah Keyakinan Beragama
B. Sejarah Ilmu Tauhid zaman Nabi Adam dan
Nabi Nuh
C. Sejarah Ilmu Tauhid zaman Rasulullah
D. Perkembangan Ilmu Tauhid setelah
Rasulullah wafat
C. PEMBAHASAN
1. Munculnya Sebuah Keyakinan Beragama
Ilmutauhid adalah sebuah ilmu untuk
mengenal Allah SWT dalam arti untuk mengetahui menyakini bahwa Allah adalah
maha pencipta alam semesta dan tidak ada yang menyekutukanya. Secara historis
menyatakan bahwa tauhid telah ada sejak lama dengan adanya sejarah Nabi Adam dan
penerusnya. Dari hal tersebut terbukti dengan adanya manusia yang mendiami bumi
telah percaya, yakin bahwa Allah SWT itu Esa .
Semua Nabi yang berjumlah 25 itu semuanya
mengajarkan kepada umatnya tentang arti penting beragama serta melakukan
kebaikan dan ketauhidtan terhadap sang pencipta jagat alam raya dengan
mengajarkan kaidah-kaidah keyakinan yang bersifat tunggal yaitu Allah SWT.
Demensi lain dari agama adalah dengan cara
hidup seseorang di muka bumi dann untuk mengenal demensi keyakinan dalam
beragama diperlukan metode dan sejarah. Maka mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan keyakinan dalam beragama. Maka diperlukan tinjauan dari beberapa
aspek yang membawa nilai positif, yang diantaranya telah di naskan oleh Allah
SWT yang ditunjukandengan ayat al Qur'an. Dalam surat Al Baqarah ayat 213 :
Artinya : "Manusia itu adalah umat
yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi,
sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang
benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka
perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah
didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka
Allah memberi petunjuk orang-orang yang berimankepada kebenaran tentang hal
yang mereka perselisihkannitu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi
petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepadajalanyang lurus".
Sejarah telah membuktikan bahwa nabi-nabi
telah menyatukan manusia dan hanya di utus untuk melakukan kebaikan dan untuk
memurnikanakal pikiranya. Dari kekuatan akal dan pola pikiryang diajarkan oleh
para nabi akan dapat menimbang baik dan buruk karena mereka diberi petunjuk
oleh Allah .
2. Sejarah Ilmu Tauhid zaman Nabi Adam,
Nabi Nuh, Nabi Ibrahim
Nabi Adam adalah nenek moyang manusia yang
pertama. Setelah ia beranak cucu banyak, ia ditugaskan Allah menjadi Nabi
kepada anak cucunya. Adam mengajarkan tauhid kepada anak cucunya secara murni
sehingga merekapun taat dan tunduk kepada ajaran Adam yang meng-Esakan Allah
SWT.
Karena fitrah manusia yang suka dipimpin
dan diatur, jika pemimpinya sudah tidak ada lagi atau wafat. Maka kehilangan
pemimpinitu mengakibatkan penyimpangan-penyimpangan dari ajaran yang lurus
menjadi keadaan yang tidak teratur dan tidak terkendali. Sehingga Allah
membangkitkanatau mengutus kembali Nabi-nabi setelah Nabi Adam wafat untuk
menuntun dan memimpin umat manusia.
Seperti halnya umat Nabi Adam, setelah
wafat olehnya maka umatnya kocar kacir tidak berketentuan, porak-poranda
sepeninggal beliau. Maka Allah mengutus Nabi Nuh sebagai pengatur dan
pemimpinumat manusia setelah nabi Adam. Sehingga Nabi Nuh disebut sebagai bapak
atau nenek moyang kedua.
Kemudiansepeninggal Nabi Nuh, umat
kehilangan pemimpinlagi dan kacaulah kembali. Hingga Allah mengutus Nabi
Ibrahim. Nabi Ibrahim selain mengajarkan tauhid juga mengajarkan syariah, yang
diantaranya disyariatkan dalam agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai
bukti adanya hubungan yang erat antara syariah Ibrahim dan syariah Muhammad.
Diantara Nabi Ibrahim dan Muhammad. Allah juga mengutus banyak Nabi yang
dinataranya adalah Nabi Musa dan Isa AS.
3. Sejarah Ilmu Tauhid zaman Rasulullah
Kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah ditugaskan
untuk mengembalikandan memimpinumat kepada tauhid, mengakui ke-Esaan Allah SWT
dengan ikhlas dan semurni-murninya, seperti apa yang dibawa dan diajarkan oleh
Nabi Ibrahim dahulu. Agama yang sebenarnya tidak asing lagi bagi bangsa Arab.
Tauhid yang diajarkan oleh Nabi Muhammad itu seperti apa yang telah digariskan
dalam al Qur'an dan Hadits.
