Archive for Oktober 2016
sejarah periodesasi perkembangan ilmu
0
BAB
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Yang namanya sejarah memang tidak pernah bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia, karena di dalamnya terdapat beberapa
peristiwa-peristwa yang telah terjadi pada masa yang sudah dilewati dan hal itu
sangat berguna bagi kehidupan manusia untuk masa kini bahkan masa depan dalam
segala aspek kehidupan. Sejarah sangat berpengaruh terhadap proses perjalanan
hidup manusia, karena kejadian-kejadian pada masa lalu dan masa kini saling berhubungan. Kejadian-kejadian tersebut tidak terbatas pada
hubungan kronologis saja, tetapi juga adanya hubungan
sebab akibat yang sangat erat.
Sejarah
ilmu telah membuktikan serangkaian kemenangan-kemenangan ilmu atas kebodohan
dan tahayul yang berkembang. Berangkat dari mitos-mitos yang berkembang,
manusia yang kritis mencoba untuk melakukan berbagai pembuktian yang mampu
diterima akal tentang hal-hal tersebut, sehingga menelurkan karya-karya ilmiah
tentang berbagai hal yang semula merupakan mitos.
Sementara itu, kemapanan ilmu-ilmu yang kita pelajari pada saat ini,
tidak lahir begitu saja secara instan, melainkan melalui beberapa proses dan
tahapan-tahapan panjang untuk menjadi sebuah ilmu. Disini diperluakan
adanya pemahaman mengenai sejarah ilmu secara priodik. Karena setiap priode
menampilkan ciri khas tertentu dan penemuan demi penemuan tidaklah berpusat
pada suatu tempat.
Sepertihalnya sejarah ilmu dan
filsafat tentu tak akan lepas dari perbincangan peradaban Yunani
kuno, sebab Filsafat dan ilmu yang dikenal di dunia Barat dewasa ini telah dulu
menjadi objek kajian pada zaman Yunani kuno. Walaupn sebenarnya bukan hanya
Yunani kuno yang mempuyai peradaban filosofis di muka bumi. terdapat beberapa
kawasan yang dahulu kala juga pernah mengalami kemajuan berfikir secara
filosofis, sepert India, Mesir, Cina dan Persia. Namun, Yunanilah yang mampu
menorehkan prestasi luar biasa yang telah dicatat dengan tinta emas oleh
sejarah sebagai negara yang membidani lahirnya ilmu pengetahuan dan filsafat.
B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana sejarah periodesasi
perkembangan ilmu?
B.
Apa
itu ilmu dan pengalaman prailmiah?
C. Bagaimana pertumbuhan
masyarakat berilmu?
C. Tujuan Makalah
A. Untuk mengetahui sejarah
periodesasi perkembangan ilmu.
B. Untuk mengetahui arti ilmu
dan pengalaman pra-ilmiah.
C. Untuk mengetahui sejarah
pertumbuhan masyarakat berilmu.
BAB
PEMBAHASAN
1.
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Periode Pra Yunani Kuno.
Dalam sejarah perkembangan
peradaban manusia. Yakni ketika belum mengenal peralatan seperti yang dipakai
sekarang ini. Pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan.
Masa zaman batu berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000 tahun sebelum
masehi. Sisa peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini antara lain:
alat-alat dari batu, tulang belulang dari hewan, sisa beberapa tanaman,
gambar-gambar digua-gua, tempat-tempat penguburan, tulang belulang manusia
purba. Evolusi ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah perkembangan
pemikiran yang terjadi di Yunani, Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan
Eropa.
Catatan mengenai peradaban manusia yang paling awal tercatat
berasal dari Timur Tengah, persisnya Mesir. Pada jaman pra sejarah, nenek
moyang manusia modern di Mesir sudah mengenal bahasa, terbukti dengan
peninggalan tulisan-tulisan yang diukir di batu-batu dalam goa. Sejarah
mencatat bahwa bangsa Mesir kuno sudah mengenal ilmu bintang, ilmu bumi,
arsitektur dan sebagainya. Bangsa Mesir kemudian juga mengembangkan papyrus
(sejenis kulit kayu) yang dijadikan bahan tulis (tahun 3000 sebelum Masehi).[1] Di zaman dinasti Xia
(2205-1766 SM) dikenal dengan nama Gui Cang (kembali ke kegaiban). Lalu di masa
dinasti Zhou (1066-221 SM) populer dengan sebutan Zhou Yi (kitab perubahan dari
dinasti Zhou), dan akhirnya, kini dikenal sebagai Yi jing (dibaca: i Ching),
yang secara harfiyah berati kitab tentang perubahan.
Adapun ciri-ciri ilmu pengetahuan pada zaman ini sebagai
berikut:
a. Know
how (bagaimana cara berbuat) dalam kehidupan sehari-hari yang didasrakan pada
pengalaman.
b.
Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan
sikap reseptif mind, keterangan masih dihubungkan dengan kekuatan magic.
c. Kemampuan
menemukan abjad dan sistim bilangan alam sudah menampakkan perkembangan
pemikiran manusia ke atas abstraksi.
d.
Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas
sintesa terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
e.
Kemampuan meramal suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa
sebelumnya yang pernah terjadi. Misalnya gerhana bulan dan matahari.[2]
2.
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Yunani Kuno (abad 6 SM-6 M).
Pada zaman ini dianggap sebagai zaman keemasan yang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pada masa ini
orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya.
b.
Masyarakat pada masa ini tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi yang dianggap
sebagai suatu bentuk pseudo-rasional.
c.
Masyarakat tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap reseptif
attitude (sikap menerima begitu saja) melainkan menumbuhkan sikap an inquiring
attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis) sikap
belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern.
Sikap kritis inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli
pikir-ahli pikir terkenal sepanjang masa.[3]
Salah satu tokoh Yunani
yang terkenal pada waktu itu PARMENIDES dengan pendapatnya ”hanya yang ada itu
ada” menides tidak mendefinisikan apa itu
"yang ada", tetapi dia menyebutkan beberapa sifatnya yang meliputi
segala sesuatu. Menurutnya, "yang ada" itu tidak bergerak, tidak
berubah, dan tidak terhancurkan. "Yang ada" itu juga tidak
tergoyahkan dan tidak dapat disangkal. Kalau orang menyangkal bahwa "yang
ada" itu tidak ada, dengan pernyataannya sendiri orang itu mengakui bahwa
"yang ada" itu ada. Sebab, kalau benar "yang ada" itu tidak
ada, orang itu tidak dapat menyangkal adanya "yang ada". Jadi,
kenyataan bahwa "yang ada" itu dapat ditolak keberadaannya
menunjukkan "yang ada" itu memang ada, sedangkan "yang tidak
ada" itu tidak ada! Sesuatu "yang tidak ada" sama sekali tidak
dapat dikatakan atau dipikirkan, apalagi didiskusikan (disanggah atau
diiyakan).
