Archive for Januari 2016

  • MAKALAH KHOT

    0


    PENDAHULUAN


    A.    Latar Belakang

    Kaligrafi Islam, yang dalam juga sering disebut sebagai kaligrafi Arab, merupakan suatu seni artistik tulisan tangan, atau kaligrafi, serta meliputi hal penjilidan, yang berkembang di negera-negera yang umumnya memiliki warisan budaya Islam. Bentuk seni ini berdasarkan pada tulisan Arab, yang dalam waktu lama pernah digunakan oleh banyak umat Islam untuk menulis dalam bahasa masing-masing. Kaligrafi adalah seni yang dihormati di antara berbagai seni rupa islam, karena merupakan alat utama untuk melestarikan Al-Qur’an. Penolakan penggambaran figuratif karena dapat mengarah pada penyembahan berhala, menyebabkan kaligrafi dan penggambaran abstrak menjadi bentuk utama ekspresi seni dalam berbagai budaya Islam, khususnya dalam konteks keagamaan. Sebagai contoh, kaligrafi nama Tuhan diperkenankan sementara penggambaran figuratif Tuhan tidak diizinkan. Karya kaligrafi banyak dijadikan koleksi dan adalah hasil seni yang dihargai.


    B.     Rumusan Masalah
    A.    Apa yang dimaksud dengan kaligrafi/khat?
    B.     Apa fungsi dari kaligrafi/khat?
    C.     Jenis khat apa saja yang masih terkenal hingga saat ini?


    C. Tujuan Makalah
                A.  Menjelaskan tentang pengertian kaligrafi/khat.
                B.  Menjelaskan fungsi kaligrafi/khat.
                C.  Membahas jenis khat yang masih teerkenal hingga saat ini.






    TINJAUAN PUSTAKA


    A.    Pengertian Khat


    Kaligrafi secara etimologi berasal dari bahasa Inggris, Calligraphy yang berasal dari dua suku kata bahasa Yunani, yaitu Kallos:Beauty (indah) dan graphein: to write (menulis) [1] yang berarti: tulisan yang indah. Dalam bahasa Arab biasa di sebut khat yang berarti garis atau coretan pena yang membentuk tulisan tangan [2]dan disebut Fann Al-Khath dalam arti seni memperhalus tulisan atau memperbaiki coretan[3] 

    Secara terminologi, Syaikh Syam al-Din al- Afkani mengatakan: kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya dan tata cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis diatas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis; mengubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk mengubahnya.[4]

    Muhammad Thahir ibn Abd al-Qadir al-Kurdi dalam karyanya Tarikh al-Khath al-Arabi wa Adabihi pernah mengumpulkan sekitar tujuh macam pengertian kaligrafi atau khat dan kemudian menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kaligrafi adalah suatu kepandaian untuk mengatur gerakan ujung-ujung jari dengan memanfaatkan pena dalam tata cara tertentu. Yang dimaksud dengan “pena” di sini adalah pusat gerakan ujung-ujung jari; sementara “tata cara tertentu” merujuk pada semua jenis kaidah-kaidah penulisan.[5]