Segala sifat-sifat Allah sudah terkandung
dalam al Qur'an sehingga di masa Rasul tidak ada orang yang menanyakannya.
Karena mereka sudah jelas dalam hal tersebut. Mereka hanya menanyakan
masalah-masalah yang berhubungan dengan ibadah seperti shalat, puasa, zakat,
amal shaleh, dan lain-lain. Mereka semua sepakat menetapkan bahwa sifat-sifat
Allah itu Azali, yaitu : Qudrat, Iradah, Ilmu, Hayyat, Sama', Bashar, Kalam,
dan lain-lain.
Dalam masa nabi belum terjadi berbedaan
yang mendalamkarena masyarakat pada waktu itu masih di persatukan dan semua di
kemblikan kepada nabi sebagai utusan Allah. Mengenai tauhid yang berkembang
pada saat itu masih bersifat murni dan belumterobang-abang oleh masalah
kekuasaan dan politik yang memicu perpecaah umat islam.
4. Perkembangan Ilmu Tauhid setelah
Rasulullah wafat
Di masa sahabat, ketauhidan tidak ada
bedanya dengan zaman rasul. Sampai akhir abad pertama hijriah, barulah ada
kegoncangan-kegoncangan setelah munculnya seseorang bernama JahamIbnu Shafwan
di negeri Persi yang tidak mengakui adanya sifat-sifat Allah yang Azali itu,
banyak di antara kaum muslimin yang terpengaruh oleh ajaran itu, bahkan ada
yang menguatkan keyakinannya.
Adapun kaum muslimin yang tetap murni
ketauhidannya menentang pendapat Jaham dengan menyatakan bahwa pendapat itu
"sesat". Akan tetapi, di kala ulama-ulama sibuk membicarakan
daliluntuk menolak pendapat Jaham itu, tiba-tiba timbul pula suatu aliran yang
bernama Mu'tazilah yang dietuskan oleh Washil ibnu Atha'. Ia membenarkan
pendapat Jaham : yang menafikan sifat-sifat Allah.
Kemudianmuncul pula seorang yang bernama
Muhammad bin Koram Abu Abdullah As Sijistany, pemimpin golongan Karamiyah yang
menentang golongan Mu'tazilah dengan menetapkan sifat-sifat Allah. Tetapi cara
mereka menentang terlalu berlebihan sehingga menyerupai Allah sebagai yang
berjisim. Semenjak itu dikenal dengan paham Karamiah atau Mujassimah.
Perseteruan paham ini berlangsung hingga
Khalifah Makmun (Daulah Abbassiyah), hingga tampil seorang yang terkenal dengan
nama Abu Hasan Ali Al As'ary yang melahirkan jalan tengah antara kedua pendapat
yang bertentangan tersebut. Beliau mengemukakanalasannya dengan dalil aqli dan
naqli, sehingga banyaklah para ulama yang tertarik serta ikut menyebarkannya.
Maka tersebar ajaran ini keseluruh Iraq
yang kemudian ke Syam. Dan setelah Shalahudin al Ayyubi menguasai Mesir, selain
madzhab Syafi'I i menyiarkan madzhab ini, sehingga akhirnya rakyat Mesir
menganut madzhab Asy'ariyah dalam tauhid dan madzhab Syafi'iyyah dalam fiqh.
Madzhab As'ariyah juga berkembang pula di negeri mahrabi yaitu sebelah utara
Afrika, yang dipelopori oleh salah satu murid Imam Ghazali yang akhirnya mereka
namakan juga madzhab ini dengan madzhab Muwahhidin, yang kemudian negaranya pun
bernama kerajaan Muwahhidin.
Selanjutnya pada abad kedelapan hijriyah,
seoarang yang bernama TaqiuddinAbul Abbas bin Taimiyah Al Harry dari Syam,
muncul menyokong dan ingin mempertahankan madzhab salaf yang tadi. Dia
memusatkan dan menumpahkankegiatannya untuk mempertahankan salaf dan menentang
As'ariyah. Pendirian IbnuTaimiyyah ini masihagak asing dan tidak mendapat tanah
yang subur karena telah mendalamnyafaham-faham yang diajarikan oleh madzhab
As'ariyah. Dan keadaan seperti hal tersebut juga di negara-negara islam
lainnya.
Semenjak Rasulullah wafat, pemerintahan
dipegang oleh khulafaurrasyidin yang kemudian dipimpinoleh khalifah Umawiyah
dan setelah itu oleh daulah Abbasyiah. Sejak akhir pemerintahan Umawiyah, dunia
islam mulai kemasukan kebudayaan-kebudayaan asing yang datang dari persi,
Yunani, India, dan sebagainya. Di kala pemerintahan Abbassiyah, yaitu ketika
khalifah Makmun, umat islam telah sampai pada puncak kemajuan ilmu pengetahuan
dan kebudayaan yang tinggi.