Sebaliknya, "yang ada" itu selalu
dapat dikatakan, dipikirkan, dan didiskusikan. Oleh sebab itu, pernyataan
Parmenides ini menjadi terkenal, "Ada dan pemikiran itu satu dan
sama." Maksudnya, "yang ada" itu selalu bisa dipikirkan, dan
"yang dapat dipikirkan" selalu ada. Parmenides membuat suatu
pemisahan tajam antara apa yang kelak disebut "pengetahuan empiris",
yakni pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman atau pencerapan indrawi
(empeiria, Yunani), dengan "pengetahuan akal budi" yang murni dan
sejati. Jenis pengetahuan yang terakhir ini hanya diperoleh berkat akal budi
yang mampu menangkap "ada" yang bersifat satu dan tidak berubah, di
balik segala sesuatu yang bersifat indrawi melulu dan tidak mantap.
Dengan gaya seorang penyair, Parmenides menantang siapa pun untuk
berani memakai daya akal budinya melawan arus pendapat umum, "Jangan
biarkan dirimu didesak ke jalan yang salah oleh kuatnya kebiasaan dan pandangan
umum. Jangan percaya pada penglihatan yang menyesatkan dan telinga yang hanya
mengumpulkan bunyi-bunyi. Juga jangan percaya pada lidah: hanya akal budi
semata-mata hendaklah menjadi penguji dan hakim segala sesuatu!". Dan masih bnyak ilmuan
lainnya seperti thales, pytagoras, anaximenes, konfusius, heraclmus, dan ilmuan
lainnya.
Thales, yang mempelajari
astronomi dan topik-topik pengetahuan termasuk fisika.[4]
Dan sebagian sarjana mengakuinya pula sebagai
ilmuwan pertama di dunia.[5]
Thales mempertanyakan asal mula, sifat dasar dan
struktur komposisi alam, yang menurutnya semuanya berasal dari air sebagai
materi dasar kosmis.[6]
Pytagoras (572-497 SM) adalah seorang ahli matematika yang
lebih terkenal Dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Dan
mendirikan aliran filsafat Pythagorianisme yang mengemukakan sebuah ajaran
metafisis bahwa bilangan merupakan intisari dari semua benda maupun dasar pokok
dari sifat-sifat benda.[7]
Tokoh lainnya yaitu Demokritus (460-370 SM) yang menegaskan
bahwa realitas terdiri dari banyak unsur yang disebutnya dengan atom. Pandangan
Demokritus ini merupakan cikal bakal perkembangan ilmu fisika, kimia dan
biologi.[8]
Plato (428-348 SM) yang berpendapat bahwa geometri sebagai pengetahuan
rasional berdasarkan akal murni menjadi kunci ke arah ilmu pengetahuan serta
bagian pemahaman mengenai sifat dasar dari kenyataan yang terakhir. Geometri
merupakan suatu ilmu yang dengan akal murni membuktikan proporsi-proporsi
abstrak mengenai hal-hal yang abstrak. Begitu pentingnya geometri bagi filsafat
menurut Plato sehingga konon pintu gerbang akademi Plato tertulis ” janganlah
orang masuk ke sini jika ia tidak mengetahui geometri”.[9]
Aristoteles (384-322 SM) yang berpendapat bahwa filasafat dan
ilmu tergolong sebagai pengetahuan rasional, yakni pengetahuan yang diperoleh
dari pemikiran atau rasio manusia, yang dapat dibedakan menjadi tiga bagian
yaitu: Praktike (pengetahuan praktis), Poietike (pengetahuan produktif) dan
theoretike (pengetahuan teoritis). Adapun Theoritike dibedakan menjadi tiga
kelompok yaitu: Mathematike (pengetahuan matematika), Phisike (pengetahuan
fisika) dan Prote philosophia (filsafat pertama).[10]
3.
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Pertengahan (abad : 6-16 M)
Zaman pertengahan atau yang disebut Middle Age ditandai dengan
tampilnya para theolog di lapangan ilmu pengetahuan di belahan dunia eropa.
Para ilmuwan pada masa ini hampir semua para theolog, sehingga aktifitas ilmiah
terkait dengan aktifitas keagamaan yaitu agama Kristen, atau dengan kata lain,
kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan yang
berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah Ancilla Theologia (abdi agama).
Sebaliknya di dunia Timur terutama Negara-negara Islam justru
terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Kalau di daerah Barat
pada zaman pertengahan lebih berkutat pada masalah-masalah keagamaan, maka
berbeda dengan peradaban dunia Islam yang saat itu melakukan penerjemahan
besar-besaran terhadap karya-karya filosof yunani dan berbagai temuan di
lapangan ilmiah lainya.[11]
Bani Umayyah sebagai salah satu contohnya telah menemukan suatu
cara pengamatan astronomi pada abad 7 Masehi, yaitu sekitar 8 abad sebelum
Galileo Galilei dan Copernicus. Sedangkan kebudayaan Islam yang menaklukkan
Persia abd 8 Masehi telah mendirikan sekolah kedokteran di Jundishapur. Pada
zaman keemasan kebudayaan Islam dilakukan penerjemahan berbagai karya Yunani
dan bahkan Kholifah Al Makmun telah mendirikan Rumah kebajikan (House
Wisdom) pada abad 9 Masehi. Itu artinya bahwa perjalanan peradaban islam sudah
jauh lebih dulu terbentuk dibandingkan peradaban Barat.
Sumbangan
sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang, yaitu:
a.
Menterjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskan
sedemikian rupa, sehingga dapat dikenal dunia Barat seperti sekarang ini.
b.
Memperluas pengamatan dalam ilmu Kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu
kimia, ilmu bumi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
c.