    B.     Fungsi Khat

    Fungsi Kaligrafi Islam pada prinsipnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai media komuniksi dan media ekspresi.
    1.      Media Komunikasi
    Sebagai media komunikasi, tulisan dijadikan sebagai alat untuk menyampaikan pesan, dari seseorang ke orang lain dari komunikan ke receiver (penerima). Melalui  tulisan, orang bisa menuangkan ide-ide dan buah pikirannya. Dengan tulisan, kita dapat mengetahui karakter seseorang, misalnya: pemarah, penyabar, ulet, atau orang yang tekun.
    Tulisan yang kecil-kecil, teratur dan halus mengidentifikasikan keuletan dan ketelitian penulisnya. Tulisan yang besar-besar dan tidak teratur bisa diartikan sebagai suatu ketergesa-gesaan. Sehubungan dengan itu Muhammad Thahir Ibnu  Abdal  Kadir al Kurdi menyatakan bahwa, tulisan dapat menggambarkan postur tubuh seseorang, misalnya tulisan dengan susunan pendek dan rapat cenderung ditulis oleh orang berpostur tubuh pendek. Demikian pula orang yang tinggi cenderung menulis secara jarang dan tinggi pula. Bahkan seseorang yang peka melihat sebuah tulisan dapat membedakan antara  tulisan pria dan wanita, tulisan wanita lelih molek dari tulisan pria yang setara. Namun pada kenyataannya  tidak banyak wanita yang ahli kaligrafi, wanita biasanya tidak tahan menghadapi kesulitan, berbeda dengan pria yang biasanya lebih tabah, tekun, dan sabar.
    Tulisan dapat pula dijadikan sebagai data pelacakan sebagaimana halnya tangan tangan, yang dapat menginformasikan siapa gerangan penulisnya. Seperti juga dengan sidik jari, tiada dua orang yang memiliki tulisan yang sama persis, sekalipun mereka itu saudara kembar.
    Sebagai media komunikasi, aksara indah Islam dituntut kejelasan tulisan, huruf demi huruf, agar dapat dibaca dengan jelas sesuai dengan yang dimaksudkan oleh penulisnya.
    2.      Media Ekspresi
    Aksara indah Islam dapat pula dijadikan sebagai media ekspresi. Hal itu dibuktikan oleh beberapa pelukis papan atas Indonesia seperti: Ahmad Sadali, A. D. Pirous, Amri Yahya, Amang Rahman, HD. Sirojuddin AR, Abay D. Sabarna, Saiful Adnan, Abas Alibasyah, Fadjar Sidik, dan yang lainnya, termasuk maestro seni lukis Indonesia Affandi pernah juga membuat kaligrafi Islam. Walau itu adalah lafadz “Allah” yang ditempatkan di sisi atas bidang kanvasnya digabungkan dengan lukisan potret diri Affandi yang khas.
    Sebagaimana media ekspresi lainnya, aksarindah yang ditorehkan di atas bidang kanvas tidak berhenti pada tulisan saja. Lebih dari itu mendapatkan tambahan elemen-elemen seni rupa pada umumnya, seperti elemen warna, tektur  dan garis. Pengaturan komposisi, irama, dan gelap terang. Unity atau kesatuan baik antara kesatuan elemen seni rupa, maupun  kesatuan tema, juga  mendapat perhatian dalam karya seni aksarindah Islam.
    Sehubungan dengan itu, menurut A.D Pirous dalam buku karangan Ilham Khoiri R., “Al-quran dan Kaligrafi Arab”, menyatakan bahwa ketika kaligrafi itu dituliskan dengan tambahan emosi yang melebihi proporsinya sebagai alat komunikasi, maka ia akan memiliki proses tambah. Kaligrafi bisa menjadi karya yang memendam estetika yang mendalam.

    C.    Jenis-jenis Khat

    Dalam perkembangannya muncul ratusan jenis khat kaligrafi, tidak semua khat tersebut bertahan hingga saat ini. Terdapat delapan jenis khat kaligrafi yang nampak yang dikenal oleh para pecinta seni kaligrafi di Indonesia, yaitu;

    1.         Naskhi

    ( Gbr. Gaya Naskhi)

    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Kaligrafi gaya Naskhi paling sering dipakai umat Islam, baik untuk menulis naskah keagamaan maupun tulisan sehari-hari. Gaya Naskhi termasuk gaya penulisan kaligrafi tertua. Sejak kaidah penulisannya dirumuskan secara sistematis oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10, gaya kaligrafi ini sangat digunakan untuk menulis mushaf Alquran sampai sekarang. Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan tambahan sehingga mudah ditulis dan dibaca.
    2.      Tsuluts

    ( Gbr. Gaya Tsuluts)

    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Seperti halnya gaya Kufi, kaligrafi gaya Tsuluts diperkenalkan oleh Ibnu Muqlah yang merupakan seorang menteri (wazir) di masa Kekhalifahan Abbasiyah. Tulisan kaligrafi gaya Tsuluts sangat ornamental, dengan banyak hiasan tambahan dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu untuk memenuhi ruang tulisan yang tersedia. Karya kaligrafi yang menggunakan gaya Tsuluts bisa ditulis dalam bentuk kurva, dengan kepala meruncing dan terkadang ditulis dengan gaya sambung dan interseksi yang kuat. Karena keindahan dan keluwesannya ini, gaya Tsuluts banyak digunakan sebagai arsitektur masjid, sampul buku, dan dekorasi interior.