Dari sejak masuknya kebudayaan asing
(falsafah dari agama lain) itu, maka lahirlah perbedaan pandangan dalam ilmu
Tauhid. Di masa itu timbul golongan-golongan seperti Jahamiah, Mu'tazilah,
Khawarij, dan sebagainya yang saling berdebat satu sama lain, saling
kafir-mengkafirkan. Terutama ahli Sunnah yang sangat banyak musuhnya, semua
ribak (musuh) menjadi lawannya.
Akan tetapi di zaman khalifah Makmun semua
aliran itu dapat dikatakan lenyap atau tidak berpengaruh lagi, kecuali
Mu'tazilah yang masihsubur karena mendapat lindungan dan sokongan dari khalifah
Makmun. Sehingga setelah wafatnya khalifah, Mu'tazilah tidak mendapat
perlindunganlagi bahkan mereka mendapat serangan dan mengalami kemunduranakibat
dari semua aliran-aliran yang dahulu tumbuh kembali.
Golongan Mu'tazilah terus menerus mengalami
kemunduransehingga muncul seorang pemimpingolongan ahli sunnah yang bernama
imam as'ary. Di zaman ini, semua madzhab dikatakan lumpuh tak berdaya apalagi
setelah tumbuh musuh baru yang lebih kuat, yaitu golongan ahli falsafah. Yang
kemudian ahli falsafa h ini dihancurkanoleh seorang pendekar islam yang bernama
Imam Ghazali. Beliautidak melarang orang berfalsafah, tetapi janganlah orang
mencampurkanfalsafah dengan agama, terutama ketauhidan. Dan supaya falsafah itu
jangan dipengaruhi agama, apalagi falsafah yang mungkin bertentangan dengan
agama.
Yang menentang pencampuradukan falsafah
dengan agama itu bukan Imam Ghazali saja, melainkan banyak tokoh-tokoh di
belakangnya yang hendak membendunggelombang falsafah terhadap agama. Seperti
FakhrudinAr Razi dan IbnuTaimiyah dan lain-lain. Agar keyakinan terhadap Allah
SWT selalu terjaga dan tanpa harus menjatuhkan atau bersifat fanatik terhadap
golongan yang lain karena berbeda penafsiran.
D. KESIMPULAN
Dalam mempelajari tauhid yang berarti
kepercayaan, maka sangat penting untuk mengetahui sisi historis atau sejarah.
Dalam ruang lingkup sejarah telah tercatat bahwa dilingkungan umat islam dari
abad-abad permulaan islam ada samapai sekarang terdapat perbedaan pendapat
tentang tauhid terhadap tuhan atau Allah SWT. Dalam perjalanan sejarah islam
terdapat firqoh-firqoh dalam I’itiqod yang pahamnyayang mempunyai paham yang berbeda-beda atau
bertentangan secara keras ataupun tajam terhadap satu dengan yang lainya.
Hal tersebut telah terjadi dan Allah
menjadikanhal tersebut dengan segala hikmah yang diketahuinya. Firqoh yang ada
diantaranya adalah : Syiah, Khawarij, Mu’tazilah, Qodariah, Jabaraiah,
Najariah, Musyabiah, Baiyah, Ahmadiyah, IbnuTaimiyah, Wahabiah,Suny. Firqoh
tersebut merupakan dari pemahaman tauhid yang terjadi karena perbedaan pendapat
dan paham yang menjadi perpecahan golongan di kalangan islam.
Dengan mengetahui latarbelakang dari hal
masalah tauhid. Maka kita selalu yakin bahwa Allah adalah tuhan yang maha kuasa
dan maha mengetahui apa yang terjadi, baik sekarang maupunyang akan datang.
Dengan mengetau ilmu tahid kita akan mengetaui bahwa islam mempunyai berabagai
macam kajian dan sumber ilmu yang sangat luas dan sangat menarikapabila di kaji
dengan baik dan teratur.
E. PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat, apabila
dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan dan keliruan kami minta maaf
atas kesalahan tersebut. Dan kami mengharap semoga ilmu yang membahas masalah
tauhid ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita mengenai ilmu-ilmu yang
terdapat dalam agama islam. Maka kamiselaku penulis meminta kritikserta saran
dari pembaca demi sempurnanya makalah ini .
DAFTAR PUSTAKA
- Jaya, Yahya. Prof. Dr. M.A, Teologi Agama
Islam, Padang: Angkasa Raya, 2000.
- Nata, Habudin, Metodologi Stadi Islam,
Teori Penelitian Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007.
- Abdul Mu’in, Taib Thohir, Ilmu Kalam,
Jakarta : Widjaya, 1973.
- Abbas, Sirojuddin, I’itiqod
Ahlussunah Wal-jama’ah, Jakarta : Pustaka Tarbiyah, 2003.
- Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad,
Sejarah dan Pengatar IlmuKalam, Semarang : Pustaka Riski Putra, 1999.