Archive for Oktober 2016

  • sejarah periodesasi perkembangan ilmu

    0

    BAB
    PENDAHULUAN


    A.    Latar Belakang
    Yang namanya sejarah memang tidak pernah bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, karena di dalamnya terdapat beberapa peristiwa-peristwa yang telah terjadi pada masa yang sudah dilewati dan hal itu sangat berguna bagi kehidupan manusia untuk masa kini bahkan masa depan dalam segala aspek kehidupan. Sejarah sangat berpengaruh terhadap proses perjalanan hidup manusia, karena kejadian-kejadian pada masa lalu dan masa kini saling berhubungan. Kejadian-kejadian tersebut tidak terbatas pada hubungan kronologis saja, tetapi juga adanya hubungan sebab akibat yang sangat erat.
    Sejarah ilmu telah membuktikan serangkaian kemenangan-kemenangan ilmu atas kebodohan dan tahayul yang berkembang. Berangkat dari mitos-mitos yang berkembang, manusia yang kritis mencoba untuk melakukan berbagai pembuktian yang mampu diterima akal tentang hal-hal tersebut, sehingga menelurkan karya-karya ilmiah tentang berbagai hal yang semula merupakan mitos.
    Sementara itu, kemapanan ilmu-ilmu yang kita pelajari pada saat ini, tidak lahir begitu saja secara instan, melainkan melalui beberapa proses dan tahapan-tahapan panjang untuk menjadi sebuah ilmu. Disini diperluakan adanya pemahaman mengenai sejarah ilmu secara priodik. Karena setiap priode menampilkan ciri khas tertentu dan penemuan demi penemuan tidaklah berpusat pada suatu tempat.
    Sepertihalnya sejarah ilmu dan filsafat tentu tak akan lepas dari perbincangan peradaban Yunani kuno, sebab Filsafat dan ilmu yang dikenal di dunia Barat dewasa ini telah dulu menjadi objek kajian pada zaman Yunani kuno. Walaupn sebenarnya bukan hanya Yunani kuno yang mempuyai peradaban filosofis di muka bumi. terdapat beberapa kawasan yang dahulu kala juga pernah mengalami kemajuan berfikir secara filosofis, sepert India, Mesir, Cina dan Persia. Namun, Yunanilah yang mampu menorehkan prestasi luar biasa yang telah dicatat dengan tinta emas oleh sejarah sebagai negara yang membidani lahirnya ilmu pengetahuan dan filsafat.




    B.     Rumusan Masalah
    A.    Bagaimana sejarah periodesasi perkembangan ilmu?
    B.     Apa itu ilmu dan pengalaman prailmiah?
    C.     Bagaimana pertumbuhan masyarakat berilmu?

    C.     Tujuan Makalah
    A.    Untuk mengetahui sejarah periodesasi perkembangan ilmu.
    B.     Untuk mengetahui arti ilmu dan pengalaman pra-ilmiah.
    C.     Untuk mengetahui sejarah pertumbuhan masyarakat berilmu.

























    BAB
    PEMBAHASAN


    1.      Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Periode Pra Yunani Kuno.
    Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia. Yakni ketika belum mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang ini. Pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Masa zaman batu berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000 tahun sebelum masehi. Sisa peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini antara lain: alat-alat dari batu, tulang belulang dari hewan, sisa beberapa tanaman, gambar-gambar digua-gua, tempat-tempat penguburan, tulang belulang manusia purba. Evolusi ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah perkembangan pemikiran yang terjadi di Yunani, Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan Eropa.
    Catatan mengenai peradaban manusia yang paling awal tercatat berasal dari Timur Tengah, persisnya Mesir. Pada jaman pra sejarah, nenek moyang manusia modern di Mesir sudah mengenal bahasa, terbukti dengan peninggalan tulisan-tulisan yang diukir di batu-batu dalam goa. Sejarah mencatat bahwa bangsa Mesir kuno sudah mengenal ilmu bintang, ilmu bumi, arsitektur dan sebagainya. Bangsa Mesir kemudian juga mengembangkan papyrus (sejenis kulit kayu) yang dijadikan bahan tulis (tahun 3000 sebelum Masehi).[1] Di zaman dinasti Xia (2205-1766 SM) dikenal dengan nama Gui Cang (kembali ke kegaiban). Lalu di masa dinasti Zhou (1066-221 SM) populer dengan sebutan Zhou Yi (kitab perubahan dari dinasti Zhou), dan akhirnya, kini dikenal sebagai Yi jing (dibaca: i Ching), yang secara harfiyah berati kitab tentang perubahan. 
    Adapun ciri-ciri ilmu pengetahuan pada zaman ini sebagai berikut:
    a.  Know how (bagaimana cara berbuat) dalam kehidupan sehari-hari yang didasrakan pada pengalaman.
    b.  Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikap reseptif mind, keterangan masih dihubungkan dengan kekuatan magic.
    c. Kemampuan menemukan abjad dan sistim bilangan alam sudah menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke atas abstraksi.
    d.  Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas sintesa terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
    e.   Kemampuan meramal suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi. Misalnya gerhana bulan dan matahari.[2]