    3.      Farisi


    ( Gbr.II.3. Gaya Farisi)

    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Seperti tampak dari namanya, kaligrafi gaya Farisi dikembangkan oleh orang Persia dan menjadi huruf resmi bangsa ini sejak masa Dinasti Safawi sampai sekarang. Kaligrafi Farisi sangat mengutamakan garis, ditulis tanpa harakat, dan kepiawaian penulisnya ditentukan oleh kelincahannya mempermainkan tebal-tipis huruf dalam ‘takaran’ yang tepat. Gaya ini banyak digunakan sebagai dekorasi eksterior masjid di Iran, yang biasanya dipadu dengan warna-warni Arabes.

    4.      Riq’ah

    ( Gbr. Gaya Riq’ah)
    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Kaligrafi gaya Riq’ah merupakan hasil pengembangan kaligrafi gaya Naskhi dan Tsuluts. Sebagaimana halnya dengan tulisan gaya Naskhi yang dipakai dalam tulisan sehari-hari. Riq’ah dikembangkan oleh kaligrafer Daulah Utsmaniyah, lazim pula digunakan untuk tulisan tangan biasa atau untuk kepentingan praktis lainnya. Karakter hurufnya sangat sederhana, tanpa harakat, sehingga memungkinkan untuk ditulis cepat.

    5.      Ijazah (Raihani)

    ( Gbr. Gaya Ijazah)
    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Tulisan kaligrafi gaya Ijazah (Raihani) merupakan perpaduan antara gaya Tsuluts dan Naskhi, yang dikembangkan oleh para kaligrafer Daulah Usmani. Gaya ini lazim digunakan untuk penulisan ijazah dari seorang guru kaligrafi kepada muridnya. Karakter hurufnya seperti Tsuluts, tetapi lebih sederhana, sedikit hiasan tambahan, dan tidak lazim ditulis secara bertumpuk (murakkab).

    6.      Diwani

    ( Gbr.II.6. Gaya Diwani)

    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Gaya kaligrafi Diwani dikembangkan oleh kaligrafer Ibrahim Munif. Kemudian, disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah dan kaligrafer Daulah Usmani di Turki akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16.
    Gaya ini digunakan untuk menulis kepala surat resmi kerajaan. Karakter gaya ini bulat dan tidak berharakat. Keindahan tulisannya bergantung pada permainan garisnya yang kadang-kadang pada huruf tertentu neninggi atau menurun, jauh melebihi patokan garis horizontalnya. Model kaligrafi Diwani banyak digunakan untuk arsitektur dan sampul buku.



    7.  Diwani Jali

    ( Gbr. Gaya Diwani Jali)

    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Kaligrafi gaya Diwani Jali merupakan pengembangan gaya Diwani. Gaya penulisan kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hafiz Usman, seorang kaligrafer terkemuka Daulah Usmani di Turki. Anatomi huruf Diwani Jali pada dasarnya mirip Diwani, namun jauh lebih ornamental, padat, dan terkadang bertumpuk-tumpuk. Berbeda dengan Diwani yang tidak berharakat, Diwani Jali sebaliknya sangat melimpah. Harakat yang melimpah ini lebih ditujukan untuk keperluan dekoratif dan tidak seluruhnya berfungsi sebagai tanda baca. Karenanya, gaya ini sulit dibaca secara selintas. Biasanya, model ini digunakan untuk aplikasi yang tidak fungsional, seperti dekorasi interior masjid atau benda hias.