Menegaskan sistim decimal dan dasar-dasar aljabar.[12]
Pada zaman pertengahan ini, Eropa berada dalam masa tidur
panjang akibat pengaruh dogma-dogma agama sedangkan kebudayaan Islam di zaman
dinasti Abbasiyah berada pada puncak keemasannya. Ali Kettani menengarahi
kemajuan umat Islam pada masa itu lantaran didukung semangat sebagai
berikut:
a. Universalism
b. Tolerance
c. International
Character of the market
d. respect for
science and scintist
e. the Islam
nature of both the end and means of science.[13]
Universalism artinya pengembangan
iptek mengatasi sekat-sekat kekuasaan, kebangsaan, bahkan keagamaan. Tolerance
artinya sikap tenggangrasa dalam pengembangan iptek dimaksud untuk membuka
cakrawala di kalangan para ilmuan sehingga perbedaan pendapat dianggap sebagai
pemicu ke arah kemajuan, bukan sebagai penghalang. Di zaman dinasti Abbasiyah
perpustakaan Darul Himah membuka pintu bagi para ilmuan non muslim untuk
memanfaatkan dan mempelajari berbagai literatur yang ada di dalamnya. Pemasaran
hasil iptek merupakan suatu wahana untuk menjamin kontinyuitas aktifitas ilmiah
itu sendiri, karena itu, International character of the market (pasar yang
bersifat internasional) sangatlah dibutuhkan. Respect for science and scientist
(penghargaan yang tinggi) dalam arti setiap temuan dihargai secara layak
sebagai hasil jerih payah atas usaha seseorang atau sekelompok orang. The Islam
nature of both the end and means of science artinya, sarana dan tujuan iptek
haruslah terkait dengan nilai-nilai agama artinya, setiap kegiatan ilmiah tidak
boleh bebas nilai, apalagi nilai agama. Sebab ilmuan yang melepaskan diri dari
nilai-nilai agama akan terperangkap pada arogansi intelektual, dan menjadikan
perkembangan iptek yang depersonalisasi dan dehumanisasi.[14]
Tanda lain dari keemasan Islam (Golden Age) adalah kemajuan
pesat ilmu dengan memperkenalkan sistim desimal. Filsuf muslim Al Khawaruzmi
yang mengembangkan trigonometri dengan memperkenalkan teori sinus dan cosinus,
tangent dan cotangent. Ilmu Fisika menampilkan Fisikus asal Baghdad Musa Ibnu
Syakir dan putranya Muhammad, Ahmad dan Hasan yang mengarang kitab Al Hiyal
yang menggambarkan hukum-hukum mekanik dan stabilitas. Ibnu Al Haytham
(965-1039 M) yang mengarang kitab Al-Manadhir, yang membuktikan hukum refraksi
cahaya.
Bidang astronomi pada awalnya diterjemahkan pada zaman bani
Umayyah dan dilanjutkan pada zaman bani Abbasiyah awal. Ibnu Habib Al Farisi
(777 M) merupakan ilmuan muslim pertama yang menerjemahkan karya Ptolemy yang
berjudul Almagest. Bidang ilmu Kimia menampilkan Jabir Ibnu Hayyan Al Kufi dari
Kufah yang memiliki Laboratorium dekat Bawabah Damaskus yang melakukan
percobaan pada pancaindera, penggunaan metalik, dan lain-lain. Jabir
menggambarkan eksperimen yang dilakukan dalam kalimat berikut ini: ”Pertama
kali saya mengetahui sesuatu dengan tangan dan otak saya, dan saya menyelidiki
sesuatu itu sampai benar, dan mencari kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya”[15]
Sejak zaman Rasulullah, bidang ilmu kedokteran di dunia Islam
sebenarnya sudah dirintis dengan mendirikan rumah sakit di Madinah, termasuk
rumah sakit untuk angkatan perang Islam. Ar Razi merupakan ahli medis
muslim pertama yang memimpin rumah sakit Baghdad. Ar Razi menulis buku tentang
Diet, farmakologi dan lain-lain. Buku medis lainya ditulis oleh Ali Ibnu Abbas
Al ahwazi (940 M) Al Kitab Al Maliki tentang teori dan praktik medis. Ibnu
Siena juga mengarang buku teks tentang medis yang berjudul Al Qanun, yang
menjadi buku standar selama 500 tahun dalam dunia Islam dan Eropa. Ibnu Siena juga
meneliti tentang masalah anatomi, kesehatan anak, gynaesology.[16]
Di bidang Geografi, para ilmuan muslim mengembangkan jarum
magnetik untuk dipergunakan dalam navigasi dan penemuan kompas, sehingga mereka
berjasa dalam penemuan pulau-pulau baru dan rute laut lingkar Asia, Afrika dan
Eropa. Para petualang muslim menjelajahi cina, Jepang, India, Asia Tenggara, da
Samudra Hindia, Eropa termasuk Skandinavia, Irlandia, Jerman, Perancis dan
Rusia. Pada abad kesembilan ahli Geografi muslim Ahmad Ibnu Ya’kub menggambarkan
perjalanan dalam kitab Al Buldan dan Ubayd-Allah ibnu Abd-allah ibnu Khurd
Dhabah (825-912 M) yang mempublikasikan bukunya Al Masalik wa Al Mamalik (garis
Edar dan Kerajaan).
4.
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Renaissance (abad 14-16 M)
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali
pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan
ketika kebudayaan abad tengah mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern.
Manusia pada zaman renaissance adalah manusia yang merindukan pemikiran yang
bebas seperti zaman Yunani kuno. Pada zaman renaissance manusia disebut sebagai
animal rationale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan
berkembang. Manusia akan mencapai kemajuan (progress) atas hasil usahanya
sendiri, tidak didasarkan campur tangan ilahi.[17]
Tokoh-tokohnya adalah :
Roger Bacon, Copernicus, Tycho Brahe, yohanes Keppler, Galilio Galilei. Yang
menarik disini adalah pendapat Roger Bacon, ia berpendapat bahwa pengalaman
empirik menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu
pengetahuan. Matematik merupakan syarat mutlak untuk mengolah semua
pengetahuan. Menurut Bacon, filsafat harus dipisahkan dari theologi. Agama yang
lama masih juga diterimanya. Ia berpendapat bahwa akal dapat membuktikan adanya
Allah. Akan tetapi mengenai hal-hal yang lain didalam theology hanya dikenal
melalui wahyu. Menurut dia kemenangan iman adalah besar, jika dogma-dogma
tampak sebagai hal-hal yang tidak masuk akal sama sekali.
Sedangkan Copernicus
adalah tokoh gereja ortodok, yang menerangkan bahwa matahari berada di pusat
jagat raya, dan bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari
pada porosnya dan gerakan tahunan mengelilingi matahari. Teori ini disebut
Heliosentrisme. Namun teorinya ditentang kalangan gereja yang mempertahankan
prinsip Geosentrisme yang dianggap lebih benar dari pada prinsip
Heliosentrisme. Setiap siang kita melihat semua mengelilingi bumi. Hal ini
ditetapkan Tuhan, oleh agama, karena manusia menjadi pusat perhatian Tuhan,
untuk manusialah semuanya, paham demikian disebut Homosentrisme. dengan kata
lain prinsip Geosentrisme tidak dapat dipisahkan dari prinsip Homosentrisme.
Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada zaman renaissance. Ilmu pengetahuan
yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang astromoni. Tokoh-tokohnya yang
terkenal seperti: Nicolus copernicus (1473-1543) seorang tokoh gerejani yang ortodok
yang mengemukakan bahwa matahari berada di pusat jagat raya bumi mempunyai dua
macam gerak yaitu: perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan
mengelilingi matahari. Teorinya ini disebut “Heliloisme” dimana matahari adalah
pusat jagat raya bukan bumi sebagaimana dikemukakan oleh Ptolomeus yang
diperkuat oleh Gereja.[18]
Ilmuwan lainnya pada periode ini adalah Kepler dan Gelileo
Gelilei. Langkah-langkah yang dilakukan Galileo dalam bidang ini menanamkan
pengaruh kuat bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern, karena menunjukkan
beberapa hal seperti: pengamatan (observasi), penyingkiran (eliminasi) segala
hal yang tidak termasuk dalam peristiwa yang diamati. Idealisasi, penyusunan
teori secara spekulatif ats peristiwa tersebut, peramalan (prediction),
pengukuran (measurement), dan percobaan (experiment) untuk menguji teori yang
didasarkan pada ramalan matematik.
5.
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Modern (Abad 17-19 M)
Zaman ini ditandai dengan
berbagai pemhgetahuan dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai aliran
muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani.
Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme,
dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat
terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting
pendukung rasionalisme, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan aliran Idialisme
mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa., spirit, Para pengikut aliran/paham ini
pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat kritisisismenya Immanuel
Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut Idealisme subyektif
merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat
Idealisme Objektif .Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam Filsafat
Idealisme Mutlak Hegel.
Pada Paham Empirisme
mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh
pengalaman. ini bertolak belakang dengan paham rasionalisme. Mereka menentang
para penganut rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-kepastian yang
bersifat apriori. Pelopor aliran ini adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan David
Hume.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern ini
sesungguhnya sudah dirintis sejak zaman Renaissance, yaitu
permulaan abad XIV. Benua Eropa dipandang sebagai basis
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini menurut Slamet Imam Santoso[19]
sebenarnya mempunyai tiga sumber yaitu:
a.
Hubungan antara kerajaan Islam di semenanjung Iberia dengan Negara-negara
Perancis. Para pendeta di Perancis banyak yang belajar di Spanyol, kemudian
mereka inilah yang menyebarkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya itu di
lembaga-lembaga pendidikan di Perancis.
b. Perang
Salib (1100-1300) yang terulang sebanyak enam kali tidak hanya menjadi ajang
peperangan fisik, namun juga menjadikan para tentara atau serdadu Eropa yang
berasal dari berbagai negara itu menyadari kemajuan negara-negara Islam,
sehingga mereka menyebarkan ajaran pengalaman mereka itu sekembalinya di
negara masing-masing.
c. Pada
tahun 1453 Istambul jatuh ke tangan Bangsa Turki, sehingga para pendeta atau
sarjana mengungsi ke Italia atau negara-negara lain. Mereka ini menjadi
pioner-pioner bagi pengembangan ilmu di Eropa.
Tokoh yang terkenal sebagai bapak Filsafat modern adalah Rene
Descrates. Ia telah mewariskan suatu metode berfikir yang menjadi landasan
berfikir dalam ilmu pengetahuan modern. Langkah-langkah descrates adalah
sebagai berikut:
a. Tidak
menerima apapun sebagai hal yang benar kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu
memang benar.
b. Memilah-milah
masalah menjadi bagian-bagian terkecil untuk mempermudah permasalahan.
c.
Berfikir runtut mulai dari hal yang sederhana sedikit demi sedikit
untuk sampai ke hal yang paling rumit.
d. Perincian
yang lengkap dan pemeriksaan yang menyeluruh diperlukan supaya tidak ada yang
terlupakan.[20]
Perkembangan ilmu mencapai puncak kejayaan di tangan Newton.
Ilmuwan Inggris ini antara lain merumuskan teori gaya berat dan kaidah-kaidah
mekanika dalam karya tulis yang diberi judul Philosophiae Naturalis Principia
Mathematica Asas-asas matematika dari filsafat alam)[21]
6. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Kontemporer (Abad
20 dan seterusnya)
Yang dimaksud dengan zaman
kontemporer adalah dalam kontek ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita
jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu pada
zaman sekarang adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang
berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan kontemporer memfokuskan sorotannya
pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Yakni
dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang. Diantara ilmu-ilmu khusus yang dibicarakan para filsuf, maka
bidang fisika menempati kedudukan yang paling tinggi. Menurut Root Fisika
dipandang sebagai ilmu pengetauan yang subjek materinya mengandung
unsur-unsur fundamentasil yang membentuk alam semesta.
Fisikawan termashur abad keduapuluh adalah Albert Einstein. Ia
mengatakan bahwa alam itu tak terhingga dan tak terbatas, tetapi juga bersifat
statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi. Ini berarti
bahwa alam semesta ini bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak mengakui
adanya pencipata alam. Namun pada tahun 1929 seorang fisikawan lain Hubble yang
mempergunakan teropong terbesar di dunia melihat galaksi-galaksi di sekeliling
kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jaraknya dari bumi. Observasi ini
menunjukkan bahwa alam semesta ini tidak statis, melainkan dinamis, sehingga
meruntuhkan pendapat Einstein tentang teori kekekalan materi dan alam semesta
yang statis. Dan jagad raya ternyata berekspansi.[22]
Disamping teori tentang fisika, teori alam semesta dan
lain-lain, maka zaman kontemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai
teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang
mengalami kemajuan yang sangat pesat. Mulai dari penemuan computer, berbagai
satelit komunikasi, internet dan lain sebagainya. Mobilitas manusia yang sangat
tinggi saat ini merupakan pengaruh teknologi komunikasi dan informasi.
Dalam pertengahan abad ini, dapat pula disaksikan lahirnya
serangkaian ilmu antar disiplin misalnya ilmu perilaku (behavioral science)
yang menggabungkan ilmu psikologi dengan berbagai cabang ilmu sosial seperti
sosiologi , antropologi untuk menelaah tingkah laku manusia. Contoh lain ilmu
antar disiplin ialah Anatomi Sosial manusiawi (Human Social anatomy) yang
memadukan anatomi, ilmu fosil, antropologi Ragawi, dan Etopologi studi tentang
pola perilaku organisme).
Bidang ilmu lainnya juga mengalami perkembangan yang sangat
pesat sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam.
Ilmuwan kontemporer cenderung mengetahui hal yang sedikit tapi secara mendalam.
Ilmu kedokteran semakin menajam dalam spesialis dan sub-spesialis atau
super-spesialis, demikian juga bidang-bidang lain. Di samping cenderung ke arah
spesialisasi, kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan
lainnya, sehingga dihasilkannya bidang ilmu baru, seperti: Bioteknologi yang
dewasa ini dikenal dengan teknologi Kloning.