    2.      Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Yunani Kuno (abad 6 SM-6 M).
    Pada zaman ini dianggap sebagai zaman keemasan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 
    a. Pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. 
    b.  Masyarakat pada masa ini tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi yang dianggap sebagai suatu bentuk pseudo-rasional. 
    c.  Masyarakat tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap reseptif attitude (sikap menerima begitu saja) melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis) sikap belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir-ahli pikir terkenal sepanjang masa.[3]
    Salah satu tokoh Yunani yang terkenal pada waktu itu PARMENIDES dengan pendapatnya ”hanya yang ada itu ada” menides tidak mendefinisikan apa itu "yang ada", tetapi dia menyebutkan beberapa sifat­nya yang meliputi segala sesuatu. Menu­rutnya, "yang ada" itu tidak bergerak, tidak berubah, dan tidak terhancurkan. "Yang ada" itu juga tidak tergoyahkan dan tidak dapat disangkal. Kalau orang menyangkal bahwa "yang ada" itu tidak ada, dengan per­nyataannya sendiri orang itu mengakui bah­wa "yang ada" itu ada. Sebab, kalau benar "yang ada" itu tidak ada, orang itu tidak dapat menyangkal adanya "yang ada". Jadi, kenyataan bahwa "yang ada" itu dapat di­tolak keberadaannya menunjukkan "yang ada" itu memang ada, sedangkan "yang tidak ada" itu tidak ada! Sesuatu "yang tidak ada" sama sekali tidak dapat dikatakan atau dipikirkan, apalagi didis­kusikan (disanggah atau diiyakan).
    Sebaliknya, "yang ada" itu selalu dapat dikatakan, dipikirkan, dan didiskusikan. Oleh sebab itu, per­nyataan Parmenides ini menjadi terkenal, "Ada dan pemikiran itu satu dan sama." Maksudnya, "yang ada" itu selalu bisa dipikirkan, dan "yang dapat dipikirkan" selalu ada. Parmenides membuat suatu pemisahan tajam antara apa yang kelak disebut "pengetahuan empiris", yakni pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman atau pencerapan indrawi (empeiria, Yunani), dengan "pengetahuan akal budi" yang murni dan sejati. Jenis pengetahuan yang terakhir ini hanya diperoleh berkat akal budi yang mampu menangkap "ada" yang bersifat satu dan tidak berubah, di balik segala sesuatu yang bersifat indrawi melulu dan tidak mantap. Dengan gaya seorang penyair, Parmenides menantang siapa pun untuk berani memakai daya akal budinya melawan arus pendapat umum, "Jangan biarkan dirimu didesak ke jalan yang salah oleh kuatnya kebiasaan dan pan­dangan umum. Jangan percaya pada penglihatan yang menyesatkan dan telinga yang hanya mengumpulkan bunyi-bunyi. Juga jangan percaya pada lidah: hanya akal budi semata-mata hendaklah menjadi penguji dan hakim segala sesuatu!". Dan masih bnyak ilmuan lainnya seperti thales, pytagoras, anaximenes, konfusius, heraclmus, dan ilmuan lainnya.
     Thales, yang mempelajari astronomi dan topik-topik pengetahuan termasuk fisika.[4] Dan sebagian sarjana mengakuinya pula sebagai ilmuwan pertama di dunia.[5] Thales mempertanyakan asal mula, sifat dasar dan struktur komposisi alam, yang menurutnya semuanya berasal dari air sebagai materi dasar kosmis.[6]
    Pytagoras (572-497 SM) adalah seorang ahli matematika yang lebih terkenal Dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Dan mendirikan aliran filsafat Pythagorianisme yang mengemukakan sebuah ajaran metafisis bahwa bilangan merupakan intisari dari semua benda maupun dasar pokok dari sifat-sifat benda.[7]
    Tokoh lainnya yaitu Demokritus (460-370 SM) yang menegaskan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur yang disebutnya dengan atom. Pandangan Demokritus ini merupakan cikal bakal perkembangan ilmu fisika, kimia dan biologi.[8]
    Plato (428-348 SM) yang berpendapat bahwa geometri sebagai pengetahuan rasional berdasarkan akal murni menjadi kunci ke arah ilmu pengetahuan serta bagian pemahaman mengenai sifat dasar dari kenyataan yang terakhir. Geometri merupakan suatu ilmu yang dengan akal murni membuktikan proporsi-proporsi abstrak mengenai hal-hal yang abstrak. Begitu pentingnya geometri bagi filsafat menurut Plato sehingga konon pintu gerbang akademi Plato tertulis ” janganlah orang masuk ke sini jika ia tidak mengetahui geometri”.[9]
    Aristoteles (384-322 SM) yang berpendapat bahwa filasafat dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan rasional, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran atau rasio manusia, yang dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu: Praktike (pengetahuan praktis), Poietike (pengetahuan produktif) dan theoretike (pengetahuan teoritis). Adapun Theoritike dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu: Mathematike (pengetahuan matematika), Phisike (pengetahuan fisika) dan Prote philosophia (filsafat pertama).[10]