    8.      Kufi


    ( Gbr. Gaya kufi)
    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Gaya penulisan kaligrafi ini banyak digunakan untuk penyalinan Alquran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini adalah model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi. Gaya ini pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak, yang merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam sejak abad ke-7 M. Khat Arab dinamakan Jazm karena khat kufi pada awalnya bernama Jazm, sebelum kota Kufah didirikan.
    Dinamakan Jazm karena dia „juzima‟ atau terpotong dan dilahirkan dari fan Musnad Humeiri. Khat ini juga disebut sebagai khat Muzawwa (kubisme) merupakan tulisan Arab yang asal. Khat ini pernah masyhur di Hirah, Raha dan Nashibain sebelum berdirinya kota Kufah. Tulisan ini yang juga dipanggil khat Hieri (dari perkataan Hirah) diakui sebagai tulisan yang pernah memainkan peranan penting dalam menyalin masalah-masalah keagamaan.
    Khat kufi mempunyai ciri istimewa dan berbeda dengan khat-khat lain. Khat kufi mudah dikenal, sifatnya yang bersudut-sudut atau bersegi, mempunyai ukuran yang seimbang dan spesifik. Khat ini tampak lebih kokoh dan ringkas. Sapuan garis vertikalnya pendek manakala sapuan garis horizontal memanjang dalam ukuran yang sama lebar. Maka ini akan menyebabkan tulisan khat kufi kelihatan berbentuk segiempat panjang. Hal yang penting dalam menulis khat ini ialah menekankan bahwa khat kufi dari jenis tulisan yang bersiku-siku.















    PENUTUP

    A.    Kesimpulan
    Khat atau kaligrafi ialah sebuah garis atau coretan pena yang membentuk sebuah tulisan tangan yang indah.
                Fungsi kaligrafi dibagi menjadi dua yaitu: (1) sebagai media komunikasi, (2) sebagai media berekspresi.
                Jenis khat yang masih dikenal sampai sekarang ada delapan yaitu: naskhi, tsulust, farisi, riq’ah, ijazah (raihani), diwani, diwani jail, dan kufi.

    B.     Saran

    Penulis menyadari akan kekurangan bahan dari materi makalah ini jadi penulis menyarankan apabila terdapat kekurangan atau isi dari makalah ini maka saran – saran kritik dari pembaca adalah penutup dari semua kekurangan kami dan menjadikan semua itu guna menjadi bahan acuan untuk memotivasi dan menyempurnakan makalah kami.


















    DAFTAR PUSTAKA


    [1] . D.A. Girling (ed), Eryman’s Encyclopaedia, (London: JM. Dent & Sons Ltd, 1978), vol.2, Cet VII, h.629 
    [2] . F. Steingass, Arabic English Dictionery,(New Delhi: Cosmos Publications, 1978), h.42. Simak pula: Kamus Al munir 
    [3] . Al-Mu’jam al- Wajiz, (Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyah, 1995) h.203 
    [4] . dikutip dari Irsyad al-Qosid (Kairo: Kustatasumas wa Syarikuhu, tth), h. 3-4 
    [5] . Muhammad Thahir ibn Abd al-Qadir al- Kurdi al-Makki al-Khaththath, Tarikh al-Khath al-Arabi wa Adabihi, (Hijaz,1982), Cet III, h.17







    [1] D.A. Girling (ed), Eryman’s Encyclopaedia, (London: JM. Dent & Sons Ltd, 1978), vol.2, Cet VII, h.629 
    [2] F. Steingass, Arabic English Dictionery,(New Delhi: Cosmos Publications, 1978), h.42. Simak pula: Kamus Al munir 
    [3] Al-Mu’jam al- Wajiz, (Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyah, 1995) h.203 
    [4] dikutip dari Irsyad al-Qosid (Kairo: Kustatasumas wa Syarikuhu, tth), h. 3-4 

    [5] Muhammad Thahir ibn Abd al-Qadir al- Kurdi al-Makki al-Khaththath, Tarikh al-Khath al-Arabi wa Adabihi, (Hijaz,1982), Cet III, h.17