Pada periode ini berbagai kejadian dan
peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat
kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana
pada waktu itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong
benar-benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Begitu juga ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa genetika
dengan melakukan percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan cyber
technology, yang memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui internet.
Belum lagi keberhasilan manusia dalam mencetak berbagai produk nano technology,
dalam bentuk mesin-mesin micro-chip yang serba mini namun memiliki daya guna
sangat luar biasa.
Semua keberhasilan
ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan
teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa positivisme-empirik yang serba
matematik, fisikal, reduktif dan free of value telah membuktikan kehebatan dan
memperoleh kejayaannya, serta memberikan kontribusi yang besar dalam membangun
peradaban manusia seperti sekarang ini.
Namun, dibalik
keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan persoalan-persoalan baru yang
tidak sederhana, dalam bentuk kekacauan, krisis yang hampir terjadi di setiap
belahan dunia ini. Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi terhadap manusia,
karena manusia telah memperlakukan dan mengexploitasinya tanpa memperhatikan
keseimbangan dan kelestariannya. Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di
mana-mana sebagai akibat dari benturan budaya yang tak terkendali.
Kesuksesan manusia dalam
menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata telah menjadi bumerang bagi
kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi yang diciptakan
manusia itu seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si penciptanya
sendiri, yaitu manusia.
Berbagai persoalan baru
sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh kaum
positivisme-empirik, telah memunculkan berbagai kritik di kalangan ilmuwan tertentu.
Kritik yang sangat tajam muncul dari kalangan penganut “Teori Kritik
Masyarakat”, sebagaimana diungkap oleh Ridwan Al Makasary. Kritik terhadap
positivisme, kurang lebih bertali temali dengan kritik terhadap determinisme
ekonomi, karena sebagian atau keseluruhan bangunan determinisme ekonomi
dipancangkan dari teori pengetahuan positivistik. Positivisme juga diserang
oleh aliran kritik dari berbagai latar belakang dan didakwa berkecenderungan
meretifikasi dunia sosial. Pandangan teoritikus kritik dengan kekhususan aktor,
di mana mereka menolak ide bahwa aturan aturan umum ilmu dapat diterapkan tanpa
mempertanyakan tindakan manusia. Akhirnya “ Teori Kritik Masyarakat” menganggap
bahwa positivisme dengan sendirinya konservatif, yang tidak kuasa menantang
sistem yang eksis.
Rich mengemukakan “There is no the truth nor a
truth – truth is not one thing, - or even a system. It is an increasing
completely” Pengalaman manusia begitu kompleks sehingga tidak mungkin untuk
diikat oleh sebuah teori.
B. Ilmu
dan Pengalaman Prailmiah
Ilmu
secara etimologi berasal dari bahasa arab, yaitu ‘alima-ya’lamu-‘ilman, yang
berarti, mengerti atau memahami benar-benar.[23] Dalam
bahasa inggris ilmu disebut science. Secara terminologi, ilmu menurut beberapa
ahli sebagai berikut:
Menurut Muhammad Hatta, ilmu
adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hokum kausal dalam suatu
golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari
luar, maupun bangunannya dari dalam. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu
adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik dan keempatnya serentak.
Ashley Montagun, guru besar
antropologi di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan
yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengalaman studi dan percobaan
untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.[24]
Dalam kamus besar bahasa indonesia, ilmu
didefinisikan sebagai pengetahuan dalam suatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu pula. Dalam kamus, ilmu juga dapat diartikan sebagai
pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat, lahir, dan batin.[25]
Ilmu adalah sebagai pengetahuan tentang realitas yang nyata yang
dipastikan oleh pengamatan, pengujian kritis, dan pengklasifikasian sistematis
di bawah prinsip-prinsip umum. Pengetahuan juga mampu menjelaskan
penemuan-penemuan nilai-nilai masa lalu dan mampu membuat prediksi untuk masa
depan melalui pemahaman kausalitas. Ilmu juga harus bersifat universal
tidak terikat oleh ruang dan waktu, dapat dinyatakan dengan tegas, dapat
difahami, dan mempunyai keterkaitan empiris yang bisa diuji persesuaian
antara teori dan implikasi praktisnya.[26]
Untuk dapat memproduk suatu
ilmu diperlukan pengetahuan sebagai landasan, kemudian pengetahuan tersebut
diolah kembali dan disusun secara metodis, sistematis menggunakan
pendekatan-pendekatan ilmiah tentunya.
Pengetahuan merupakan berbagi
gejala yang diperoleh manusia melalui pengamatan indrawi. Pengetahuan dibagi
menjadi dua, yakni pengetahuan non ilmiah dan pengetahuan prailmiah.
Pengetahuan non ilmiah adalah hasil serapan indera terhadap pengalaman hidup
yang tidak perlu dan tidak mungkin diuji kebenarannya. Pengetahuan non ilmiah
tidak dapat dikembangkan menjadi pengetahuan ilmiah, jadi hanya sekedar
pengetahuan. Misalnya pengetahuan orang tentang adanya jin, makhluk halus atau
benda-benda pusaka. Sedangkan pengetahuan prailmiah adalah hasil serapan indera
terhadap pengalaman yang terbuka terhadap pengujian lebih lanjut menggunakan
metode-metode ilmiah. Pengetahuan prailmiah juga disebut pengalaman prailmiah.
Misalnya pengetahuan orang tentang manfaat rebusan daun sirih untuk mengurangi
bau badan dan keputihan. Dalam hal ini orang akan mencari tahu bagaimana
mungkin rebusan daun sirih dapat mengurangi bau badan dan mengobati
keputihan, orang akan mengadakan
eksperimen-eksperimen sehingga menemukan kebenaran dari pengalaman tersebut.
Beerling
berpendapat bahwa pengalaman prailmiah adalah pengetahuan manusia yang terdapat sebelum adanya ilmu yang
menjadi dasar pengetahuan ilmiah sampai masa kini.[27] Ilmu
dan pengalaman prailmiah merupakan dua hal yang saling berkaitan. Ilmu dapat
muncul karena adanya tahapan-tahapan termasuk salah satunya adalah pengalaman
prailmiah dan dilakukan pengujian terhadap pengalaman tersebut melalui
metode-metode ilmiah.
Ilmu juga timbul dari penggolongan secara metodologi terhadap arus bahan-bahan
pengalaman yang terkumpul.
C. Pertumbuhan Masyarakat
Berilmu.
Ilmu dari masa ke masa
senantiasa berkembang menjadi lebih kompleks seiring perkembangan
pemikiran-pemikiran manusia. Dengan tumbuh-suburnya ilmu
pengetahuan berdampak pada kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi yang sangat
berperan dalam membantu kegiatan-kegiatan manusia, yang merupakan dampak
positif teknologi, ini tidak terlepas dari adanya dampak negatif konsekuensi
dari kemajuan teknologi tersebut. Namun dengan terus berkembangnya kemampuan
manusia dalam hal teknologi dan ilmu pengetahuan, maka dampak negatif tersebut
dapat terreduksi. Kehadiran teknologi yang selalu berkembang seakan menjadi penyelesaian dari masalah-masalah yang timbul akibat teknologi sebelumnya,
tetapi harus diikuti dengan rasa pengertian manusia yang notabene adalah penemu
dan pemakai teknologi.
Masyarakat
berilmu merupakan buah dari filsafat-filsafat Yunani kuno yang merupakan induk
dari segala ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu sendiri dimulai pada zaman
pra-Yunani kuno, kemudian berlanjut dengan Yunani kuno, zaman pertengahan,
zaman Renaissans dan Aufklaerung, zaman modern dan zaman kontemporer.
Masyarakat
berilmu atau yang biasa disebut knowledge society adalah sebuah
masyarakat dari berbagai organisasi dimana secara praktis setiap tugas tunggal
akan dilakukan dalam dan melalui sebuah organisasi.[28]
Kemajuan ilmu pengetahuan
secara otomatis membawa kemajuan bagi teknologi. Kemajuan teknologi setidaknya
membawa dua dampak yang saling bertentangan, dampak negatif dan dampak positif.
Dampak negatif tersebut akan terreduce apabila tercipta teknologi baru sebagai
problem solving dan rasa pengetian manusia itu sendiri sebagai pengguna
terhadap tehnologi tersebut. Rasa mengerti ini harus dipupuk, ada dua factor
yang melandasi rasa pengertian, faktor psikologis dan faktor lingkungan.
Apabila kedua factor tersebut dapat dikendalikan, maka dampak negatif dari ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat tercover.
Selanjutnya Drucker
menambahkan cirri-ciri masyarakat berilmu adalah
·
Mempunyai
kemampuan akademik
·
Berpikir kritis
·
Berorientasi
kepada pemecahan masalah
· Mempunyai kemampuan untuk
belajar meninggalkan pemikiran lama dan belajar lagi untuk hal-hal baru.
Manuwoto
menambahkan masyarakat berilmu mempunyai ketrampilan pengembangan individu dan
social termasuk kepercayaan diri, motivasi, komitmen terhadap nilai-nilai moral
etika. Jadi masyarakat berilmu adalah sebuah masyarakat yang mempunyai strata
akademis, berfikir kritis dan subyektif, mempunyai pemikiran kedepan serta
kecakapan untuk mengembangkan dirinya sendiri dan masyarakat. Sehingga dari
masyarakat berilmu ini akan timbul harmonisasi kehidupan bermasyarakat. Masyarakat
berilmu bukan masyarakat yang mempunyai egosentris dan individualisme tinggi
tapi masyarakat berilmu lebih menggali potensi dirinya dan social dengan
bermasyarakat. Adanya toleransi dan kedewasaan berfikir, survival seseorang
ditentukan oleh kemampuan individu tersebut untuk bersaing secara produktif
dalam masyarakat yang menekankan prestasi.
Menelaah dari definisi
knowledge society diatas bahwa perkembangan masyarakat berilmu mungkin hanya
bisa terjadi di perkotaan yang notabene anggota masyarakatnya mempunyai srata
akademis tinggi dan plural, tetapi ini juga tidak bisa dibuat patokan karena
masyarakat perkotaan mempunyai rasa individualisme dan egosentris yang tinggi.
Mungkin stigmatisasi knowledge society belum bisa melekat pada warga perkotaan.
Perkembangan masyarakat
berilmu akan terus meningkat sejalan dengan berkembangnya ilmu itu sendiri.
Pergeseran norma-norma tradisional menuju modernitas adalah suatu hal yang
tidak bisa dihindari, karena masyarakat berilmu bersifat dinamis. Tingginya
tuntutan pendidikan dalam suatu masyarakat juga dapat memicu terbentuknya
masyarakat berilmu. Kompetesi positif di bidang pendidikan akan memacu daya
saing setiap individu.
Mungkin Amerika, Inggris, dan
Negara barat lain telah berhasil membangun knowledge society di masyarakatnya.
Kedewasaan berfikir, kompetisi positif, kebebasan berkarya dan berpendapat,
kemampuan akademis dan pola kritis dapat dilihat dari realitas kehidupan
bermasyarakatnya sehingga hal itu memajukan Negara tersebut.
Indonesia masih perlu
membangun knowledge society ini, ketidakmerataan pendidikan, ketimpangan
social, pengerucutan pola berfikir, setidaknya hal ini masih begitu kuat
melekat pada masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia belum bisa
dikatakan knowledge society.
BAB
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Periodesasi Perkembangan Ilmu
·
Sejarah Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Periode Pra Yunani Kuno.
Catatan mengenai peradaban manusia yang paling awal tercatat
berasal dari Timur Tengah, persisnya Mesir. Pada jaman pra sejarah, nenek moyang
manusia modern di Mesir sudah mengenal bahasa, terbukti dengan peninggalan
tulisan-tulisan yang diukir di batu-batu dalam goa. Sejarah mencatat bahwa
bangsa Mesir kuno sudah mengenal ilmu bintang, ilmu bumi, arsitektur dan
sebagainya.
Adapun ciri-ciri ilmu pengetahuan pada zaman ini sebagai
berikut:
a. Know
how bagaimana cara berbuat) dalam kehidupan sehari-hari yang didasrakan pada
pengalaman.
b.
Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan
sikap reseptif mind, keterangan masih dihubungkan dengan kekuatan magic.
c. Kemampuan
menemukan abjad dan sistim bilangan alam sudah menampakkan perkembangan
pemikiran manusia ke atas abstraksi.
d. Kemampuan
menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas sintesa terhadap
hasil abstraksi yang dilakukan.
e. Kemampuan
meramal suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya yang pernah
terjadi. Misalnya gerhana bulan dan matahari.
·
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Yunani Kuno (abad 6 SM-6 M).
Pada zaman ini dianggap sebagai zaman keemasan yang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pada masa
ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau
pendapatnya.
b.
Masyarakat pada masa ini tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi yang dianggap
sebagai suatu bentuk pseudo-rasional.
c.
Masyarakat tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap reseptif
attitude (sikap menerima begitu saja) melainkan menumbuhkan sikap an inquiring
attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis) sikap
belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern.
Sikap kritis inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli
pikir-ahli pikir terkenal sepanjang masa.
Salah satu tokoh Yunani
yang terkenal pada waktu itu PARMENIDES dengan pendapatnya ”hanya yang ada itu
ada” menides tidak mendefinisikan apa itu "yang ada", tetapi dia
menyebutkan beberapa sifatnya yang meliputi segala sesuatu. Dengan gaya seorang penyair,
Parmenides menantang siapa pun untuk berani memakai daya akal budinya melawan
arus pendapat umum, "Jangan biarkan dirimu didesak ke jalan yang salah
oleh kuatnya kebiasaan dan pandangan umum. Jangan percaya pada penglihatan
yang menyesatkan dan telinga yang hanya mengumpulkan bunyi-bunyi. Juga jangan
percaya pada lidah: hanya akal budi semata-mata hendaklah menjadi penguji dan
hakim segala sesuatu!". Dan masih bnyak ilmuan lainnya seperti thales, pytagoras,
anaximenes, konfusius, heraclmus, dan ilmuan lainnya.
·
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Pertengahan (abad : 6-16 M)
Zaman pertengahan atau yang disebut Middle Age ditandai dengan
tampilnya para theolog di lapangan ilmu pengetahuan di belahan dunia eropa.
Para ilmuwan pada masa ini hampir semua para theolog, sehingga aktifitas ilmiah
terkait dengan aktifitas keagamaan yaitu agama Kristen, atau dengan kata lain,
kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan yang
berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah Ancilla Theologia (abdi agama).
Sebaliknya di dunia Timur terutama Negara-negara Islam justru
terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Kalau di daerah Barat
pada zaman pertengahan lebih berkutat pada masalah-masalah keagamaan, maka
berbeda dengan peradaban dunia Islam yang saat itu melakukan penerjemahan
besar-besaran terhadap karya-karya filosof yunani dan berbagai temuan di
lapangan ilmiah lainya.
Sejak zaman Rasulullah, bidang ilmu kedokteran di dunia Islam
sebenarnya sudah dirintis dengan mendirikan rumah sakit di Madinah, termasuk
rumah sakit untuk angkatan perang Islam. Ar Razi merupakan ahli medis
muslim pertama yang memimpin rumah sakit Baghdad. Ar Razi menulis buku tentang
Diet, farmakologi dan lain-lain. Buku medis lainya ditulis oleh Ali Ibnu Abbas
Al ahwazi (940 M) Al Kitab Al Maliki tentang teori dan praktik medis. Ibnu
Siena juga mengarang buku teks tentang medis yang berjudul Al Qanun, yang
menjadi buku standar selama 500 tahun dalam dunia Islam dan Eropa. Ibnu Siena
juga meneliti tentang masalah anatomi, kesehatan anak, gynaesology.
Bani Umayyah sebagai salah satu contohnya telah menemukan suatu
cara pengamatan astronomi pada abad 7 Masehi, yaitu sekitar 8 abad sebelum
Galileo Galilei dan Copernicus. Sedangkan kebudayaan Islam yang menaklukkan
Persia abd 8 Masehi telah mendirikan sekolah kedokteran di Jundishapur. Pada
zaman keemasan kebudayaan Islam dilakukan penerjemahan berbagai karya Yunani
dan bahkan Kholifah Al Makmun telah mendirikan Rumah kebajikan (House
Wisdom) pada abad 9 Masehi. Itu artinya bahwa perjalanan peradaban islam sudah
jauh lebih dulu terbentuk dibandingkan peradaban Barat.
Tanda lain dari keemasan Islam (Golden Age) adalah kemajuan
pesat ilmu dengan memperkenalkan sistim desimal. Filsuf muslim Al Khawaruzmi
yang mengembangkan trigonometri dengan memperkenalkan teori sinus dan cosinus,
tangent dan cotangent. Ilmu Fisika menampilkan Fisikus asal Baghdad Musa Ibnu Syakir
dan putranya Muhammad, Ahmad dan Hasan yang mengarang kitab Al Hiyal yang
menggambarkan hukum-hukum mekanik dan stabilitas. Ibnu Al Haytham (965-1039 M)
yang mengarang kitab Al-Manadhir, yang membuktikan hukum refraksi cahaya.
·
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Renaissance (abad 14-16 M)
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali
pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan
ketika kebudayaan abad tengah mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern.
Manusia pada zaman renaissance adalah manusia yang merindukan pemikiran yang
bebas seperti zaman Yunani kuno. Pada zaman renaissance manusia disebut sebagai
animal rationale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan
berkembang. Manusia akan mencapai kemajuan (progress) atas hasil usahanya
sendiri, tidak didasarkan campur tangan ilahi.
Tokoh-tokohnya adalah :
Roger Bacon, Copernicus, Tycho Brahe, yohanes Keppler, Galilio Galilei. Yang
menarik disini adalah pendapat Roger Bacon, ia berpendapat bahwa pengalaman
empirik menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu
pengetahuan. Matematik merupakan syarat mutlak untuk mengolah semua
pengetahuan. Menurut Bacon, filsafat harus dipisahkan dari theologi. Agama yang
lama masih juga diterimanya. Ia berpendapat bahwa akal dapat membuktikan adanya
Allah. Akan tetapi mengenai hal-hal yang lain didalam theology hanya dikenal
melalui wahyu. Menurut dia kemenangan iman adalah besar, jika dogma-dogma
tampak sebagai hal-hal yang tidak masuk akal sama sekali.
Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada zaman renaissance. Ilmu pengetahuan
yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang astromoni. Tokoh-tokohnya yang
terkenal seperti: Nicolus copernicus (1473-1543) seorang tokoh gerejani yang
ortodok yang mengemukakan bahwa matahari berada di pusat jagat raya bumi
mempunyai dua macam gerak yaitu: perputaran sehari-hari pada porosnya dan
perputaran tahunan mengelilingi matahari. Teorinya ini disebut “Heliloisme”
dimana matahari adalah pusat jagat raya bukan bumi sebagaimana dikemukakan oleh
Ptolomeus yang diperkuat oleh Gereja.
·
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Modern (Abad 17-19 M)
Zaman ini ditandai dengan
berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada
dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani. Paham–paham yang
muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme.
Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam
memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung
rasionalisme, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Tokoh yang terkenal sebagai bapak Filsafat modern adalah Rene
Descrates. Ia telah mewariskan suatu metode berfikir yang menjadi landasan
berfikir dalam ilmu pengetahuan modern. Langkah-langkah descrates adalah
sebagai berikut:
a. Tidak
menerima apapun sebagai hal yang benar kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu
memang benar.
b.
Memilah-milah masalah menjadi bagian-bagian terkecil untuk mempermudah
permasalahan.
c.
Berfikir runtut mulai dari hal yang sederhana sedikit demi sedikit
untuk sampai ke hal yang paling rumit.
d.
Perincian yang lengkap dan pemeriksaan yang menyeluruh diperlukan supaya
tidak ada yang terlupakan.
Perkembangan ilmu mencapai puncak kejayaan di tangan Newton.
Ilmuwan Inggris ini antara lain merumuskan teori gaya berat dan kaidah-kaidah
mekanika dalam karya tulis yang diberi judul Philosophiae Naturalis Principia
Mathematica Asas-asas matematika dari filsafat alam).
·
Sejarah Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Zaman Kontemporer (Abad 20 dan seterusnya)
Yang dimaksud dengan zaman
kontemporer adalah dalam kontek ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita
jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu pada
zaman sekarang adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang
berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan kontemporer memfokuskan sorotannya
pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Yakni
dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang.
Pada periode ini berbagai
kejadian dan peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil,
namun berkat kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan.
Bagaimana pada waktu itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika
Neil Amstrong benar-benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan
kaki di Bulan. Begitu juga ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa
genetika dengan melakukan percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan
cyber technology, yang memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui
internet. Belum lagi keberhasilan manusia dalam mencetak berbagai produk nano
technology, dalam bentuk mesin-mesin micro-chip yang serba mini namun memiliki
daya guna sangat luar biasa.
2. Ilmu
dan Pengalaman Prailmiah
Ilmu adalah sebagai pengetahuan tentang realitas yang nyata yang
dipastikan oleh pengamatan, pengujian kritis, dan pengklasifikasian sistematis
di bawah prinsip-prinsip umum. Pengetahuan juga mampu menjelaskan
penemuan-penemuan nilai-nilai masa lalu dan mampu membuat prediksi untuk masa
depan melalui pemahaman kausalitas. Ilmu juga harus bersifat universal
tidak terikat oleh ruang dan waktu, dapat dinyatakan dengan tegas, dapat
difahami, dan mempunyai keterkaitan empiris yang bisa diuji persesuaian
antara teori dan implikasi praktisnya.
Beerling
berpendapat bahwa pengalaman prailmiah adalah pengetahuan manusia yang terdapat sebelum adanya ilmu yang
menjadi dasar pengetahuan ilmiah sampai masa kini. Ilmu dan pengalaman
prailmiah merupakan dua hal yang saling berkaitan. Ilmu dapat muncul karena
adanya tahapan-tahapan termasuk salah satunya adalah pengalaman prailmiah dan
dilakukan pengujian terhadap pengalaman tersebut melalui metode-metode ilmiah. Ilmu juga timbul dari
penggolongan secara metodologi terhadap arus bahan-bahan pengalaman yang
terkumpul.
3. Pertumbuhan Masyarakat
Berilmu
Masyarakat
berilmu merupakan buah dari filsafat-filsafat Yunani kuno yang merupakan induk
dari segala ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu sendiri dimulai pada zaman
pra-Yunani kuno, kemudian berlanjut dengan Yunani kuno, zaman pertengahan,
zaman Renaissans dan Aufklaerung, zaman modern dan zaman kontemporer.
Masyarakat
berilmu atau yang biasa disebut knowledge society adalah sebuah
masyarakat dari berbagai organisasi dimana secara praktis setiap tugas tunggal
akan dilakukan dalam dan melalui sebuah organisasi.
Selanjutnya Drucker
menambahkan cirri-ciri masyarakat berilmu adalah
·
Mempunyai
kemampuan akademik
·
Berpikir kritis
·
Berorientasi
kepada pemecahan masalah
· Mempunyai kemampuan untuk
belajar meninggalkan pemikiran lama dan belajar lagi untuk hal-hal baru.
Perkembangan masyarakat
berilmu akan terus meningkat sejalan dengan berkembangnya ilmu itu sendiri.
Pergeseran norma-norma tradisional menuju modernitas adalah suatu hal yang
tidak bisa dihindari, karena masyarakat berilmu bersifat dinamis. Tingginya
tuntutan pendidikan dalam suatu masyarakat juga dapat memicu terbentuknya
masyarakat berilmu. Kompetesi positif di bidang pendidikan akan memacu daya
saing setiap individu.
Mungkin Amerika, Inggris, dan
Negara barat lain telah berhasil membangun knowledge society di masyarakatnya.
Kedewasaan berfikir, kompetisi positif, kebebasan berkarya dan berpendapat,
kemampuan akademis dan pola kritis dapat dilihat dari realitas kehidupan
bermasyarakatnya sehingga hal itu memajukan Negara tersebut.
Indonesia masih perlu
membangun knowledge society ini, ketidakmerataan pendidikan, ketimpangan
social, pengerucutan pola berfikir, setidaknya hal ini masih begitu kuat
melekat pada masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia belum bisa
dikatakan knowledge society.
[1] Rizal Muntasyir-Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta:
Pusataka Pelajar, 2008, hal 126
[2] Ibid, hal. 127
[3] Slamet Imam Santoso, Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan,
Jakarta: Sastra Hudaya, 1977, hal.48
[4] the Liang Gie, Pengantar
Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2007, hal. 11
[5] ibid, hal. 3
[6] ibid, hal. 31
[7] Rizal Muntasyir, filsafat Ilmu,
hal. 62
[8] The Liang Gie, Pengantar, hal.
5
[9] ibid, hal.1
[10] Slamet Imam Santoso, Sejarah, hal. 50
[11]
Van Melsen, Ilmu
Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita, diterjemahkan oleh Bertens, (Jakarta:
Gramedia, 1985)
[12] Rizal Muntasyir, Filsafat Ilmu,
hal. 129
[13] ibid, hal. 130
[14] Slamet Imam Santoso, Sejarah, hal. 53
[15] Rizal Muntasyir, Filsafat Ilmu, hal. 130
[16] Slamet Imam Santoso, Sejarah,
hal. 65
[17] Rizal Muntasyir, Filsafat Ilmu,
hal.70
[18] ibid, hal. 67
[19] Toety-Heraty, Aku dalam Budaya,
(Jakarta: Pustaka Jaya, 1984), hal. 6
[20] The Liang Gie, Pengantar, hal.
13
[21] Bahm, Archie, J, Epistemology:
theory of Knowledge, (Albuquerque: Herper and Row Publisher, 1995), hal. 14
[22] The Liang Gie, Pengantar, hal. 15
[23] Ahmad
Warson Munawwir, al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: PP.
Al-Munawwir Krapyak, 1989), 965.
[24]Amsal Bachtiar, Filsafat
Ilmu (Jakarta: Rajagrafindo, 2007) hlm 15
[25] Pustaka Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), 371.
[26] Stewart Ricards,
An Introdution to Philoshopy of Soiology of Science (Oxford: TJ Press,
1983), 28.
[27] Beerling,
Kwee, Mooij Van Peursen, Pengantar filsafat ilmu, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2005), 15.
[28] Peter F Drucker, The Esensial Drucker, (New York: Happer Collins, 2001), 45.
By : Unknown