    3.      Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Pertengahan (abad : 6-16 M)
    Zaman pertengahan atau yang disebut Middle Age ditandai dengan tampilnya para theolog di lapangan ilmu pengetahuan di belahan dunia eropa. Para ilmuwan pada masa ini hampir semua para theolog, sehingga aktifitas ilmiah terkait dengan aktifitas keagamaan yaitu agama Kristen, atau dengan kata lain, kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah Ancilla Theologia (abdi agama).
    Sebaliknya di dunia Timur terutama Negara-negara Islam justru terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Kalau di daerah Barat pada zaman pertengahan lebih berkutat pada masalah-masalah keagamaan, maka berbeda dengan peradaban dunia Islam yang saat itu melakukan penerjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filosof yunani dan berbagai temuan di lapangan ilmiah lainya.[11]
    Bani Umayyah sebagai salah satu contohnya telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi pada abad 7 Masehi, yaitu sekitar 8 abad sebelum Galileo Galilei dan Copernicus. Sedangkan kebudayaan Islam yang menaklukkan Persia abd 8 Masehi telah mendirikan sekolah kedokteran di Jundishapur. Pada zaman keemasan kebudayaan Islam dilakukan penerjemahan berbagai karya Yunani dan bahkan Kholifah Al Makmun telah mendirikan Rumah kebajikan  (House Wisdom) pada abad 9 Masehi. Itu artinya bahwa perjalanan peradaban islam sudah jauh lebih dulu terbentuk dibandingkan peradaban Barat.
    Sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang, yaitu:
    a.   Menterjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskan sedemikian rupa, sehingga dapat dikenal dunia Barat seperti sekarang ini.
    b.  Memperluas pengamatan dalam ilmu Kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia, ilmu bumi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
    c.   Menegaskan sistim decimal dan dasar-dasar aljabar.[12]
    Pada zaman pertengahan ini, Eropa berada dalam masa tidur panjang akibat pengaruh dogma-dogma agama sedangkan kebudayaan Islam di zaman dinasti Abbasiyah berada pada puncak keemasannya. Ali Kettani menengarahi kemajuan umat Islam pada masa itu lantaran didukung semangat sebagai berikut: 
    a. Universalism
    b. Tolerance
    c. International Character of the market
    d. respect for science and scintist
    e. the Islam nature of both the end and means of science.[13]
    Universalism artinya pengembangan iptek mengatasi sekat-sekat kekuasaan, kebangsaan, bahkan keagamaan. Tolerance artinya sikap tenggangrasa dalam pengembangan iptek dimaksud untuk membuka cakrawala di kalangan para ilmuan sehingga perbedaan pendapat dianggap sebagai pemicu ke arah kemajuan, bukan sebagai penghalang. Di zaman dinasti Abbasiyah perpustakaan Darul Himah membuka pintu bagi para ilmuan non muslim untuk memanfaatkan dan mempelajari berbagai literatur yang ada di dalamnya. Pemasaran hasil iptek merupakan suatu wahana untuk menjamin kontinyuitas aktifitas ilmiah itu sendiri, karena itu, International character of the market (pasar yang bersifat internasional) sangatlah dibutuhkan. Respect for science and scientist (penghargaan yang tinggi) dalam arti setiap temuan dihargai secara layak sebagai hasil jerih payah atas usaha seseorang atau sekelompok orang. The Islam nature of both the end and means of science artinya, sarana dan tujuan iptek haruslah terkait dengan nilai-nilai agama artinya, setiap kegiatan ilmiah tidak boleh bebas nilai, apalagi nilai agama. Sebab ilmuan yang melepaskan diri dari nilai-nilai agama akan terperangkap pada arogansi intelektual, dan menjadikan perkembangan iptek yang depersonalisasi dan dehumanisasi.[14]
    Tanda lain dari keemasan Islam (Golden Age) adalah kemajuan pesat ilmu dengan memperkenalkan sistim desimal. Filsuf muslim Al Khawaruzmi yang mengembangkan trigonometri dengan memperkenalkan teori sinus dan cosinus, tangent dan cotangent. Ilmu Fisika menampilkan Fisikus asal Baghdad Musa Ibnu Syakir dan putranya Muhammad, Ahmad dan Hasan yang mengarang kitab Al Hiyal yang menggambarkan hukum-hukum mekanik dan stabilitas. Ibnu Al Haytham (965-1039 M) yang mengarang kitab Al-Manadhir, yang membuktikan hukum refraksi cahaya. 
    Bidang astronomi pada awalnya diterjemahkan pada zaman bani Umayyah dan dilanjutkan pada zaman bani Abbasiyah awal. Ibnu Habib Al Farisi (777 M) merupakan ilmuan muslim pertama yang menerjemahkan karya Ptolemy yang berjudul Almagest. Bidang ilmu Kimia menampilkan Jabir Ibnu Hayyan Al Kufi dari Kufah yang memiliki Laboratorium dekat Bawabah Damaskus yang melakukan percobaan pada pancaindera, penggunaan metalik, dan lain-lain. Jabir menggambarkan eksperimen yang dilakukan dalam kalimat berikut ini: ”Pertama kali saya mengetahui sesuatu dengan tangan dan otak saya, dan saya menyelidiki sesuatu itu sampai benar, dan mencari kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya”[15]
    Sejak zaman Rasulullah, bidang ilmu kedokteran di dunia Islam sebenarnya sudah dirintis dengan mendirikan rumah sakit di Madinah, termasuk rumah sakit untuk angkatan perang Islam. Ar Razi merupakan ahli medis  muslim pertama yang memimpin rumah sakit Baghdad. Ar Razi menulis buku tentang Diet, farmakologi dan lain-lain. Buku medis lainya ditulis oleh Ali Ibnu Abbas Al ahwazi (940 M) Al Kitab Al Maliki tentang teori dan praktik medis. Ibnu Siena juga mengarang buku  teks tentang medis yang berjudul Al Qanun, yang menjadi buku standar selama 500 tahun dalam dunia Islam dan Eropa. Ibnu Siena juga meneliti tentang masalah anatomi, kesehatan anak, gynaesology.[16]
    Di bidang Geografi, para ilmuan muslim mengembangkan jarum magnetik untuk dipergunakan dalam navigasi dan penemuan kompas, sehingga mereka berjasa dalam penemuan pulau-pulau baru dan rute laut lingkar Asia, Afrika dan Eropa. Para petualang muslim menjelajahi cina, Jepang, India, Asia Tenggara, da Samudra Hindia, Eropa termasuk Skandinavia, Irlandia, Jerman, Perancis dan Rusia. Pada abad kesembilan  ahli Geografi muslim Ahmad Ibnu Ya’kub menggambarkan perjalanan dalam kitab Al Buldan dan Ubayd-Allah ibnu Abd-allah ibnu Khurd Dhabah (825-912 M) yang mempublikasikan bukunya Al Masalik wa Al Mamalik (garis Edar dan Kerajaan).

    4.      Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Renaissance (abad 14-16 M)
    Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan abad tengah mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman renaissance adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas seperti zaman Yunani kuno. Pada zaman renaissance manusia disebut sebagai animal rationale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang. Manusia akan mencapai kemajuan (progress) atas hasil usahanya sendiri, tidak didasarkan campur tangan ilahi.[17]
    Tokoh-tokohnya adalah : Roger Bacon, Copernicus, Tycho Brahe, yohanes Keppler, Galilio Galilei. Yang menarik disini adalah pendapat Roger Bacon, ia berpendapat bahwa pengalaman empirik menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu pengetahuan. Matematik merupakan syarat mutlak untuk mengolah semua pengetahuan. Menurut Bacon, filsafat harus dipisahkan dari theologi. Agama yang lama masih juga diterimanya. Ia berpendapat bahwa akal dapat membuktikan adanya Allah. Akan tetapi mengenai hal-hal yang lain didalam theology hanya dikenal melalui wahyu. Menurut dia kemenangan iman adalah besar, jika dogma-dogma tampak sebagai hal-hal yang tidak masuk akal sama sekali.
    Sedangkan Copernicus adalah tokoh gereja ortodok, yang menerangkan bahwa matahari berada di pusat jagat raya, dan bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerakan tahunan mengelilingi matahari. Teori ini disebut Heliosentrisme. Namun teorinya ditentang kalangan gereja yang mempertahankan prinsip Geosentrisme yang dianggap lebih benar dari pada prinsip Heliosentrisme. Setiap siang kita melihat semua mengelilingi bumi. Hal ini ditetapkan Tuhan, oleh agama, karena manusia menjadi pusat perhatian Tuhan, untuk manusialah semuanya, paham demikian disebut Homosentrisme. dengan kata lain prinsip Geosentrisme tidak dapat dipisahkan dari prinsip Homosentrisme.
    Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada zaman renaissance. Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang astromoni. Tokoh-tokohnya yang terkenal seperti: Nicolus copernicus (1473-1543) seorang tokoh gerejani yang ortodok yang mengemukakan bahwa matahari berada di pusat jagat raya bumi mempunyai dua macam gerak yaitu: perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan mengelilingi matahari. Teorinya ini disebut “Heliloisme” dimana matahari adalah pusat jagat raya bukan bumi sebagaimana dikemukakan oleh Ptolomeus yang diperkuat oleh Gereja.[18]
    Ilmuwan lainnya pada periode ini adalah Kepler dan Gelileo Gelilei. Langkah-langkah yang dilakukan Galileo dalam bidang ini menanamkan pengaruh kuat bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern, karena menunjukkan beberapa hal seperti: pengamatan (observasi), penyingkiran (eliminasi) segala hal yang tidak termasuk dalam peristiwa yang diamati. Idealisasi, penyusunan teori secara spekulatif ats peristiwa tersebut, peramalan (prediction), pengukuran (measurement), dan percobaan (experiment) untuk menguji teori yang didasarkan pada ramalan matematik.