    PENDAHULUAN


    A.    Latar Belakang

    Kaligrafi Islam, yang dalam juga sering disebut sebagai kaligrafi Arab, merupakan suatu seni artistik tulisan tangan, atau kaligrafi, serta meliputi hal penjilidan, yang berkembang di negera-negera yang umumnya memiliki warisan budaya Islam. Bentuk seni ini berdasarkan pada tulisan Arab, yang dalam waktu lama pernah digunakan oleh banyak umat Islam untuk menulis dalam bahasa masing-masing. Kaligrafi adalah seni yang dihormati di antara berbagai seni rupa islam, karena merupakan alat utama untuk melestarikan Al-Qur’an. Penolakan penggambaran figuratif karena dapat mengarah pada penyembahan berhala, menyebabkan kaligrafi dan penggambaran abstrak menjadi bentuk utama ekspresi seni dalam berbagai budaya Islam, khususnya dalam konteks keagamaan. Sebagai contoh, kaligrafi nama Tuhan diperkenankan sementara penggambaran figuratif Tuhan tidak diizinkan. Karya kaligrafi banyak dijadikan koleksi dan adalah hasil seni yang dihargai.


    B.     Rumusan Masalah
    A.    Apa yang dimaksud dengan kaligrafi/khat?
    B.     Apa fungsi dari kaligrafi/khat?
    C.     Jenis khat apa saja yang masih terkenal hingga saat ini?


    C. Tujuan Makalah
                A.  Menjelaskan tentang pengertian kaligrafi/khat.
                B.  Menjelaskan fungsi kaligrafi/khat.
                C.  Membahas jenis khat yang masih teerkenal hingga saat ini.






    TINJAUAN PUSTAKA


    A.    Pengertian Khat


    Kaligrafi secara etimologi berasal dari bahasa Inggris, Calligraphy yang berasal dari dua suku kata bahasa Yunani, yaitu Kallos:Beauty (indah) dan graphein: to write (menulis) [1] yang berarti: tulisan yang indah. Dalam bahasa Arab biasa di sebut khat yang berarti garis atau coretan pena yang membentuk tulisan tangan [2]dan disebut Fann Al-Khath dalam arti seni memperhalus tulisan atau memperbaiki coretan[3] 

    Secara terminologi, Syaikh Syam al-Din al- Afkani mengatakan: kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya dan tata cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis diatas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis; mengubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk mengubahnya.[4]

    Muhammad Thahir ibn Abd al-Qadir al-Kurdi dalam karyanya Tarikh al-Khath al-Arabi wa Adabihi pernah mengumpulkan sekitar tujuh macam pengertian kaligrafi atau khat dan kemudian menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kaligrafi adalah suatu kepandaian untuk mengatur gerakan ujung-ujung jari dengan memanfaatkan pena dalam tata cara tertentu. Yang dimaksud dengan “pena” di sini adalah pusat gerakan ujung-ujung jari; sementara “tata cara tertentu” merujuk pada semua jenis kaidah-kaidah penulisan.[5]


    B.     Fungsi Khat

    Fungsi Kaligrafi Islam pada prinsipnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai media komuniksi dan media ekspresi.
    1.      Media Komunikasi
    Sebagai media komunikasi, tulisan dijadikan sebagai alat untuk menyampaikan pesan, dari seseorang ke orang lain dari komunikan ke receiver (penerima). Melalui  tulisan, orang bisa menuangkan ide-ide dan buah pikirannya. Dengan tulisan, kita dapat mengetahui karakter seseorang, misalnya: pemarah, penyabar, ulet, atau orang yang tekun.
    Tulisan yang kecil-kecil, teratur dan halus mengidentifikasikan keuletan dan ketelitian penulisnya. Tulisan yang besar-besar dan tidak teratur bisa diartikan sebagai suatu ketergesa-gesaan. Sehubungan dengan itu Muhammad Thahir Ibnu  Abdal  Kadir al Kurdi menyatakan bahwa, tulisan dapat menggambarkan postur tubuh seseorang, misalnya tulisan dengan susunan pendek dan rapat cenderung ditulis oleh orang berpostur tubuh pendek. Demikian pula orang yang tinggi cenderung menulis secara jarang dan tinggi pula. Bahkan seseorang yang peka melihat sebuah tulisan dapat membedakan antara  tulisan pria dan wanita, tulisan wanita lelih molek dari tulisan pria yang setara. Namun pada kenyataannya  tidak banyak wanita yang ahli kaligrafi, wanita biasanya tidak tahan menghadapi kesulitan, berbeda dengan pria yang biasanya lebih tabah, tekun, dan sabar.
    Tulisan dapat pula dijadikan sebagai data pelacakan sebagaimana halnya tangan tangan, yang dapat menginformasikan siapa gerangan penulisnya. Seperti juga dengan sidik jari, tiada dua orang yang memiliki tulisan yang sama persis, sekalipun mereka itu saudara kembar.
    Sebagai media komunikasi, aksara indah Islam dituntut kejelasan tulisan, huruf demi huruf, agar dapat dibaca dengan jelas sesuai dengan yang dimaksudkan oleh penulisnya.
    2.      Media Ekspresi
    Aksara indah Islam dapat pula dijadikan sebagai media ekspresi. Hal itu dibuktikan oleh beberapa pelukis papan atas Indonesia seperti: Ahmad Sadali, A. D. Pirous, Amri Yahya, Amang Rahman, HD. Sirojuddin AR, Abay D. Sabarna, Saiful Adnan, Abas Alibasyah, Fadjar Sidik, dan yang lainnya, termasuk maestro seni lukis Indonesia Affandi pernah juga membuat kaligrafi Islam. Walau itu adalah lafadz “Allah” yang ditempatkan di sisi atas bidang kanvasnya digabungkan dengan lukisan potret diri Affandi yang khas.
    Sebagaimana media ekspresi lainnya, aksarindah yang ditorehkan di atas bidang kanvas tidak berhenti pada tulisan saja. Lebih dari itu mendapatkan tambahan elemen-elemen seni rupa pada umumnya, seperti elemen warna, tektur  dan garis. Pengaturan komposisi, irama, dan gelap terang. Unity atau kesatuan baik antara kesatuan elemen seni rupa, maupun  kesatuan tema, juga  mendapat perhatian dalam karya seni aksarindah Islam.
    Sehubungan dengan itu, menurut A.D Pirous dalam buku karangan Ilham Khoiri R., “Al-quran dan Kaligrafi Arab”, menyatakan bahwa ketika kaligrafi itu dituliskan dengan tambahan emosi yang melebihi proporsinya sebagai alat komunikasi, maka ia akan memiliki proses tambah. Kaligrafi bisa menjadi karya yang memendam estetika yang mendalam.

    C.    Jenis-jenis Khat

    Dalam perkembangannya muncul ratusan jenis khat kaligrafi, tidak semua khat tersebut bertahan hingga saat ini. Terdapat delapan jenis khat kaligrafi yang nampak yang dikenal oleh para pecinta seni kaligrafi di Indonesia, yaitu;

    1.         Naskhi

    ( Gbr. Gaya Naskhi)

    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Kaligrafi gaya Naskhi paling sering dipakai umat Islam, baik untuk menulis naskah keagamaan maupun tulisan sehari-hari. Gaya Naskhi termasuk gaya penulisan kaligrafi tertua. Sejak kaidah penulisannya dirumuskan secara sistematis oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10, gaya kaligrafi ini sangat digunakan untuk menulis mushaf Alquran sampai sekarang. Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan tambahan sehingga mudah ditulis dan dibaca.
    2.      Tsuluts

    ( Gbr. Gaya Tsuluts)

    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Seperti halnya gaya Kufi, kaligrafi gaya Tsuluts diperkenalkan oleh Ibnu Muqlah yang merupakan seorang menteri (wazir) di masa Kekhalifahan Abbasiyah. Tulisan kaligrafi gaya Tsuluts sangat ornamental, dengan banyak hiasan tambahan dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu untuk memenuhi ruang tulisan yang tersedia. Karya kaligrafi yang menggunakan gaya Tsuluts bisa ditulis dalam bentuk kurva, dengan kepala meruncing dan terkadang ditulis dengan gaya sambung dan interseksi yang kuat. Karena keindahan dan keluwesannya ini, gaya Tsuluts banyak digunakan sebagai arsitektur masjid, sampul buku, dan dekorasi interior.


    3.      Farisi


    ( Gbr.II.3. Gaya Farisi)

    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Seperti tampak dari namanya, kaligrafi gaya Farisi dikembangkan oleh orang Persia dan menjadi huruf resmi bangsa ini sejak masa Dinasti Safawi sampai sekarang. Kaligrafi Farisi sangat mengutamakan garis, ditulis tanpa harakat, dan kepiawaian penulisnya ditentukan oleh kelincahannya mempermainkan tebal-tipis huruf dalam ‘takaran’ yang tepat. Gaya ini banyak digunakan sebagai dekorasi eksterior masjid di Iran, yang biasanya dipadu dengan warna-warni Arabes.

    4.      Riq’ah

    ( Gbr. Gaya Riq’ah)
    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Kaligrafi gaya Riq’ah merupakan hasil pengembangan kaligrafi gaya Naskhi dan Tsuluts. Sebagaimana halnya dengan tulisan gaya Naskhi yang dipakai dalam tulisan sehari-hari. Riq’ah dikembangkan oleh kaligrafer Daulah Utsmaniyah, lazim pula digunakan untuk tulisan tangan biasa atau untuk kepentingan praktis lainnya. Karakter hurufnya sangat sederhana, tanpa harakat, sehingga memungkinkan untuk ditulis cepat.

    5.      Ijazah (Raihani)

    ( Gbr. Gaya Ijazah)
    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Tulisan kaligrafi gaya Ijazah (Raihani) merupakan perpaduan antara gaya Tsuluts dan Naskhi, yang dikembangkan oleh para kaligrafer Daulah Usmani. Gaya ini lazim digunakan untuk penulisan ijazah dari seorang guru kaligrafi kepada muridnya. Karakter hurufnya seperti Tsuluts, tetapi lebih sederhana, sedikit hiasan tambahan, dan tidak lazim ditulis secara bertumpuk (murakkab).

    6.      Diwani

    ( Gbr.II.6. Gaya Diwani)

    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Gaya kaligrafi Diwani dikembangkan oleh kaligrafer Ibrahim Munif. Kemudian, disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah dan kaligrafer Daulah Usmani di Turki akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16.
    Gaya ini digunakan untuk menulis kepala surat resmi kerajaan. Karakter gaya ini bulat dan tidak berharakat. Keindahan tulisannya bergantung pada permainan garisnya yang kadang-kadang pada huruf tertentu neninggi atau menurun, jauh melebihi patokan garis horizontalnya. Model kaligrafi Diwani banyak digunakan untuk arsitektur dan sampul buku.



    7.  Diwani Jali

    ( Gbr. Gaya Diwani Jali)

    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Kaligrafi gaya Diwani Jali merupakan pengembangan gaya Diwani. Gaya penulisan kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hafiz Usman, seorang kaligrafer terkemuka Daulah Usmani di Turki. Anatomi huruf Diwani Jali pada dasarnya mirip Diwani, namun jauh lebih ornamental, padat, dan terkadang bertumpuk-tumpuk. Berbeda dengan Diwani yang tidak berharakat, Diwani Jali sebaliknya sangat melimpah. Harakat yang melimpah ini lebih ditujukan untuk keperluan dekoratif dan tidak seluruhnya berfungsi sebagai tanda baca. Karenanya, gaya ini sulit dibaca secara selintas. Biasanya, model ini digunakan untuk aplikasi yang tidak fungsional, seperti dekorasi interior masjid atau benda hias.

    8.      Kufi


    ( Gbr. Gaya kufi)
    Menurut Didin Sirojuddin (2006), Gaya penulisan kaligrafi ini banyak digunakan untuk penyalinan Alquran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini adalah model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi. Gaya ini pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak, yang merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam sejak abad ke-7 M. Khat Arab dinamakan Jazm karena khat kufi pada awalnya bernama Jazm, sebelum kota Kufah didirikan.
    Dinamakan Jazm karena dia „juzima‟ atau terpotong dan dilahirkan dari fan Musnad Humeiri. Khat ini juga disebut sebagai khat Muzawwa (kubisme) merupakan tulisan Arab yang asal. Khat ini pernah masyhur di Hirah, Raha dan Nashibain sebelum berdirinya kota Kufah. Tulisan ini yang juga dipanggil khat Hieri (dari perkataan Hirah) diakui sebagai tulisan yang pernah memainkan peranan penting dalam menyalin masalah-masalah keagamaan.
    Khat kufi mempunyai ciri istimewa dan berbeda dengan khat-khat lain. Khat kufi mudah dikenal, sifatnya yang bersudut-sudut atau bersegi, mempunyai ukuran yang seimbang dan spesifik. Khat ini tampak lebih kokoh dan ringkas. Sapuan garis vertikalnya pendek manakala sapuan garis horizontal memanjang dalam ukuran yang sama lebar. Maka ini akan menyebabkan tulisan khat kufi kelihatan berbentuk segiempat panjang. Hal yang penting dalam menulis khat ini ialah menekankan bahwa khat kufi dari jenis tulisan yang bersiku-siku.















    PENUTUP

    A.    Kesimpulan
    Khat atau kaligrafi ialah sebuah garis atau coretan pena yang membentuk sebuah tulisan tangan yang indah.
                Fungsi kaligrafi dibagi menjadi dua yaitu: (1) sebagai media komunikasi, (2) sebagai media berekspresi.
                Jenis khat yang masih dikenal sampai sekarang ada delapan yaitu: naskhi, tsulust, farisi, riq’ah, ijazah (raihani), diwani, diwani jail, dan kufi.

    B.     Saran

    Penulis menyadari akan kekurangan bahan dari materi makalah ini jadi penulis menyarankan apabila terdapat kekurangan atau isi dari makalah ini maka saran – saran kritik dari pembaca adalah penutup dari semua kekurangan kami dan menjadikan semua itu guna menjadi bahan acuan untuk memotivasi dan menyempurnakan makalah kami.


















    DAFTAR PUSTAKA


    [1] . D.A. Girling (ed), Eryman’s Encyclopaedia, (London: JM. Dent & Sons Ltd, 1978), vol.2, Cet VII, h.629 
    [2] . F. Steingass, Arabic English Dictionery,(New Delhi: Cosmos Publications, 1978), h.42. Simak pula: Kamus Al munir 
    [3] . Al-Mu’jam al- Wajiz, (Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyah, 1995) h.203 
    [4] . dikutip dari Irsyad al-Qosid (Kairo: Kustatasumas wa Syarikuhu, tth), h. 3-4 
    [5] . Muhammad Thahir ibn Abd al-Qadir al- Kurdi al-Makki al-Khaththath, Tarikh al-Khath al-Arabi wa Adabihi, (Hijaz,1982), Cet III, h.17







    [1] D.A. Girling (ed), Eryman’s Encyclopaedia, (London: JM. Dent & Sons Ltd, 1978), vol.2, Cet VII, h.629 
    [2] F. Steingass, Arabic English Dictionery,(New Delhi: Cosmos Publications, 1978), h.42. Simak pula: Kamus Al munir 
    [3] Al-Mu’jam al- Wajiz, (Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyah, 1995) h.203 
    [4] dikutip dari Irsyad al-Qosid (Kairo: Kustatasumas wa Syarikuhu, tth), h. 3-4 

    [5] Muhammad Thahir ibn Abd al-Qadir al- Kurdi al-Makki al-Khaththath, Tarikh al-Khath al-Arabi wa Adabihi, (Hijaz,1982), Cet III, h.17

  • Copyright © - expresi top

    expresi top - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan