- Home>
- SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU PERTUMBUHAN MASYARAKAT BERILMU
Posted by : Unknown
Selasa, 04 Oktober 2016
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU
PERTUMBUHAN MASYARAKAT BERILMU
Dosen pembimbing :
Ali priyono,S.Ag, M.Pd.I
Kelompok III:
Atika Mila Diyanah
Nur millah azkiya
Wahyu nur cahyani
UNIVERSITAS
KH. A. WAHAB HASBULLAH (UNWAHA)
PENDIDIKAN
BAHASA ARAB (PBA)
TAMBAKBERAS JOMBANG
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
saya panjatkan ke hadirat Alloh SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah tentang Sejarah Perkembangan Ilmu Dan
Pertumbuhan Masyarakat Berilmu. Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah filsafat ilmu.
Tak lupa pula ucapan
terima kasih kami kepada bapak Ali Priyono,S.Ag, M.Pd.I sebagai dosen
mata kuliah Filsafat Ilmu, yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran
dan keteladanan.
Dengan segala kerendahan hati saya
mengakui makalah ini masih jauh dari sempurna, karena pengetahuan, kemampuan
dan pengalaman saya yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu, apabila ada
saran dan kritik dari semua pihak akan saya terima dengan tangan terbuka untuk
perbaikan makalah ini di masa mendatang.
Walaupun demikian, saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi saya
khususnya serta bagi pembaca pada umumnya.Atas kritik dan
sarannya kami ucapkan terimakasih yang
sebanyak-banyaknya.
Jombang, 29 Mei 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................................. ii
BAB
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang........................................................................................................ 1
B.
Rumusan masalah.................................................................................................... 2
C.
Tujuan
makalah........................................................................................................ 2
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perkembangan
Ilmu................................................................................... 3
B.
Ilmu dan Pengalaman
Pra-Ilmiah............................................................................ 15
C.
Pertumbuhan Masyarakat
Berilmu.......................................................................... 16
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan............................................................................................................. 19
Daftar Pustaka.................................................................................................................... 26
BAB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Yang namanya sejarah memang tidak pernah bisa dipisahkan dari kehidupan
manusia, karena di dalamnya terdapat beberapa peristiwa-peristwa yang telah
terjadi pada masa yang sudah dilewati dan hal itu sangat berguna bagi kehidupan
manusia untuk masa kini bahkan masa depan dalam segala aspek kehidupan. Sejarah
sangat berpengaruh terhadap proses perjalanan hidup manusia, karena
kejadian-kejadian pada masa lalu dan masa
kini saling berhubungan. Kejadian-kejadian tersebut tidak
terbatas pada hubungan kronologis saja, tetapi juga adanya hubungan sebab
akibat yang sangat erat.
Sejarah
ilmu telah membuktikan serangkaian kemenangan-kemenangan ilmu atas kebodohan
dan tahayul yang berkembang. Berangkat dari mitos-mitos yang berkembang,
manusia yang kritis mencoba untuk melakukan berbagai pembuktian yang mampu
diterima akal tentang hal-hal tersebut, sehingga menelurkan karya-karya ilmiah
tentang berbagai hal yang semula merupakan mitos.
Sementara itu, kemapanan ilmu-ilmu yang kita pelajari pada saat ini,
tidak lahir begitu saja secara instan, melainkan melalui beberapa proses dan
tahapan-tahapan panjang untuk menjadi sebuah ilmu. Disini diperluakan
adanya pemahaman mengenai sejarah ilmu secara priodik. Karena setiap priode
menampilkan ciri khas tertentu dan penemuan demi penemuan tidaklah berpusat
pada suatu tempat.
Sepertihalnya sejarah ilmu dan filsafat tentu tak akan
lepas dari perbincangan peradaban Yunani kuno, sebab Filsafat dan ilmu yang
dikenal di dunia Barat dewasa ini telah dulu menjadi objek kajian pada zaman
Yunani kuno. Walaupn sebenarnya bukan hanya Yunani kuno yang mempuyai peradaban
filosofis di muka bumi. terdapat beberapa kawasan yang dahulu kala juga pernah
mengalami kemajuan berfikir secara filosofis, sepert India, Mesir, Cina dan
Persia. Namun, Yunanilah yang mampu menorehkan prestasi luar biasa yang telah
dicatat dengan tinta emas oleh sejarah sebagai negara yang membidani lahirnya
ilmu pengetahuan dan filsafat.
B.
Rumusan Masalah
A. Bagaimana sejarah periodesasi
perkembangan ilmu?
B. Apa itu ilmu dan pengalaman prailmiah?
C. Bagaimana pertumbuhan masyarakat
berilmu?
C.
Tujuan Makalah
A. Untuk mengetahui sejarah periodesasi
perkembangan ilmu.
B. Untuk mengetahui arti ilmu dan
pengalaman pra-ilmiah.
C. Untuk mengetahui sejarah pertumbuhan
masyarakat berilmu.
BAB
PEMBAHASAN
1.
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Periode Pra Yunani Kuno.
Dalam sejarah
perkembangan peradaban manusia. Yakni ketika belum mengenal peralatan seperti
yang dipakai sekarang ini. Pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai
peralatan. Masa zaman batu berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000 tahun
sebelum masehi. Sisa peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini antara
lain: alat-alat dari batu, tulang belulang dari hewan, sisa beberapa tanaman,
gambar-gambar digua-gua, tempat-tempat penguburan, tulang belulang manusia
purba. Evolusi ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah perkembangan
pemikiran yang terjadi di Yunani, Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan
Eropa.
Catatan
mengenai peradaban manusia yang paling awal tercatat berasal dari Timur Tengah,
persisnya Mesir. Pada jaman pra sejarah, nenek moyang manusia modern di Mesir
sudah mengenal bahasa, terbukti dengan peninggalan tulisan-tulisan yang diukir
di batu-batu dalam goa. Sejarah mencatat bahwa bangsa Mesir kuno sudah mengenal
ilmu bintang, ilmu bumi, arsitektur dan sebagainya. Bangsa Mesir kemudian juga
mengembangkan papyrus (sejenis kulit kayu) yang dijadikan bahan tulis (tahun
3000 sebelum Masehi).[1] Di zaman
dinasti Xia (2205-1766 SM) dikenal dengan nama Gui Cang (kembali ke kegaiban).
Lalu di masa dinasti Zhou (1066-221 SM) populer dengan sebutan Zhou Yi (kitab
perubahan dari dinasti Zhou), dan akhirnya, kini dikenal sebagai Yi jing
(dibaca: i Ching), yang secara harfiyah berati kitab tentang perubahan.
Adapun ciri-ciri ilmu pengetahuan pada zaman ini sebagai
berikut:
a. Know
how (bagaimana cara berbuat) dalam kehidupan sehari-hari yang didasrakan pada
pengalaman.
b.
Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan
sikap reseptif mind, keterangan masih dihubungkan dengan kekuatan magic.
c. Kemampuan
menemukan abjad dan sistim bilangan alam sudah menampakkan perkembangan
pemikiran manusia ke atas abstraksi.
d.
Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas
sintesa terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
e. Kemampuan meramal
suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi.
Misalnya gerhana bulan dan matahari.[2]
2. Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Yunani Kuno (abad 6 SM-6 M).
Pada zaman ini dianggap sebagai zaman keemasan yang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pada masa ini
orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya.
b.
Masyarakat pada masa ini tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi yang dianggap
sebagai suatu bentuk pseudo-rasional.
c. Masyarakat tidak dapat
menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap reseptif attitude (sikap
menerima begitu saja) melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu
sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis) sikap belakangan inilah
yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis inilah
yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir-ahli pikir terkenal
sepanjang masa.[3]
Salah satu tokoh
Yunani yang terkenal pada waktu itu PARMENIDES dengan pendapatnya ”hanya yang
ada itu ada” menides
tidak mendefinisikan apa itu "yang ada", tetapi dia menyebutkan
beberapa sifatnya yang meliputi segala sesuatu. Menurutnya, "yang
ada" itu tidak bergerak, tidak berubah, dan tidak terhancurkan. "Yang
ada" itu juga tidak tergoyahkan dan tidak dapat disangkal. Kalau orang
menyangkal bahwa "yang ada" itu tidak ada, dengan pernyataannya
sendiri orang itu mengakui bahwa "yang ada" itu ada. Sebab, kalau
benar "yang ada" itu tidak ada, orang itu tidak dapat menyangkal
adanya "yang ada". Jadi, kenyataan bahwa "yang ada" itu
dapat ditolak keberadaannya menunjukkan "yang ada" itu memang ada,
sedangkan "yang tidak ada" itu tidak ada! Sesuatu "yang tidak
ada" sama sekali tidak dapat dikatakan atau dipikirkan, apalagi didiskusikan
(disanggah atau diiyakan).
Sebaliknya, "yang ada" itu
selalu dapat dikatakan, dipikirkan, dan didiskusikan. Oleh sebab itu, pernyataan
Parmenides ini menjadi terkenal, "Ada dan pemikiran itu satu dan
sama." Maksudnya, "yang ada" itu selalu bisa dipikirkan, dan
"yang dapat dipikirkan" selalu ada. Parmenides membuat suatu
pemisahan tajam antara apa yang kelak disebut "pengetahuan empiris",
yakni pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman atau pencerapan indrawi
(empeiria, Yunani), dengan "pengetahuan akal budi" yang murni dan
sejati. Jenis pengetahuan yang terakhir ini hanya diperoleh berkat akal budi
yang mampu menangkap "ada" yang bersifat satu dan tidak berubah, di
balik segala sesuatu yang bersifat indrawi melulu dan tidak mantap.
Dengan gaya seorang penyair, Parmenides menantang siapa pun untuk
berani memakai daya akal budinya melawan arus pendapat umum, "Jangan
biarkan dirimu didesak ke jalan yang salah oleh kuatnya kebiasaan dan pandangan
umum. Jangan percaya pada penglihatan yang menyesatkan dan telinga yang hanya
mengumpulkan bunyi-bunyi. Juga jangan percaya pada lidah: hanya akal budi
semata-mata hendaklah menjadi penguji dan hakim segala sesuatu!". Dan masih bnyak
ilmuan lainnya seperti thales, pytagoras, anaximenes, konfusius, heraclmus, dan
ilmuan lainnya.
Thales, yang mempelajari astronomi dan
topik-topik pengetahuan termasuk fisika.[4] Dan sebagian
sarjana mengakuinya pula sebagai ilmuwan pertama di dunia.[5] Thales
mempertanyakan asal mula, sifat dasar dan struktur komposisi alam, yang
menurutnya semuanya berasal dari air sebagai materi dasar kosmis.[6]
Pytagoras (572-497 SM) adalah seorang ahli matematika yang
lebih terkenal Dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Dan
mendirikan aliran filsafat Pythagorianisme yang mengemukakan sebuah ajaran
metafisis bahwa bilangan merupakan intisari dari semua benda maupun dasar pokok
dari sifat-sifat benda.[7]
Tokoh lainnya yaitu Demokritus (460-370 SM) yang menegaskan
bahwa realitas terdiri dari banyak unsur yang disebutnya dengan atom. Pandangan
Demokritus ini merupakan cikal bakal perkembangan ilmu fisika, kimia dan
biologi.[8]
Plato (428-348 SM) yang berpendapat bahwa geometri sebagai
pengetahuan rasional berdasarkan akal murni menjadi kunci ke arah ilmu
pengetahuan serta bagian pemahaman mengenai sifat dasar dari kenyataan yang
terakhir. Geometri merupakan suatu ilmu yang dengan akal murni membuktikan
proporsi-proporsi abstrak mengenai hal-hal yang abstrak. Begitu pentingnya geometri
bagi filsafat menurut Plato sehingga konon pintu gerbang akademi Plato tertulis
” janganlah orang masuk ke sini jika ia tidak mengetahui geometri”.[9]
Aristoteles (384-322 SM) yang berpendapat bahwa filasafat dan
ilmu tergolong sebagai pengetahuan rasional, yakni pengetahuan yang diperoleh
dari pemikiran atau rasio manusia, yang dapat dibedakan menjadi tiga bagian
yaitu: Praktike (pengetahuan praktis), Poietike (pengetahuan produktif) dan
theoretike (pengetahuan teoritis). Adapun Theoritike dibedakan menjadi tiga
kelompok yaitu: Mathematike (pengetahuan matematika), Phisike (pengetahuan
fisika) dan Prote philosophia (filsafat pertama).[10]
3.
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Pertengahan (abad : 6-16 M)
Zaman pertengahan atau yang disebut Middle Age ditandai dengan
tampilnya para theolog di lapangan ilmu pengetahuan di belahan dunia eropa.
Para ilmuwan pada masa ini hampir semua para theolog, sehingga aktifitas ilmiah
terkait dengan aktifitas keagamaan yaitu agama Kristen, atau dengan kata lain,
kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan yang
berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah Ancilla Theologia (abdi agama).
Sebaliknya di dunia Timur terutama Negara-negara Islam justru
terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Kalau di daerah Barat
pada zaman pertengahan lebih berkutat pada masalah-masalah keagamaan, maka
berbeda dengan peradaban dunia Islam yang saat itu melakukan penerjemahan
besar-besaran terhadap karya-karya filosof yunani dan berbagai temuan di
lapangan ilmiah lainya.[11]
Bani Umayyah sebagai salah satu contohnya telah menemukan suatu
cara pengamatan astronomi pada abad 7 Masehi, yaitu sekitar 8 abad sebelum
Galileo Galilei dan Copernicus. Sedangkan kebudayaan Islam yang menaklukkan
Persia abd 8 Masehi telah mendirikan sekolah kedokteran di Jundishapur. Pada
zaman keemasan kebudayaan Islam dilakukan penerjemahan berbagai karya Yunani
dan bahkan Kholifah Al Makmun telah mendirikan Rumah kebajikan (House
Wisdom) pada abad 9 Masehi. Itu artinya bahwa perjalanan peradaban islam sudah
jauh lebih dulu terbentuk dibandingkan peradaban Barat.
Sumbangan
sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang, yaitu:
a.
Menterjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskan
sedemikian rupa, sehingga dapat dikenal dunia Barat seperti sekarang ini.
b.
Memperluas pengamatan dalam ilmu Kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu
kimia, ilmu bumi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
c.
Menegaskan sistim decimal dan dasar-dasar aljabar.[12]
Pada zaman pertengahan ini, Eropa berada dalam masa tidur
panjang akibat pengaruh dogma-dogma agama sedangkan kebudayaan Islam di zaman
dinasti Abbasiyah berada pada puncak keemasannya. Ali Kettani menengarahi
kemajuan umat Islam pada masa itu lantaran didukung semangat sebagai
berikut:
a. Universalism
b. Tolerance
c. International
Character of the market
d. respect for
science and scintist
e. the Islam
nature of both the end and means of science.[13]
Universalism artinya pengembangan
iptek mengatasi sekat-sekat kekuasaan, kebangsaan, bahkan keagamaan. Tolerance
artinya sikap tenggangrasa dalam pengembangan iptek dimaksud untuk membuka
cakrawala di kalangan para ilmuan sehingga perbedaan pendapat dianggap sebagai
pemicu ke arah kemajuan, bukan sebagai penghalang. Di zaman dinasti Abbasiyah
perpustakaan Darul Himah membuka pintu bagi para ilmuan non muslim untuk
memanfaatkan dan mempelajari berbagai literatur yang ada di dalamnya. Pemasaran
hasil iptek merupakan suatu wahana untuk menjamin kontinyuitas aktifitas ilmiah
itu sendiri, karena itu, International character of the market (pasar yang
bersifat internasional) sangatlah dibutuhkan. Respect for science and scientist
(penghargaan yang tinggi) dalam arti setiap temuan dihargai secara layak
sebagai hasil jerih payah atas usaha seseorang atau sekelompok orang. The Islam
nature of both the end and means of science artinya, sarana dan tujuan iptek
haruslah terkait dengan nilai-nilai agama artinya, setiap kegiatan ilmiah tidak
boleh bebas nilai, apalagi nilai agama. Sebab ilmuan yang melepaskan diri dari
nilai-nilai agama akan terperangkap pada arogansi intelektual, dan menjadikan
perkembangan iptek yang depersonalisasi dan dehumanisasi.[14]
Tanda lain dari keemasan Islam (Golden Age) adalah kemajuan
pesat ilmu dengan memperkenalkan sistim desimal. Filsuf muslim Al Khawaruzmi
yang mengembangkan trigonometri dengan memperkenalkan teori sinus dan cosinus,
tangent dan cotangent. Ilmu Fisika menampilkan Fisikus asal Baghdad Musa Ibnu
Syakir dan putranya Muhammad, Ahmad dan Hasan yang mengarang kitab Al Hiyal
yang menggambarkan hukum-hukum mekanik dan stabilitas. Ibnu Al Haytham
(965-1039 M) yang mengarang kitab Al-Manadhir, yang membuktikan hukum refraksi
cahaya.
Bidang astronomi pada awalnya diterjemahkan pada zaman bani
Umayyah dan dilanjutkan pada zaman bani Abbasiyah awal. Ibnu Habib Al Farisi
(777 M) merupakan ilmuan muslim pertama yang menerjemahkan karya Ptolemy yang
berjudul Almagest. Bidang ilmu Kimia menampilkan Jabir Ibnu Hayyan Al Kufi dari
Kufah yang memiliki Laboratorium dekat Bawabah Damaskus yang melakukan
percobaan pada pancaindera, penggunaan metalik, dan lain-lain. Jabir
menggambarkan eksperimen yang dilakukan dalam kalimat berikut ini: ”Pertama
kali saya mengetahui sesuatu dengan tangan dan otak saya, dan saya menyelidiki
sesuatu itu sampai benar, dan mencari kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya”[15]
Sejak zaman Rasulullah, bidang ilmu kedokteran di dunia Islam
sebenarnya sudah dirintis dengan mendirikan rumah sakit di Madinah, termasuk
rumah sakit untuk angkatan perang Islam. Ar Razi merupakan ahli medis
muslim pertama yang memimpin rumah sakit Baghdad. Ar Razi menulis buku tentang
Diet, farmakologi dan lain-lain. Buku medis lainya ditulis oleh Ali Ibnu Abbas
Al ahwazi (940 M) Al Kitab Al Maliki tentang teori dan praktik medis. Ibnu
Siena juga mengarang buku teks tentang medis yang berjudul Al Qanun, yang
menjadi buku standar selama 500 tahun dalam dunia Islam dan Eropa. Ibnu Siena
juga meneliti tentang masalah anatomi, kesehatan anak, gynaesology.[16]
Di bidang Geografi, para ilmuan muslim mengembangkan jarum
magnetik untuk dipergunakan dalam navigasi dan penemuan kompas, sehingga mereka
berjasa dalam penemuan pulau-pulau baru dan rute laut lingkar Asia, Afrika dan
Eropa. Para petualang muslim menjelajahi cina, Jepang, India, Asia Tenggara, da
Samudra Hindia, Eropa termasuk Skandinavia, Irlandia, Jerman, Perancis dan
Rusia. Pada abad kesembilan ahli Geografi muslim Ahmad Ibnu Ya’kub
menggambarkan perjalanan dalam kitab Al Buldan dan Ubayd-Allah ibnu Abd-allah
ibnu Khurd Dhabah (825-912 M) yang mempublikasikan bukunya Al Masalik wa Al
Mamalik (garis Edar dan Kerajaan).
4.
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Renaissance (abad 14-16 M)
Zaman
Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari
dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan abad
tengah mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman
renaissance adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas seperti zaman
Yunani kuno. Pada zaman renaissance manusia disebut sebagai animal rationale,
karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang. Manusia akan
mencapai kemajuan (progress) atas hasil usahanya sendiri, tidak didasarkan
campur tangan ilahi.[17]
Tokoh-tokohnya
adalah : Roger Bacon, Copernicus, Tycho Brahe, yohanes Keppler, Galilio
Galilei. Yang menarik disini adalah pendapat Roger Bacon, ia berpendapat bahwa
pengalaman empirik menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua
ilmu pengetahuan. Matematik merupakan syarat mutlak untuk mengolah semua
pengetahuan. Menurut Bacon, filsafat harus dipisahkan dari theologi. Agama yang
lama masih juga diterimanya. Ia berpendapat bahwa akal dapat membuktikan adanya
Allah. Akan tetapi mengenai hal-hal yang lain didalam theology hanya dikenal
melalui wahyu. Menurut dia kemenangan iman adalah besar, jika dogma-dogma
tampak sebagai hal-hal yang tidak masuk akal sama sekali.
Sedangkan
Copernicus adalah tokoh gereja ortodok, yang menerangkan bahwa matahari berada
di pusat jagat raya, dan bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran
sehari-hari pada porosnya dan gerakan tahunan mengelilingi matahari. Teori ini
disebut Heliosentrisme. Namun teorinya ditentang kalangan gereja yang
mempertahankan prinsip Geosentrisme yang dianggap lebih benar dari pada prinsip
Heliosentrisme. Setiap siang kita melihat semua mengelilingi bumi. Hal ini
ditetapkan Tuhan, oleh agama, karena manusia menjadi pusat perhatian Tuhan,
untuk manusialah semuanya, paham demikian disebut Homosentrisme. dengan kata
lain prinsip Geosentrisme tidak dapat dipisahkan dari prinsip Homosentrisme.
Penemuan-penemuan
ilmu pengetahuan modern sudah mulai
dirintis pada zaman renaissance. Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada
masa ini adalah bidang astromoni. Tokoh-tokohnya yang terkenal seperti: Nicolus
copernicus (1473-1543) seorang tokoh gerejani yang ortodok yang mengemukakan
bahwa matahari berada di pusat jagat raya bumi mempunyai dua macam gerak yaitu:
perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan mengelilingi
matahari. Teorinya ini disebut “Heliloisme” dimana matahari adalah pusat jagat
raya bukan bumi sebagaimana dikemukakan oleh Ptolomeus yang diperkuat oleh
Gereja.[18]
Ilmuwan lainnya pada periode ini adalah Kepler dan Gelileo
Gelilei. Langkah-langkah yang dilakukan Galileo dalam bidang ini menanamkan
pengaruh kuat bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern, karena menunjukkan
beberapa hal seperti: pengamatan (observasi), penyingkiran (eliminasi) segala
hal yang tidak termasuk dalam peristiwa yang diamati. Idealisasi, penyusunan
teori secara spekulatif ats peristiwa tersebut, peramalan (prediction),
pengukuran (measurement), dan percobaan (experiment) untuk menguji teori yang
didasarkan pada ramalan matematik.
5.
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Modern (Abad 17-19 M)
Zaman ini
ditandai dengan berbagai pemhgetahuan dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari
berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme
Yunani. Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme,
Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah
alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh
penting pendukung rasionalisme, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan
aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa., spirit, Para pengikut
aliran/paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat kritisisismenya
Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut Idealisme
subyektif merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal dengan
filsafat Idealisme Objektif .Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam
Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.
Pada Paham
Empirisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain
didahului oleh pengalaman. ini bertolak belakang dengan paham rasionalisme.
Mereka menentang para penganut rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-kepastian
yang bersifat apriori. Pelopor aliran ini adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan
David Hume.
Perkembangan
ilmu pengetahuan pada zaman modern ini sesungguhnya sudah dirintis
sejak zaman Renaissance, yaitu permulaan abad XIV.
Benua Eropa dipandang sebagai basis perkembangan ilmu pengetahuan pada
masa ini menurut Slamet Imam Santoso[19] sebenarnya
mempunyai tiga sumber yaitu:
a.
Hubungan antara kerajaan Islam di semenanjung Iberia dengan Negara-negara
Perancis. Para pendeta di Perancis banyak yang belajar di Spanyol, kemudian
mereka inilah yang menyebarkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya itu di
lembaga-lembaga pendidikan di Perancis.
b. Perang
Salib (1100-1300) yang terulang sebanyak enam kali tidak hanya menjadi ajang
peperangan fisik, namun juga menjadikan para tentara atau serdadu Eropa yang
berasal dari berbagai negara itu menyadari kemajuan negara-negara Islam,
sehingga mereka menyebarkan ajaran pengalaman mereka itu sekembalinya di
negara masing-masing.
c. Pada
tahun 1453 Istambul jatuh ke tangan Bangsa Turki, sehingga para pendeta atau
sarjana mengungsi ke Italia atau negara-negara lain. Mereka ini menjadi
pioner-pioner bagi pengembangan ilmu di Eropa.
Tokoh yang terkenal sebagai bapak Filsafat modern adalah Rene
Descrates. Ia telah mewariskan suatu metode berfikir yang menjadi landasan
berfikir dalam ilmu pengetahuan modern. Langkah-langkah descrates adalah
sebagai berikut:
a. Tidak
menerima apapun sebagai hal yang benar kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu
memang benar.
b. Memilah-milah
masalah menjadi bagian-bagian terkecil untuk mempermudah permasalahan.
c.
Berfikir runtut mulai dari hal yang sederhana sedikit demi sedikit
untuk sampai ke hal yang paling rumit.
d.
Perincian yang lengkap dan pemeriksaan yang menyeluruh diperlukan supaya
tidak ada yang terlupakan.[20]
Perkembangan ilmu mencapai puncak kejayaan di tangan Newton.
Ilmuwan Inggris ini antara lain merumuskan teori gaya berat dan kaidah-kaidah
mekanika dalam karya tulis yang diberi judul Philosophiae Naturalis Principia
Mathematica Asas-asas matematika dari filsafat alam)[21]
6. Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Kontemporer (Abad 20 dan seterusnya)
Yang
dimaksud dengan zaman kontemporer adalah dalam kontek ini adalah era
tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan
pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang adalah bahwa zaman modern adalah
era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan
kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi
hingga saat sekarang. Yakni dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dalam
berbagai bidang. Diantara ilmu-ilmu khusus yang
dibicarakan para filsuf, maka bidang fisika menempati kedudukan yang paling
tinggi. Menurut Root Fisika dipandang sebagai ilmu pengetauan yang subjek
materinya mengandung unsur-unsur fundamentasil yang membentuk alam
semesta.
Fisikawan termashur abad keduapuluh adalah Albert Einstein. Ia
mengatakan bahwa alam itu tak terhingga dan tak terbatas, tetapi juga bersifat
statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi. Ini berarti
bahwa alam semesta ini bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak mengakui
adanya pencipata alam. Namun pada tahun 1929 seorang fisikawan lain Hubble yang
mempergunakan teropong terbesar di dunia melihat galaksi-galaksi di sekeliling
kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jaraknya dari bumi. Observasi ini
menunjukkan bahwa alam semesta ini tidak statis, melainkan dinamis, sehingga
meruntuhkan pendapat Einstein tentang teori kekekalan materi dan alam semesta
yang statis. Dan jagad raya ternyata berekspansi.[22]
Disamping teori tentang fisika, teori alam semesta dan
lain-lain, maka zaman kontemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai
teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang
mengalami kemajuan yang sangat pesat. Mulai dari penemuan computer, berbagai
satelit komunikasi, internet dan lain sebagainya. Mobilitas manusia yang sangat
tinggi saat ini merupakan pengaruh teknologi komunikasi dan informasi.
Dalam pertengahan abad ini, dapat pula disaksikan lahirnya
serangkaian ilmu antar disiplin misalnya ilmu perilaku (behavioral science)
yang menggabungkan ilmu psikologi dengan berbagai cabang ilmu sosial seperti
sosiologi , antropologi untuk menelaah tingkah laku manusia. Contoh lain ilmu
antar disiplin ialah Anatomi Sosial manusiawi (Human Social anatomy) yang
memadukan anatomi, ilmu fosil, antropologi Ragawi, dan Etopologi studi tentang
pola perilaku organisme).
Bidang ilmu
lainnya juga mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga terjadi
spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer
cenderung mengetahui hal yang sedikit tapi secara mendalam. Ilmu kedokteran
semakin menajam dalam spesialis dan sub-spesialis atau super-spesialis,
demikian juga bidang-bidang lain. Di samping cenderung ke arah spesialisasi,
kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya,
sehingga dihasilkannya bidang ilmu baru, seperti: Bioteknologi yang dewasa ini
dikenal dengan teknologi Kloning.
Pada periode ini berbagai kejadian dan
peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat
kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana
pada waktu itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong
benar-benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Begitu juga ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa genetika
dengan melakukan percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan cyber technology,
yang memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui internet. Belum lagi
keberhasilan manusia dalam mencetak berbagai produk nano technology, dalam
bentuk mesin-mesin micro-chip yang serba mini namun memiliki daya guna sangat
luar biasa.
Semua
keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap
kebesaran ilmu dan teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa
positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal, reduktif dan free of value
telah membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya, serta memberikan
kontribusi yang besar dalam membangun peradaban manusia seperti sekarang ini.
Namun, dibalik
keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan persoalan-persoalan baru yang
tidak sederhana, dalam bentuk kekacauan, krisis yang hampir terjadi di setiap
belahan dunia ini. Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi terhadap manusia,
karena manusia telah memperlakukan dan mengexploitasinya tanpa memperhatikan
keseimbangan dan kelestariannya. Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di
mana-mana sebagai akibat dari benturan budaya yang tak terkendali.
Kesuksesan
manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata telah menjadi
bumerang bagi kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi yang
diciptakan manusia itu seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si
penciptanya sendiri, yaitu manusia.
Berbagai
persoalan baru sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang
dikembangkan oleh kaum positivisme-empirik, telah memunculkan berbagai kritik
di kalangan ilmuwan tertentu. Kritik yang sangat tajam muncul dari kalangan
penganut “Teori Kritik Masyarakat”, sebagaimana diungkap oleh Ridwan Al
Makasary. Kritik terhadap positivisme, kurang lebih bertali temali dengan
kritik terhadap determinisme ekonomi, karena sebagian atau keseluruhan bangunan
determinisme ekonomi dipancangkan dari teori pengetahuan positivistik.
Positivisme juga diserang oleh aliran kritik dari berbagai latar belakang dan
didakwa berkecenderungan meretifikasi dunia sosial. Pandangan teoritikus kritik
dengan kekhususan aktor, di mana mereka menolak ide bahwa aturan aturan umum
ilmu dapat diterapkan tanpa mempertanyakan tindakan manusia. Akhirnya “ Teori
Kritik Masyarakat” menganggap bahwa positivisme dengan sendirinya konservatif,
yang tidak kuasa menantang sistem yang eksis.
Rich mengemukakan “There is
no the truth nor a truth – truth is not one thing, - or even a system. It is an
increasing completely” Pengalaman manusia begitu kompleks sehingga tidak
mungkin untuk diikat oleh sebuah teori.
B.
Ilmu dan Pengalaman Prailmiah
Ilmu
secara etimologi berasal dari bahasa arab, yaitu ‘alima-ya’lamu-‘ilman, yang
berarti, mengerti atau memahami benar-benar.[23] Dalam bahasa inggris ilmu disebut
science. Secara terminologi, ilmu menurut beberapa ahli sebagai berikut:
Menurut Muhammad Hatta, ilmu adalah
pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hokum kausal dalam suatu golongan
masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar,
maupun bangunannya dari dalam. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu
adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik dan keempatnya serentak.
Ashley Montagun, guru besar
antropologi di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan
yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengalaman studi dan percobaan
untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.[24]
Dalam kamus besar bahasa indonesia, ilmu
didefinisikan sebagai pengetahuan dalam suatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu pula. Dalam kamus, ilmu juga dapat diartikan sebagai
pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat, lahir, dan batin.[25]
Ilmu adalah sebagai pengetahuan tentang realitas yang nyata yang
dipastikan oleh pengamatan, pengujian kritis, dan pengklasifikasian sistematis
di bawah prinsip-prinsip umum. Pengetahuan juga mampu menjelaskan
penemuan-penemuan nilai-nilai masa lalu dan mampu membuat prediksi untuk masa
depan melalui pemahaman kausalitas. Ilmu juga harus bersifat universal
tidak terikat oleh ruang dan waktu, dapat dinyatakan dengan tegas, dapat
difahami, dan mempunyai keterkaitan empiris yang bisa diuji persesuaian
antara teori dan implikasi praktisnya.[26]
Untuk dapat memproduk suatu ilmu
diperlukan pengetahuan sebagai landasan, kemudian pengetahuan tersebut diolah
kembali dan disusun secara metodis, sistematis menggunakan
pendekatan-pendekatan ilmiah tentunya.
Pengetahuan merupakan berbagi gejala
yang diperoleh manusia melalui pengamatan indrawi. Pengetahuan dibagi menjadi
dua, yakni pengetahuan non ilmiah dan pengetahuan prailmiah. Pengetahuan non
ilmiah adalah hasil serapan indera terhadap pengalaman hidup yang tidak perlu
dan tidak mungkin diuji kebenarannya. Pengetahuan non ilmiah tidak dapat
dikembangkan menjadi pengetahuan ilmiah, jadi hanya sekedar pengetahuan.
Misalnya pengetahuan orang tentang adanya jin, makhluk halus atau benda-benda
pusaka. Sedangkan pengetahuan prailmiah adalah hasil serapan indera terhadap
pengalaman yang terbuka terhadap pengujian lebih lanjut menggunakan
metode-metode ilmiah. Pengetahuan prailmiah juga disebut pengalaman prailmiah.
Misalnya pengetahuan orang tentang manfaat rebusan daun sirih untuk mengurangi
bau badan dan keputihan. Dalam hal ini orang akan mencari tahu bagaimana
mungkin rebusan daun sirih dapat mengurangi bau badan dan mengobati
keputihan, orang akan mengadakan
eksperimen-eksperimen sehingga menemukan kebenaran dari pengalaman tersebut.
Beerling
berpendapat bahwa pengalaman prailmiah adalah pengetahuan manusia yang terdapat sebelum adanya ilmu yang
menjadi dasar pengetahuan ilmiah sampai masa kini.[27] Ilmu
dan pengalaman prailmiah merupakan dua hal yang saling berkaitan. Ilmu dapat
muncul karena adanya tahapan-tahapan termasuk salah satunya adalah pengalaman
prailmiah dan dilakukan pengujian terhadap pengalaman tersebut melalui
metode-metode ilmiah.
Ilmu juga timbul dari penggolongan secara metodologi terhadap arus bahan-bahan
pengalaman yang terkumpul.
C.
Pertumbuhan Masyarakat Berilmu.
Ilmu dari masa ke masa senantiasa
berkembang menjadi lebih kompleks seiring perkembangan pemikiran-pemikiran
manusia. Dengan tumbuh-suburnya ilmu pengetahuan berdampak pada
kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi yang sangat berperan dalam membantu
kegiatan-kegiatan manusia, yang merupakan dampak positif teknologi, ini tidak
terlepas dari adanya dampak negatif konsekuensi dari kemajuan teknologi
tersebut. Namun dengan terus berkembangnya kemampuan manusia dalam hal
teknologi dan ilmu pengetahuan, maka dampak negatif tersebut dapat terreduksi.
Kehadiran teknologi yang selalu berkembang seakan menjadi penyelesaian dari masalah-masalah yang timbul akibat teknologi sebelumnya,
tetapi harus diikuti dengan rasa pengertian manusia yang notabene adalah penemu
dan pemakai teknologi.
Masyarakat
berilmu merupakan buah dari filsafat-filsafat Yunani kuno yang merupakan induk
dari segala ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu sendiri dimulai pada zaman
pra-Yunani kuno, kemudian berlanjut dengan Yunani kuno, zaman pertengahan,
zaman Renaissans dan Aufklaerung, zaman modern dan zaman kontemporer.
Masyarakat
berilmu atau yang biasa disebut knowledge society adalah sebuah
masyarakat dari berbagai organisasi dimana secara praktis setiap tugas tunggal
akan dilakukan dalam dan melalui sebuah organisasi.[28]
Kemajuan ilmu pengetahuan
secara otomatis membawa kemajuan bagi teknologi. Kemajuan teknologi setidaknya
membawa dua dampak yang saling bertentangan, dampak negatif dan dampak positif.
Dampak negatif tersebut akan terreduce apabila tercipta teknologi baru sebagai
problem solving dan rasa pengetian manusia itu sendiri sebagai pengguna
terhadap tehnologi tersebut. Rasa mengerti ini harus dipupuk, ada dua factor
yang melandasi rasa pengertian, faktor psikologis dan faktor lingkungan.
Apabila kedua factor tersebut dapat dikendalikan, maka dampak negatif dari ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat tercover.
Selanjutnya Drucker menambahkan
cirri-ciri masyarakat berilmu adalah
Mempunyai kemampuan akademik
Berpikir kritis
Berorientasi kepada pemecahan
masalah
Mempunyai kemampuan untuk belajar
meninggalkan pemikiran lama dan belajar lagi untuk hal-hal baru.
Manuwoto
menambahkan masyarakat berilmu mempunyai ketrampilan pengembangan individu dan
social termasuk kepercayaan diri, motivasi, komitmen terhadap nilai-nilai moral
etika. Jadi masyarakat berilmu adalah sebuah masyarakat yang mempunyai strata
akademis, berfikir kritis dan subyektif, mempunyai pemikiran kedepan serta
kecakapan untuk mengembangkan dirinya sendiri dan masyarakat. Sehingga dari
masyarakat berilmu ini akan timbul harmonisasi kehidupan bermasyarakat.
Masyarakat berilmu bukan masyarakat yang mempunyai egosentris dan
individualisme tinggi tapi masyarakat berilmu lebih menggali potensi dirinya
dan social dengan bermasyarakat. Adanya toleransi dan kedewasaan berfikir,
survival seseorang ditentukan oleh kemampuan individu tersebut untuk bersaing
secara produktif dalam masyarakat yang menekankan prestasi.
Menelaah dari definisi knowledge
society diatas bahwa perkembangan masyarakat berilmu mungkin hanya bisa terjadi
di perkotaan yang notabene anggota masyarakatnya mempunyai srata akademis
tinggi dan plural, tetapi ini juga tidak bisa dibuat patokan karena masyarakat
perkotaan mempunyai rasa individualisme dan egosentris yang tinggi. Mungkin
stigmatisasi knowledge society belum bisa melekat pada warga perkotaan.
Perkembangan masyarakat berilmu akan
terus meningkat sejalan dengan berkembangnya ilmu itu sendiri. Pergeseran
norma-norma tradisional menuju modernitas adalah suatu hal yang tidak bisa
dihindari, karena masyarakat berilmu bersifat dinamis. Tingginya tuntutan
pendidikan dalam suatu masyarakat juga dapat memicu terbentuknya masyarakat
berilmu. Kompetesi positif di bidang pendidikan akan memacu daya saing setiap
individu.
Mungkin Amerika, Inggris, dan Negara
barat lain telah berhasil membangun knowledge society di masyarakatnya.
Kedewasaan berfikir, kompetisi positif, kebebasan berkarya dan berpendapat,
kemampuan akademis dan pola kritis dapat dilihat dari realitas kehidupan
bermasyarakatnya sehingga hal itu memajukan Negara tersebut.
Indonesia masih perlu membangun
knowledge society ini, ketidakmerataan pendidikan, ketimpangan social,
pengerucutan pola berfikir, setidaknya hal ini masih begitu kuat melekat pada
masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia belum bisa dikatakan
knowledge society.
BAB
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Periodesasi Perkembangan Ilmu
·
Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Periode Pra Yunani Kuno.
Catatan mengenai peradaban manusia yang paling awal tercatat
berasal dari Timur Tengah, persisnya Mesir. Pada jaman pra sejarah, nenek
moyang manusia modern di Mesir sudah mengenal bahasa, terbukti dengan
peninggalan tulisan-tulisan yang diukir di batu-batu dalam goa. Sejarah mencatat
bahwa bangsa Mesir kuno sudah mengenal ilmu bintang, ilmu bumi, arsitektur dan
sebagainya.
Adapun ciri-ciri ilmu pengetahuan pada zaman ini sebagai
berikut:
a. Know
how bagaimana cara berbuat) dalam kehidupan sehari-hari yang didasrakan pada
pengalaman.
b.
Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan
sikap reseptif mind, keterangan masih dihubungkan dengan kekuatan magic.
c. Kemampuan
menemukan abjad dan sistim bilangan alam sudah menampakkan perkembangan
pemikiran manusia ke atas abstraksi.
d. Kemampuan
menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas sintesa terhadap
hasil abstraksi yang dilakukan.
e. Kemampuan
meramal suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya yang pernah
terjadi. Misalnya gerhana bulan dan matahari.
·
Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Yunani Kuno (abad 6 SM-6 M).
Pada zaman ini dianggap sebagai zaman keemasan yang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pada masa
ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya.
b.
Masyarakat pada masa ini tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi yang dianggap
sebagai suatu bentuk pseudo-rasional.
c. Masyarakat tidak dapat
menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap reseptif attitude (sikap
menerima begitu saja) melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu
sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis) sikap belakangan inilah
yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis inilah
yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir-ahli pikir terkenal
sepanjang masa.
Salah satu
tokoh Yunani yang terkenal pada waktu itu PARMENIDES dengan pendapatnya ”hanya
yang ada itu ada” menides tidak mendefinisikan apa itu "yang ada",
tetapi dia menyebutkan beberapa sifatnya yang meliputi segala sesuatu. Dengan gaya seorang
penyair, Parmenides menantang siapa pun untuk berani memakai daya akal budinya
melawan arus pendapat umum, "Jangan biarkan dirimu didesak ke jalan yang
salah oleh kuatnya kebiasaan dan pandangan umum. Jangan percaya pada
penglihatan yang menyesatkan dan telinga yang hanya mengumpulkan bunyi-bunyi.
Juga jangan percaya pada lidah: hanya akal budi semata-mata hendaklah menjadi
penguji dan hakim segala sesuatu!". Dan masih bnyak ilmuan lainnya seperti
thales, pytagoras, anaximenes, konfusius, heraclmus, dan ilmuan lainnya.
·
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Pertengahan (abad : 6-16 M)
Zaman pertengahan atau yang disebut Middle Age ditandai dengan
tampilnya para theolog di lapangan ilmu pengetahuan di belahan dunia eropa.
Para ilmuwan pada masa ini hampir semua para theolog, sehingga aktifitas ilmiah
terkait dengan aktifitas keagamaan yaitu agama Kristen, atau dengan kata lain,
kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan yang
berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah Ancilla Theologia (abdi agama).
Sebaliknya di dunia Timur terutama Negara-negara Islam justru
terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Kalau di daerah Barat
pada zaman pertengahan lebih berkutat pada masalah-masalah keagamaan, maka
berbeda dengan peradaban dunia Islam yang saat itu melakukan penerjemahan
besar-besaran terhadap karya-karya filosof yunani dan berbagai temuan di
lapangan ilmiah lainya.
Sejak zaman Rasulullah, bidang ilmu kedokteran di dunia Islam
sebenarnya sudah dirintis dengan mendirikan rumah sakit di Madinah, termasuk
rumah sakit untuk angkatan perang Islam. Ar Razi merupakan ahli medis
muslim pertama yang memimpin rumah sakit Baghdad. Ar Razi menulis buku tentang
Diet, farmakologi dan lain-lain. Buku medis lainya ditulis oleh Ali Ibnu Abbas
Al ahwazi (940 M) Al Kitab Al Maliki tentang teori dan praktik medis. Ibnu
Siena juga mengarang buku teks tentang medis yang berjudul Al Qanun, yang
menjadi buku standar selama 500 tahun dalam dunia Islam dan Eropa. Ibnu Siena
juga meneliti tentang masalah anatomi, kesehatan anak, gynaesology.
Bani Umayyah sebagai salah satu contohnya telah menemukan suatu
cara pengamatan astronomi pada abad 7 Masehi, yaitu sekitar 8 abad sebelum
Galileo Galilei dan Copernicus. Sedangkan kebudayaan Islam yang menaklukkan
Persia abd 8 Masehi telah mendirikan sekolah kedokteran di Jundishapur. Pada
zaman keemasan kebudayaan Islam dilakukan penerjemahan berbagai karya Yunani
dan bahkan Kholifah Al Makmun telah mendirikan Rumah kebajikan (House
Wisdom) pada abad 9 Masehi. Itu artinya bahwa perjalanan peradaban islam sudah
jauh lebih dulu terbentuk dibandingkan peradaban Barat.
Tanda lain dari keemasan Islam (Golden Age) adalah kemajuan
pesat ilmu dengan memperkenalkan sistim desimal. Filsuf muslim Al Khawaruzmi
yang mengembangkan trigonometri dengan memperkenalkan teori sinus dan cosinus,
tangent dan cotangent. Ilmu Fisika menampilkan Fisikus asal Baghdad Musa Ibnu
Syakir dan putranya Muhammad, Ahmad dan Hasan yang mengarang kitab Al Hiyal
yang menggambarkan hukum-hukum mekanik dan stabilitas. Ibnu Al Haytham
(965-1039 M) yang mengarang kitab Al-Manadhir, yang membuktikan hukum refraksi
cahaya.
·
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Renaissance (abad 14-16 M)
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali
pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan
ketika kebudayaan abad tengah mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern.
Manusia pada zaman renaissance adalah manusia yang merindukan pemikiran yang
bebas seperti zaman Yunani kuno. Pada zaman renaissance manusia disebut sebagai
animal rationale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan
berkembang. Manusia akan mencapai kemajuan (progress) atas hasil usahanya
sendiri, tidak didasarkan campur tangan ilahi.
Tokoh-tokohnya
adalah : Roger Bacon, Copernicus, Tycho Brahe, yohanes Keppler, Galilio
Galilei. Yang menarik disini adalah pendapat Roger Bacon, ia berpendapat bahwa
pengalaman empirik menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua
ilmu pengetahuan. Matematik merupakan syarat mutlak untuk mengolah semua
pengetahuan. Menurut Bacon, filsafat harus dipisahkan dari theologi. Agama yang
lama masih juga diterimanya. Ia berpendapat bahwa akal dapat membuktikan adanya
Allah. Akan tetapi mengenai hal-hal yang lain didalam theology hanya dikenal
melalui wahyu. Menurut dia kemenangan iman adalah besar, jika dogma-dogma
tampak sebagai hal-hal yang tidak masuk akal sama sekali.
Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada zaman renaissance. Ilmu pengetahuan
yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang astromoni. Tokoh-tokohnya yang
terkenal seperti: Nicolus copernicus (1473-1543) seorang tokoh gerejani yang
ortodok yang mengemukakan bahwa matahari berada di pusat jagat raya bumi
mempunyai dua macam gerak yaitu: perputaran sehari-hari pada porosnya dan
perputaran tahunan mengelilingi matahari. Teorinya ini disebut “Heliloisme”
dimana matahari adalah pusat jagat raya bukan bumi sebagaimana dikemukakan oleh
Ptolomeus yang diperkuat oleh Gereja.
·
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Modern (Abad 17-19 M)
Zaman
ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai
aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani.
Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme,
dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting
dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung
rasionalisme, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Tokoh yang terkenal sebagai bapak Filsafat modern adalah Rene
Descrates. Ia telah mewariskan suatu metode berfikir yang menjadi landasan
berfikir dalam ilmu pengetahuan modern. Langkah-langkah descrates adalah
sebagai berikut:
a. Tidak
menerima apapun sebagai hal yang benar kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu
memang benar.
b.
Memilah-milah masalah menjadi bagian-bagian terkecil untuk mempermudah
permasalahan.
c.
Berfikir runtut mulai dari hal yang sederhana sedikit demi sedikit
untuk sampai ke hal yang paling rumit.
d.
Perincian yang lengkap dan pemeriksaan yang menyeluruh diperlukan supaya
tidak ada yang terlupakan.
Perkembangan ilmu mencapai puncak kejayaan di tangan Newton.
Ilmuwan Inggris ini antara lain merumuskan teori gaya berat dan kaidah-kaidah
mekanika dalam karya tulis yang diberi judul Philosophiae Naturalis Principia
Mathematica Asas-asas matematika dari filsafat alam).
·
Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Zaman Kontemporer (Abad 20 dan seterusnya)
Yang
dimaksud dengan zaman kontemporer adalah dalam kontek ini adalah era
tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan
pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang adalah bahwa zaman modern adalah
era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan
kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang
terjadi hingga saat sekarang. Yakni dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan
dalam berbagai bidang.
Pada
periode ini berbagai kejadian dan peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap
sesuatu yang mustahil, namun berkat kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah
menjadi suatu kenyataan. Bagaimana pada waktu itu orang dibuat tercengang dan
terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong benar-benar menjadi manusia pertama yang
berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Begitu juga ketika manusia berhasil
mengembangkan teori rekayasa genetika dengan melakukan percobaan cloning pada
kambing, atau mengembangkan cyber technology, yang memungkinkan manusia untuk
menjelajah dunia melalui internet. Belum lagi keberhasilan manusia dalam
mencetak berbagai produk nano technology, dalam bentuk mesin-mesin micro-chip yang
serba mini namun memiliki daya guna sangat luar biasa.
2.
Ilmu dan Pengalaman Prailmiah
Ilmu adalah sebagai pengetahuan tentang realitas yang nyata yang
dipastikan oleh pengamatan, pengujian kritis, dan pengklasifikasian sistematis
di bawah prinsip-prinsip umum. Pengetahuan juga mampu menjelaskan
penemuan-penemuan nilai-nilai masa lalu dan mampu membuat prediksi untuk masa
depan melalui pemahaman kausalitas. Ilmu juga harus bersifat universal
tidak terikat oleh ruang dan waktu, dapat dinyatakan dengan tegas, dapat
difahami, dan mempunyai keterkaitan empiris yang bisa diuji persesuaian
antara teori dan implikasi praktisnya.
Beerling
berpendapat bahwa pengalaman prailmiah adalah pengetahuan manusia yang terdapat sebelum adanya ilmu yang
menjadi dasar pengetahuan ilmiah sampai masa kini. Ilmu dan pengalaman
prailmiah merupakan dua hal yang saling berkaitan. Ilmu dapat muncul karena
adanya tahapan-tahapan termasuk salah satunya adalah pengalaman prailmiah dan
dilakukan pengujian terhadap pengalaman tersebut melalui metode-metode ilmiah. Ilmu juga timbul dari penggolongan
secara metodologi terhadap arus bahan-bahan pengalaman yang terkumpul.
3.
Pertumbuhan Masyarakat Berilmu
Masyarakat
berilmu merupakan buah dari filsafat-filsafat Yunani kuno yang merupakan induk
dari segala ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu sendiri dimulai pada zaman
pra-Yunani kuno, kemudian berlanjut dengan Yunani kuno, zaman pertengahan,
zaman Renaissans dan Aufklaerung, zaman modern dan zaman kontemporer.
Masyarakat
berilmu atau yang biasa disebut knowledge society adalah sebuah
masyarakat dari berbagai organisasi dimana secara praktis setiap tugas tunggal
akan dilakukan dalam dan melalui sebuah organisasi.
Selanjutnya Drucker menambahkan
cirri-ciri masyarakat berilmu adalah
Mempunyai kemampuan akademik
Berpikir kritis
Berorientasi kepada pemecahan
masalah
Mempunyai kemampuan untuk belajar
meninggalkan pemikiran lama dan belajar lagi untuk hal-hal baru.
Perkembangan masyarakat berilmu akan
terus meningkat sejalan dengan berkembangnya ilmu itu sendiri. Pergeseran
norma-norma tradisional menuju modernitas adalah suatu hal yang tidak bisa
dihindari, karena masyarakat berilmu bersifat dinamis. Tingginya tuntutan
pendidikan dalam suatu masyarakat juga dapat memicu terbentuknya masyarakat
berilmu. Kompetesi positif di bidang pendidikan akan memacu daya saing setiap
individu.
Mungkin Amerika, Inggris, dan Negara
barat lain telah berhasil membangun knowledge society di masyarakatnya.
Kedewasaan berfikir, kompetisi positif, kebebasan berkarya dan berpendapat,
kemampuan akademis dan pola kritis dapat dilihat dari realitas kehidupan
bermasyarakatnya sehingga hal itu memajukan Negara tersebut.
Indonesia masih perlu membangun
knowledge society ini, ketidakmerataan pendidikan, ketimpangan social,
pengerucutan pola berfikir, setidaknya hal ini masih begitu kuat melekat pada
masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia belum bisa dikatakan
knowledge society.
[1]
Rizal Muntasyir-Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta:
Pusataka Pelajar, 2008, hal 126
[2]
Ibid, hal. 127
[3]
Slamet Imam Santoso, Sejarah Perkembangan Ilmu
Pengetahuan, Jakarta: Sastra Hudaya, 1977, hal.48
[4] the Liang Gie, Pengantar
Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2007, hal. 11
[5]
ibid, hal. 3
[6] ibid, hal. 31
[7]
Rizal Muntasyir, filsafat
Ilmu, hal. 62
[8] The Liang Gie, Pengantar, hal.
5
[9]
ibid, hal.1
[10]
Slamet Imam Santoso, Sejarah, hal. 50
[11]
Van Melsen, Ilmu
Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita, diterjemahkan oleh Bertens, (Jakarta:
Gramedia, 1985)
[12] Rizal Muntasyir, Filsafat Ilmu,
hal. 129
[13] ibid, hal. 130
[14]
Slamet Imam Santoso, Sejarah, hal. 53
[15]
Rizal Muntasyir, Filsafat Ilmu, hal. 130
[16] Slamet Imam Santoso, Sejarah,
hal. 65
[17] Rizal Muntasyir, Filsafat Ilmu,
hal.70
[18]
ibid, hal. 67
[19]
Toety-Heraty, Aku dalam
Budaya, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984), hal. 6
[20]
The Liang Gie, Pengantar,
hal. 13
[21] Bahm, Archie, J, Epistemology:
theory of Knowledge, (Albuquerque: Herper and Row Publisher, 1995), hal. 14
[22]
The Liang Gie, Pengantar, hal. 15
[23]
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta:
PP. Al-Munawwir Krapyak, 1989), 965.
[24]Amsal Bachtiar, Filsafat
Ilmu (Jakarta: Rajagrafindo, 2007) hlm 15
[25]
Pustaka Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997),
371.
[26] Stewart Ricards,
An Introdution to Philoshopy of Soiology of Science (Oxford: TJ Press,
1983), 28.
[27]
Beerling, Kwee, Mooij Van Peursen, Pengantar filsafat ilmu, (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 2005), 15.
[28]
Peter F Drucker, The Esensial Drucker, (New York: Happer
Collins, 2001), 45.