    5.      Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Modern (Abad 17-19 M)
    Zaman ini ditandai dengan berbagai pemhgetahuan dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani. Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung rasionalisme, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
    Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa., spirit, Para pengikut aliran/paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut Idealisme subyektif merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme Objektif .Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.
    Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. ini bertolak belakang dengan paham rasionalisme. Mereka menentang para penganut rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori. Pelopor aliran ini adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan David Hume.
    Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman  modern ini sesungguhnya sudah dirintis sejak  zaman  Renaissance, yaitu  permulaan abad  XIV. Benua Eropa  dipandang sebagai basis perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini menurut Slamet Imam Santoso[19] sebenarnya mempunyai tiga sumber yaitu:
    a.  Hubungan antara kerajaan Islam di semenanjung Iberia dengan Negara-negara Perancis. Para pendeta di Perancis banyak yang belajar di Spanyol, kemudian mereka inilah yang menyebarkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya itu di lembaga-lembaga pendidikan di Perancis.
    b.  Perang Salib (1100-1300) yang terulang sebanyak enam kali tidak hanya menjadi ajang peperangan fisik, namun juga menjadikan para tentara atau serdadu Eropa yang berasal dari berbagai negara itu menyadari kemajuan negara-negara Islam, sehingga mereka menyebarkan ajaran pengalaman  mereka itu sekembalinya di negara masing-masing.
    c.  Pada tahun 1453 Istambul jatuh ke tangan Bangsa Turki, sehingga para pendeta atau sarjana mengungsi ke Italia atau negara-negara lain. Mereka ini menjadi pioner-pioner bagi pengembangan ilmu di Eropa.
    Tokoh yang terkenal sebagai bapak Filsafat modern adalah Rene Descrates. Ia telah mewariskan suatu metode berfikir yang menjadi landasan berfikir dalam ilmu pengetahuan modern. Langkah-langkah descrates adalah sebagai berikut:
    a.  Tidak menerima apapun sebagai hal yang benar kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu memang benar.
    b. Memilah-milah masalah menjadi bagian-bagian terkecil untuk mempermudah permasalahan.
    c.   Berfikir runtut mulai dari hal yang sederhana sedikit demi sedikit untuk sampai ke hal yang paling rumit.
    d.  Perincian yang lengkap dan pemeriksaan yang menyeluruh diperlukan supaya tidak ada yang terlupakan.[20]
    Perkembangan ilmu mencapai puncak kejayaan di tangan Newton. Ilmuwan Inggris ini antara lain merumuskan teori gaya berat dan kaidah-kaidah mekanika dalam karya tulis yang diberi judul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica Asas-asas matematika dari filsafat alam)[21]

    6.      Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Kontemporer (Abad 20 dan seterusnya)
    Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah dalam kontek ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Yakni dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang. Diantara ilmu-ilmu khusus yang dibicarakan para filsuf, maka bidang fisika menempati kedudukan yang paling tinggi. Menurut Root Fisika dipandang sebagai ilmu pengetauan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur  fundamentasil yang membentuk alam semesta. 
    Fisikawan termashur abad keduapuluh adalah Albert Einstein. Ia mengatakan bahwa alam itu tak terhingga dan tak terbatas, tetapi juga bersifat statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi. Ini berarti bahwa alam semesta ini bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak mengakui adanya pencipata alam. Namun pada tahun 1929 seorang fisikawan lain Hubble yang mempergunakan teropong terbesar di dunia melihat galaksi-galaksi di sekeliling kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jaraknya dari bumi. Observasi ini menunjukkan bahwa alam semesta ini tidak statis, melainkan dinamis, sehingga meruntuhkan pendapat Einstein tentang teori kekekalan materi dan alam semesta yang statis. Dan jagad raya ternyata berekspansi.[22]

    Disamping teori tentang fisika, teori alam semesta dan lain-lain, maka zaman kontemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan yang sangat pesat. Mulai dari penemuan computer, berbagai satelit komunikasi, internet dan lain sebagainya. Mobilitas manusia yang sangat tinggi saat ini merupakan pengaruh teknologi komunikasi dan informasi. 
    Dalam pertengahan abad ini, dapat pula disaksikan lahirnya serangkaian ilmu antar disiplin misalnya ilmu perilaku (behavioral science) yang menggabungkan ilmu psikologi dengan berbagai cabang ilmu sosial seperti sosiologi , antropologi untuk menelaah tingkah laku manusia. Contoh lain ilmu antar disiplin ialah Anatomi Sosial manusiawi (Human Social anatomy) yang memadukan anatomi, ilmu fosil, antropologi Ragawi, dan Etopologi studi tentang pola perilaku organisme).
    Bidang ilmu lainnya juga mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer cenderung mengetahui hal yang sedikit tapi secara mendalam. Ilmu kedokteran semakin menajam dalam spesialis dan sub-spesialis atau super-spesialis, demikian juga bidang-bidang lain. Di samping cenderung ke arah spesialisasi, kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya, sehingga dihasilkannya bidang ilmu baru, seperti: Bioteknologi yang dewasa ini dikenal dengan teknologi Kloning.
     Pada periode ini berbagai kejadian dan peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana pada waktu itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong benar-benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Begitu juga ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa genetika dengan melakukan percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan cyber technology, yang memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui internet. Belum lagi keberhasilan manusia dalam mencetak berbagai produk nano technology, dalam bentuk mesin-mesin micro-chip yang serba mini namun memiliki daya guna sangat luar biasa.
     Semua keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal, reduktif dan free of value telah membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya, serta memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban manusia seperti sekarang ini.
    Namun, dibalik keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak sederhana, dalam bentuk kekacauan, krisis yang hampir terjadi di setiap belahan dunia ini. Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi terhadap manusia, karena manusia telah memperlakukan dan mengexploitasinya tanpa memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya. Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di mana-mana sebagai akibat dari benturan budaya yang tak terkendali.
    Kesuksesan manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata telah menjadi bumerang bagi kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi yang diciptakan manusia itu seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si penciptanya sendiri, yaitu manusia.
    Berbagai persoalan baru sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh kaum positivisme-empirik, telah memunculkan berbagai kritik di kalangan ilmuwan tertentu. Kritik yang sangat tajam muncul dari kalangan penganut “Teori Kritik Masyarakat”, sebagaimana diungkap oleh Ridwan Al Makasary. Kritik terhadap positivisme, kurang lebih bertali temali dengan kritik terhadap determinisme ekonomi, karena sebagian atau keseluruhan bangunan determinisme ekonomi dipancangkan dari teori pengetahuan positivistik. Positivisme juga diserang oleh aliran kritik dari berbagai latar belakang dan didakwa berkecenderungan meretifikasi dunia sosial. Pandangan teoritikus kritik dengan kekhususan aktor, di mana mereka menolak ide bahwa aturan aturan umum ilmu dapat diterapkan tanpa mempertanyakan tindakan manusia. Akhirnya “ Teori Kritik Masyarakat” menganggap bahwa positivisme dengan sendirinya konservatif, yang tidak kuasa menantang sistem yang eksis.
    Rich mengemukakan “There is no the truth nor a truth – truth is not one thing, - or even a system. It is an increasing completely” Pengalaman manusia begitu kompleks sehingga tidak mungkin untuk diikat oleh sebuah teori.






    B.     Ilmu dan Pengalaman Prailmiah
    Ilmu secara etimologi berasal dari bahasa arab, yaitu ‘alima-ya’lamu-‘ilman, yang berarti, mengerti atau memahami benar-benar.[23] Dalam bahasa inggris ilmu disebut science. Secara terminologi, ilmu menurut beberapa ahli sebagai berikut:
    Menurut Muhammad Hatta, ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hokum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun bangunannya dari dalam. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik dan keempatnya serentak.
    Ashley Montagun, guru besar antropologi di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengalaman studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.[24]
    Dalam kamus besar bahasa indonesia, ilmu didefinisikan sebagai pengetahuan dalam suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu pula. Dalam kamus, ilmu juga dapat diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat, lahir, dan batin.[25]
    Ilmu adalah sebagai pengetahuan tentang realitas yang nyata yang dipastikan oleh pengamatan, pengujian kritis, dan pengklasifikasian sistematis di bawah prinsip-prinsip umum. Pengetahuan juga mampu menjelaskan penemuan-penemuan nilai-nilai masa lalu dan mampu membuat prediksi untuk masa depan melalui pemahaman kausalitas. Ilmu juga harus bersifat universal tidak terikat oleh ruang dan waktu, dapat dinyatakan dengan tegas, dapat difahami, dan mempunyai keterkaitan empiris yang bisa diuji persesuaian antara teori dan implikasi praktisnya.[26]
    Untuk dapat memproduk suatu ilmu diperlukan pengetahuan sebagai landasan, kemudian pengetahuan tersebut diolah kembali dan disusun secara metodis, sistematis menggunakan pendekatan-pendekatan ilmiah tentunya.
    Pengetahuan merupakan berbagi gejala yang diperoleh manusia melalui pengamatan indrawi. Pengetahuan dibagi menjadi dua, yakni pengetahuan non ilmiah dan pengetahuan prailmiah. Pengetahuan non ilmiah adalah hasil serapan indera terhadap pengalaman hidup yang tidak perlu dan tidak mungkin diuji kebenarannya. Pengetahuan non ilmiah tidak dapat dikembangkan menjadi pengetahuan ilmiah, jadi hanya sekedar pengetahuan. Misalnya pengetahuan orang tentang adanya jin, makhluk halus atau benda-benda pusaka. Sedangkan pengetahuan prailmiah adalah hasil serapan indera terhadap pengalaman yang terbuka terhadap pengujian lebih lanjut menggunakan metode-metode ilmiah. Pengetahuan prailmiah juga disebut pengalaman prailmiah. Misalnya pengetahuan orang tentang manfaat rebusan daun sirih untuk mengurangi bau badan dan keputihan. Dalam hal ini orang akan mencari tahu bagaimana mungkin rebusan daun sirih dapat mengurangi bau badan dan mengobati keputihan,  orang akan mengadakan eksperimen-eksperimen sehingga menemukan kebenaran dari pengalaman tersebut.
    Beerling berpendapat bahwa pengalaman prailmiah adalah pengetahuan manusia  yang terdapat sebelum adanya ilmu yang menjadi dasar pengetahuan ilmiah sampai masa kini.[27] Ilmu dan pengalaman prailmiah merupakan dua hal yang saling berkaitan. Ilmu dapat muncul karena adanya tahapan-tahapan termasuk salah satunya adalah pengalaman prailmiah dan dilakukan pengujian terhadap pengalaman tersebut melalui metode-metode ilmiah. Ilmu juga timbul dari penggolongan secara metodologi terhadap arus bahan-bahan pengalaman yang terkumpul.


    C.    Pertumbuhan Masyarakat Berilmu.
    Ilmu dari masa ke masa senantiasa berkembang menjadi lebih kompleks seiring perkembangan pemikiran-pemikiran manusia. Dengan tumbuh-suburnya ilmu pengetahuan berdampak pada kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi yang sangat berperan dalam membantu kegiatan-kegiatan manusia, yang merupakan dampak positif teknologi, ini tidak terlepas dari adanya dampak negatif konsekuensi dari kemajuan teknologi tersebut. Namun dengan terus berkembangnya kemampuan manusia dalam hal teknologi dan ilmu pengetahuan, maka dampak negatif tersebut dapat terreduksi. Kehadiran teknologi yang selalu berkembang seakan menjadi penyelesaian dari masalah-masalah yang timbul akibat teknologi sebelumnya, tetapi harus diikuti dengan rasa pengertian manusia yang notabene adalah penemu dan pemakai teknologi.
    Masyarakat berilmu merupakan buah dari filsafat-filsafat Yunani kuno yang merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu sendiri dimulai pada zaman pra-Yunani kuno, kemudian berlanjut dengan Yunani kuno, zaman pertengahan, zaman Renaissans dan Aufklaerung, zaman modern dan zaman kontemporer.
    Masyarakat berilmu atau yang biasa disebut knowledge society adalah sebuah masyarakat dari berbagai organisasi dimana secara praktis setiap tugas tunggal akan dilakukan dalam dan melalui sebuah organisasi.[28]
    Kemajuan ilmu pengetahuan secara otomatis membawa kemajuan bagi teknologi. Kemajuan teknologi setidaknya membawa dua dampak yang saling bertentangan, dampak negatif dan dampak positif. Dampak negatif tersebut akan terreduce apabila tercipta teknologi baru sebagai problem solving dan rasa pengetian manusia itu sendiri sebagai pengguna terhadap tehnologi tersebut. Rasa mengerti ini harus dipupuk, ada dua factor yang melandasi rasa pengertian, faktor psikologis dan faktor lingkungan. Apabila kedua factor tersebut dapat dikendalikan, maka dampak negatif dari ilmu pengetahuan dan teknologi dapat tercover.
    Selanjutnya Drucker menambahkan cirri-ciri masyarakat berilmu adalah
    ·         Mempunyai kemampuan akademik
    ·         Berpikir kritis
    ·         Berorientasi kepada pemecahan masalah
    ·         Mempunyai kemampuan untuk belajar meninggalkan pemikiran lama dan belajar lagi untuk hal-hal baru.
    Manuwoto menambahkan masyarakat berilmu mempunyai ketrampilan pengembangan individu dan social termasuk kepercayaan diri, motivasi, komitmen terhadap nilai-nilai moral etika. Jadi masyarakat berilmu adalah sebuah masyarakat yang mempunyai strata akademis, berfikir kritis dan subyektif, mempunyai pemikiran kedepan serta kecakapan untuk mengembangkan dirinya sendiri dan masyarakat. Sehingga dari masyarakat berilmu ini akan timbul harmonisasi kehidupan bermasyarakat. Masyarakat berilmu bukan masyarakat yang mempunyai egosentris dan individualisme tinggi tapi masyarakat berilmu lebih menggali potensi dirinya dan social dengan bermasyarakat. Adanya toleransi dan kedewasaan berfikir, survival seseorang ditentukan oleh kemampuan individu tersebut untuk bersaing secara produktif dalam masyarakat yang menekankan prestasi.
    Menelaah dari definisi knowledge society diatas bahwa perkembangan masyarakat berilmu mungkin hanya bisa terjadi di perkotaan yang notabene anggota masyarakatnya mempunyai srata akademis tinggi dan plural, tetapi ini juga tidak bisa dibuat patokan karena masyarakat perkotaan mempunyai rasa individualisme dan egosentris yang tinggi. Mungkin stigmatisasi knowledge society belum bisa melekat pada warga perkotaan.
    Perkembangan masyarakat berilmu akan terus meningkat sejalan dengan berkembangnya ilmu itu sendiri. Pergeseran norma-norma tradisional menuju modernitas adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari, karena masyarakat berilmu bersifat dinamis. Tingginya tuntutan pendidikan dalam suatu masyarakat juga dapat memicu terbentuknya masyarakat berilmu. Kompetesi positif di bidang pendidikan akan memacu daya saing setiap individu.
    Mungkin Amerika, Inggris, dan Negara barat lain telah berhasil membangun knowledge society di masyarakatnya. Kedewasaan berfikir, kompetisi positif, kebebasan berkarya dan berpendapat, kemampuan akademis dan pola kritis dapat dilihat dari realitas kehidupan bermasyarakatnya sehingga hal itu memajukan Negara tersebut.
    Indonesia masih perlu membangun knowledge society ini, ketidakmerataan pendidikan, ketimpangan social, pengerucutan pola berfikir, setidaknya hal ini masih begitu kuat melekat pada masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia belum bisa dikatakan knowledge society.













    BAB
    PENUTUP


    A.    Kesimpulan
    1.      Periodesasi Perkembangan Ilmu
    ·         Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Periode Pra Yunani Kuno.
    Catatan mengenai peradaban manusia yang paling awal tercatat berasal dari Timur Tengah, persisnya Mesir. Pada jaman pra sejarah, nenek moyang manusia modern di Mesir sudah mengenal bahasa, terbukti dengan peninggalan tulisan-tulisan yang diukir di batu-batu dalam goa. Sejarah mencatat bahwa bangsa Mesir kuno sudah mengenal ilmu bintang, ilmu bumi, arsitektur dan sebagainya.
    Adapun ciri-ciri ilmu pengetahuan pada zaman ini sebagai berikut:
    a.  Know how bagaimana cara berbuat) dalam kehidupan sehari-hari yang didasrakan pada pengalaman.
    b.  Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikap reseptif mind, keterangan masih dihubungkan dengan kekuatan magic.
    c. Kemampuan menemukan abjad dan sistim bilangan alam sudah menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke atas abstraksi.
    d. Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas sintesa terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
    e. Kemampuan meramal suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi. Misalnya gerhana bulan dan matahari.

    ·         Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Yunani Kuno (abad 6 SM-6 M).
    Pada zaman ini dianggap sebagai zaman keemasan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 
    a. Pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. 
    b.  Masyarakat pada masa ini tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi yang dianggap sebagai suatu bentuk pseudo-rasional. 
    c.  Masyarakat tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap reseptif attitude (sikap menerima begitu saja) melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis) sikap belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir-ahli pikir terkenal sepanjang masa.
    Salah satu tokoh Yunani yang terkenal pada waktu itu PARMENIDES dengan pendapatnya ”hanya yang ada itu ada” menides tidak mendefinisikan apa itu "yang ada", tetapi dia menyebutkan beberapa sifat­nya yang meliputi segala sesuatu. Dengan gaya seorang penyair, Parmenides menantang siapa pun untuk berani memakai daya akal budinya melawan arus pendapat umum, "Jangan biarkan dirimu didesak ke jalan yang salah oleh kuatnya kebiasaan dan pan­dangan umum. Jangan percaya pada penglihatan yang menyesatkan dan telinga yang hanya mengumpulkan bunyi-bunyi. Juga jangan percaya pada lidah: hanya akal budi semata-mata hendaklah menjadi penguji dan hakim segala sesuatu!". Dan masih bnyak ilmuan lainnya seperti thales, pytagoras, anaximenes, konfusius, heraclmus, dan ilmuan lainnya.

    ·         Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Pertengahan (abad : 6-16 M)
    Zaman pertengahan atau yang disebut Middle Age ditandai dengan tampilnya para theolog di lapangan ilmu pengetahuan di belahan dunia eropa. Para ilmuwan pada masa ini hampir semua para theolog, sehingga aktifitas ilmiah terkait dengan aktifitas keagamaan yaitu agama Kristen, atau dengan kata lain, kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah Ancilla Theologia (abdi agama).
    Sebaliknya di dunia Timur terutama Negara-negara Islam justru terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Kalau di daerah Barat pada zaman pertengahan lebih berkutat pada masalah-masalah keagamaan, maka berbeda dengan peradaban dunia Islam yang saat itu melakukan penerjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filosof yunani dan berbagai temuan di lapangan ilmiah lainya.
    Sejak zaman Rasulullah, bidang ilmu kedokteran di dunia Islam sebenarnya sudah dirintis dengan mendirikan rumah sakit di Madinah, termasuk rumah sakit untuk angkatan perang Islam. Ar Razi merupakan ahli medis  muslim pertama yang memimpin rumah sakit Baghdad. Ar Razi menulis buku tentang Diet, farmakologi dan lain-lain. Buku medis lainya ditulis oleh Ali Ibnu Abbas Al ahwazi (940 M) Al Kitab Al Maliki tentang teori dan praktik medis. Ibnu Siena juga mengarang buku  teks tentang medis yang berjudul Al Qanun, yang menjadi buku standar selama 500 tahun dalam dunia Islam dan Eropa. Ibnu Siena juga meneliti tentang masalah anatomi, kesehatan anak, gynaesology.
    Bani Umayyah sebagai salah satu contohnya telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi pada abad 7 Masehi, yaitu sekitar 8 abad sebelum Galileo Galilei dan Copernicus. Sedangkan kebudayaan Islam yang menaklukkan Persia abd 8 Masehi telah mendirikan sekolah kedokteran di Jundishapur. Pada zaman keemasan kebudayaan Islam dilakukan penerjemahan berbagai karya Yunani dan bahkan Kholifah Al Makmun telah mendirikan Rumah kebajikan  (House Wisdom) pada abad 9 Masehi. Itu artinya bahwa perjalanan peradaban islam sudah jauh lebih dulu terbentuk dibandingkan peradaban Barat.
    Tanda lain dari keemasan Islam (Golden Age) adalah kemajuan pesat ilmu dengan memperkenalkan sistim desimal. Filsuf muslim Al Khawaruzmi yang mengembangkan trigonometri dengan memperkenalkan teori sinus dan cosinus, tangent dan cotangent. Ilmu Fisika menampilkan Fisikus asal Baghdad Musa Ibnu Syakir dan putranya Muhammad, Ahmad dan Hasan yang mengarang kitab Al Hiyal yang menggambarkan hukum-hukum mekanik dan stabilitas. Ibnu Al Haytham (965-1039 M) yang mengarang kitab Al-Manadhir, yang membuktikan hukum refraksi cahaya. 


    ·         Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Renaissance (abad 14-16 M)
    Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan abad tengah mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman renaissance adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas seperti zaman Yunani kuno. Pada zaman renaissance manusia disebut sebagai animal rationale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang. Manusia akan mencapai kemajuan (progress) atas hasil usahanya sendiri, tidak didasarkan campur tangan ilahi.
    Tokoh-tokohnya adalah : Roger Bacon, Copernicus, Tycho Brahe, yohanes Keppler, Galilio Galilei. Yang menarik disini adalah pendapat Roger Bacon, ia berpendapat bahwa pengalaman empirik menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu pengetahuan. Matematik merupakan syarat mutlak untuk mengolah semua pengetahuan. Menurut Bacon, filsafat harus dipisahkan dari theologi. Agama yang lama masih juga diterimanya. Ia berpendapat bahwa akal dapat membuktikan adanya Allah. Akan tetapi mengenai hal-hal yang lain didalam theology hanya dikenal melalui wahyu. Menurut dia kemenangan iman adalah besar, jika dogma-dogma tampak sebagai hal-hal yang tidak masuk akal sama sekali.
    Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada zaman renaissance. Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang astromoni. Tokoh-tokohnya yang terkenal seperti: Nicolus copernicus (1473-1543) seorang tokoh gerejani yang ortodok yang mengemukakan bahwa matahari berada di pusat jagat raya bumi mempunyai dua macam gerak yaitu: perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan mengelilingi matahari. Teorinya ini disebut “Heliloisme” dimana matahari adalah pusat jagat raya bukan bumi sebagaimana dikemukakan oleh Ptolomeus yang diperkuat oleh Gereja.

    ·         Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Modern (Abad 17-19 M)
    Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani. Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung rasionalisme, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
    Tokoh yang terkenal sebagai bapak Filsafat modern adalah Rene Descrates. Ia telah mewariskan suatu metode berfikir yang menjadi landasan berfikir dalam ilmu pengetahuan modern. Langkah-langkah descrates adalah sebagai berikut:
    a.  Tidak menerima apapun sebagai hal yang benar kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu memang benar.
    b. Memilah-milah masalah menjadi bagian-bagian terkecil untuk mempermudah permasalahan.
    c.   Berfikir runtut mulai dari hal yang sederhana sedikit demi sedikit untuk sampai ke hal yang paling rumit.
    d.  Perincian yang lengkap dan pemeriksaan yang menyeluruh diperlukan supaya tidak ada yang terlupakan.
    Perkembangan ilmu mencapai puncak kejayaan di tangan Newton. Ilmuwan Inggris ini antara lain merumuskan teori gaya berat dan kaidah-kaidah mekanika dalam karya tulis yang diberi judul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica Asas-asas matematika dari filsafat alam).

    ·         Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Kontemporer (Abad 20 dan seterusnya)
    Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah dalam kontek ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Yakni dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang.
    Pada periode ini berbagai kejadian dan peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana pada waktu itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong benar-benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Begitu juga ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa genetika dengan melakukan percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan cyber technology, yang memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui internet. Belum lagi keberhasilan manusia dalam mencetak berbagai produk nano technology, dalam bentuk mesin-mesin micro-chip yang serba mini namun memiliki daya guna sangat luar biasa.



    2.      Ilmu dan Pengalaman Prailmiah
    Ilmu adalah sebagai pengetahuan tentang realitas yang nyata yang dipastikan oleh pengamatan, pengujian kritis, dan pengklasifikasian sistematis di bawah prinsip-prinsip umum. Pengetahuan juga mampu menjelaskan penemuan-penemuan nilai-nilai masa lalu dan mampu membuat prediksi untuk masa depan melalui pemahaman kausalitas. Ilmu juga harus bersifat universal tidak terikat oleh ruang dan waktu, dapat dinyatakan dengan tegas, dapat difahami, dan mempunyai keterkaitan empiris yang bisa diuji persesuaian antara teori dan implikasi praktisnya.
    Beerling berpendapat bahwa pengalaman prailmiah adalah pengetahuan manusia  yang terdapat sebelum adanya ilmu yang menjadi dasar pengetahuan ilmiah sampai masa kini. Ilmu dan pengalaman prailmiah merupakan dua hal yang saling berkaitan. Ilmu dapat muncul karena adanya tahapan-tahapan termasuk salah satunya adalah pengalaman prailmiah dan dilakukan pengujian terhadap pengalaman tersebut melalui metode-metode ilmiah. Ilmu juga timbul dari penggolongan secara metodologi terhadap arus bahan-bahan pengalaman yang terkumpul.


    3.      Pertumbuhan Masyarakat Berilmu
    Masyarakat berilmu merupakan buah dari filsafat-filsafat Yunani kuno yang merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu sendiri dimulai pada zaman pra-Yunani kuno, kemudian berlanjut dengan Yunani kuno, zaman pertengahan, zaman Renaissans dan Aufklaerung, zaman modern dan zaman kontemporer.
    Masyarakat berilmu atau yang biasa disebut knowledge society adalah sebuah masyarakat dari berbagai organisasi dimana secara praktis setiap tugas tunggal akan dilakukan dalam dan melalui sebuah organisasi.
    Selanjutnya Drucker menambahkan cirri-ciri masyarakat berilmu adalah
    ·         Mempunyai kemampuan akademik
    ·         Berpikir kritis
    ·         Berorientasi kepada pemecahan masalah
    ·         Mempunyai kemampuan untuk belajar meninggalkan pemikiran lama dan belajar lagi untuk hal-hal baru.
    Perkembangan masyarakat berilmu akan terus meningkat sejalan dengan berkembangnya ilmu itu sendiri. Pergeseran norma-norma tradisional menuju modernitas adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari, karena masyarakat berilmu bersifat dinamis. Tingginya tuntutan pendidikan dalam suatu masyarakat juga dapat memicu terbentuknya masyarakat berilmu. Kompetesi positif di bidang pendidikan akan memacu daya saing setiap individu.
    Mungkin Amerika, Inggris, dan Negara barat lain telah berhasil membangun knowledge society di masyarakatnya. Kedewasaan berfikir, kompetisi positif, kebebasan berkarya dan berpendapat, kemampuan akademis dan pola kritis dapat dilihat dari realitas kehidupan bermasyarakatnya sehingga hal itu memajukan Negara tersebut.
    Indonesia masih perlu membangun knowledge society ini, ketidakmerataan pendidikan, ketimpangan social, pengerucutan pola berfikir, setidaknya hal ini masih begitu kuat melekat pada masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia belum bisa dikatakan knowledge society.








    [1] Rizal Muntasyir-Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2008, hal 126
    [2] Ibid, hal. 127
    [3] Slamet Imam Santoso, Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Sastra Hudaya, 1977, hal.48
    [4] the Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2007, hal. 11
    [5] ibid, hal. 3
    [6] ibid, hal. 31
    [7] Rizal Muntasyir, filsafat Ilmu, hal. 62
    [8] The Liang Gie, Pengantar, hal. 5
    [9] ibid, hal.1
    [10] Slamet Imam Santoso, Sejarah, hal. 50
    [11] Van Melsen, Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita, diterjemahkan oleh Bertens, (Jakarta: Gramedia, 1985)
    [12] Rizal Muntasyir, Filsafat Ilmu, hal. 129
    [13] ibid, hal. 130
    [14] Slamet Imam Santoso, Sejarah, hal. 53
    [15] Rizal Muntasyir, Filsafat Ilmu, hal. 130
    [16] Slamet Imam Santoso, Sejarah, hal. 65
    [17] Rizal Muntasyir, Filsafat Ilmu, hal.70
    [18] ibid, hal. 67
    [19] Toety-Heraty, Aku dalam Budaya, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984), hal. 6
    [20] The Liang Gie, Pengantar, hal. 13
    [21] Bahm, Archie, J, Epistemology: theory of Knowledge, (Albuquerque: Herper and Row Publisher, 1995), hal. 14
    [22] The Liang Gie, Pengantar, hal. 15
    [23] Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: PP. Al-Munawwir Krapyak, 1989), 965.
    [24]Amsal Bachtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Rajagrafindo, 2007) hlm 15
    [25] Pustaka Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), 371.
    [26] Stewart Ricards, An Introdution to Philoshopy of Soiology of Science (Oxford: TJ Press, 1983), 28.
    [27] Beerling, Kwee, Mooij Van Peursen, Pengantar filsafat ilmu, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), 15.
    [28] Peter F Drucker, The Esensial Drucker, (New York: Happer Collins, 2001), 45.
  • Copyright © - expresi top

    expresi top - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan